"Melll, sumpah, lo bener-bener se iseng itu ngebajak hape gue, ngirim-ngirim chat ke Seungyoun dan bikin dia ngajak gue terdampar di pulau ini. Guess what, bitch, i'm gonna spend my whole vacation far from my lovely bed, njir. Jahat."
"Terus sekarang lo dimana beb?" tanya Melinda.
"Gak usah nanya-nanya deh!! Sebel banget gue sama lo."
"Kok sebel sih? Lo harusnya berterima kasih dong sama gue. Soalnya berkat gue, lo jadi bisa ngerasain kan rasanya berlibur di alam terbuka ketimbang cuma rebahan mulu di kasur."
"Ah, iya-iya." Loui menyahut malas.
Terduduk menggelepar di lantai marmer dingin unit kamarnya. Loui menyandarkan punggung ke tepian kasur seraya terus menggiring obrolan bersama sang karib.
Tempat indah yang Seungyoun maksud ada di Bali, tentu saja. Salah satu tujuan destinasi wisata yang sangat terkenal luas di seluruh dunia. Loui sendiri sangat amat tidak pernah berkeinginan liburan ke Bali, karena satu lain hal. Alasan akomodasi dan biaya terutama. Meskipun Bali berada di dalam naungan peta wilayah di Indonesia, nyatanya selama sembilan belas tahun usia seorang Loui Anatha, Ia hanya sekedar mendengar nama kota ini sambil lalu tanpa pernah bermimpi betulan mampir dan bahkan menginap di salah satu resort mewahnya.
Apakah Loui perlu berterimakasih, atau mungkin tidak perlu?
Entahlah, lebih baik dia rebahan dulu.
"Hello??" suara Melinda menggantung di ujung telpon. Saking Loui terlalu semangat ingin segera rebahan ria di atas kasurnya, ia jadi lupa rencana telponan dan mengobrol dengan temannya itu.
"Iya kenapa?"
"Yaelah mentang-mentang lagi di Bali, nih. Gue udah mulai terlupakan."
"Apaan sih lo panjul. Gue cuma cengo aja tadi sambil merhatiin plafon kamar gue. Cantik banget."
"Lo diajak Seungyoun nginep dimana beb?"
"Resort gitu, luas banget tempatnya kayak istana. Terus kolam renangnya juga sebesar lapangan bola. Letaknya pas banget di bawah balkon kamar gue dong, Mel."
"Haduh, iri gue iri. Mau dong jadi pacarnya kak Seungyoun.."
"Apa sih lo." Loui tak sadar menutup wajahnya dengan telapak tangan, tersenyum dibalik topeng muka tambengnya.
"Ecieee, malu nih yeee, aduh temen gue sekarang punya pacar cuy. Puji syukur gue sama Tuhan, temen gue yang hobinya menghayal babu bacain wattpad sekarang kisah cintanya malah persis sama kayak di novel yang dia baca sendiri. Iri gue anjir, pengen punya pacar juga, deh, jadinya. Kapan ya gue punya satu. Gak harus yang kayak Seungyoun dah. Cukup dia mirip Shawn Mendes aja gapapa kok, hahah."
"Yey," Loui tergelak. "Stop berkhayal Mel, lo tuh harus lebih realistis."
"Ah.. elo aja bisa kok dapetin cowok yang gak realistis gitu. Masa gue enggak bisa."
"Tuhkan lo mulai lagi penyakit dengkinya." Loui menahan tawa.
"Gue gak dengki woi. Emang salah kalau gue berharap nasib gue sama kayak lo, punya cowok yang.."
"I told you such a million times, i have no boyfriend here. Plis, Mel, jangan bilang gue udah pacaran disaat gue masih belum ada status apa-apa sama dia."
"Elo yang belum bisa nerima Seungyoun, bukan dia."
"Iya sih," Loui terdiam sejenak, beberapa detik kemudian ia tiba-tiba teringat sesuatu pembahasan yang lain.
"Btw, Mel.. Disini juga ada kak Seungwoo, lho. Dia ikut rombongan temen-temen Seungyoun juga. Gak nyangka banget nih gue setelah sekian lama tak bersuah sama masnya, gue dan dia dipertemukan kembali di sini, huhu."

KAMU SEDANG MEMBACA
RUMOUR
FanfictionAsumsi berkeliaran tentang Dia. Tapi Loui tak pernah berusaha mencari tau. Karena tak selamanya asumsi menggariskan secara utuh bagaimana dia yang sebenarnya. Dingin tak selalu membekukan, hangat pun tak selalu meneduhkan. Loui hanya ingin tahu sec...