6. Breakfast

1.4K 225 13
                                    

Kembali ke kampus dan bertemu Cho Seungyoun sudah tak Lagi menciptakan kesan yang sama seperti terakhir kali Loui dan dia bertemu. Loui tidak mencoba menghindari, hanya dia tak suka berinteraksi terlalu akrab. Bukan pula ingin menunjukkan sikap yang mendadak ilfeel pada lelaki itu, Loui hanya mencoba bersikap seperti seolah mereka tak pernah berjumpa sebelumnya.

Di kantin, saat tak sengaja mereka berpapasan ketika Loui berdiri di depan stan penjual jus buah, Loui tahu Seungyoun dan beberapa rombongannya duduk-duduk santai sambil mengobrol di sudut kantin. Loui tak menoleh sedikitpun, tak menggubris dan tak menganggap laki-laki itu ada. Meski kesannya kekanak-kanakan, Loui menyadari diirnya terkadang sulit berdamai pada apapun kejadian yang membuat hatinya berdenyut sakit.

"Kantin jadi ramai gini kalau ada rombongan Seungyoun," celetuk cewek yang duduk di kursi kantin bagian paling depan. Loui mendengarkan, tapi mencoba pura-pura tak mendengar. Tiba gilirannya memesan, Loui maju beberapa langkah. Jus alpukat adalah yang Loui pilih ketika ditanya mbak Laras--- penjaga kantin yang kebetulan berjualan di stan minuman. Loui menunggu sebentar, ia tetap berdiri sambil sesekali melirik layar ponselnya.

"Hey," sapa seseorang di sampingnya. Suara manis ini begitu Loui hapal, ia yakin sekali Seungyoun lah yang kini menyapanya. "Pesen apa?"

Loui tersenyum tipis, senyum yang hanya mengangkat sedikit lekuk bibirnya tanpa berucap sepatah kata.

Seusai membeli minuman, Loui segera melipir pergi dengan tak lupa menghadiahi sebuah senyuman yang tak kalah tipis dari sebelumnya.

Begitu Loui melangkah, Seungyoun mencegatnya lebih dulu. "Mau kemana, Nath?"

"Masuk kelas," jawab Loui seadanya.

"Buru-buru amat, gak mau sarapan dulu? Gue traktir, deh. Pesen aja makanan yang lo suka!" Seungyoun tersenyum manis, menunjukkan pesona cowok baik hati yang mungkin kau sukai dalam cerita-cerita novel roman picisan. Sejemang, tatkala diingatkan pada peristiwa semalam, senyuman Seungyoun dihadapannya ini terasa hambar, Loui sama sekali tak tersentuh.

"Gak usah, gue gak laper."

Loui memilih buru-buru pergi sebelum Seungyoun bertanya macam-macam. Rasanya malas saja bila di tanggapi terus menerus.

Selepas gadis itu pergi, Seungyoun kembali duduk bersama rombongannya. Ada Jinhyuk, Hangyul, dan Hyunbin. Mereka bertiga sibuk mengobrol ngalur ngidul tanpa mengindahkan ekspresi wajah Seungyoun yang tampak kurang bersemangat.

"Kalian gak ada yang bantuin Loui ngerjain tugas?" pertanyaan Seungyoun barusan sukses membuat ketiga temannya berhenti sejenak mengobrol. "Gue semalem ada urusan, hehe." Hangyul beralasan.

Jinhyuk tersenyum mesem sambil garuk-garuk kepala. "Nenek gue sakit bro, asam uratnya tiba-tiba kambuh, makanya gue gak ikut ngerjain tugas bareng Loui. Hehe."

Seungyoun menghela napas, orang terakhir yang dia mintai alasan ialah Hyunbin. Berhubung anak ini jauh lebih muda dari mereka bertiga. Seungyoun sudah pasti akan memaklumi apapun alasan Hyunbin.

"Sorry bang, gue semalem ada urusan sama mami, hehe. Lagian, Loui kan pinter tuh, dia juga rajin banget. Gue mah serain ke dia aja, paling gak patungan bayar biaya kertas sama tinta printer," ujar Hyunbin sambil terkekeh.

Seungyoun menyenderkan punggungnya ke belakang kursi, dua tangannya terlipat di dada. Tanpa sadar, laki-laki itu mendesah hingga satu-persatu pasang mata teman-temannya menatap Seungyoun keheranan. "Lo kenapa, bro?"

"Gue cuma mikir.. pantes aja itu cewek tadi cuek banget ke gue. Dia pasti marah karena kita semua gak ada yang bantuin dia ngerjain tugas."

"Sejak kapan lo mikirin perasaan cewek?" Jinhyuk terkekeh geli. Udah lama kenal Seungyoun, dan ini merupakan kali pertama sohibnya ini mengkhawatirkan perasaan orang lain.

RUMOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang