46. Move on !!

1.4K 158 49
                                    

↔↔↔⚛↔↔↔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

↔↔↔⚛↔↔↔

Anatha

Aku perlu pulang ke rumah dan membenamkan semua kesedihanku di atas kasur kesayangan. Aku, yang nggak berdaya ini sekarang jatuh telungkup di atas kasur. Aku menangis sejadi-jadinya sampai tak lagi kurasakan jejak suaraku apakah masih ada ataukah sudah habis. Juga aku nggak tau harus ku apakan wajah bengkakku ini setelah berulang kali Dinda mencoba menghubungiku dengan melakukan panggilan video di whats app namun berakhir tak mendapat balasan apa-apa dariku.

Aku lirik ponsel saja tidak.

Katanya menangis nggak akan menyelesaikan masalah apapun, tapi setidaknya dengan menangis aku puas menimpali rasa sakit hatiku yang terlanjur menggerogoti segala isi di dalamnya hingga nyaris tak berbentuk lagi.

Aku nggak mau naif ya, aku betulan sesakit itu bak dihantam pukulan tinju bertubi-tubi; mengenai hidung, pipi, kedua mataku, lalu di ulu hati. Semuanya. Semuanya terasa sakit. Dan saking aku terlalu menghayati patah hatiku akibat putus cinta dengan cowok itu, aku jadi nggak bisa mikir malam ini harus kuisi dengan apa perutku ini. Aku nggak peduli harus makan apa, yang penting nangis dulu sampai hatiku puas.

Sekitar pukul sembilan malam, Dinda mampir ke rumah. Dia menggedor pintu rumahku tergesa-gesa seperti seolah dialah yang mengambil peran ibu kos sebagai penagih uang bulanan. Nyebelin sih, aku kan belum selesai nangis malah di paksa keluar rumah dalam keadaan wajah bengkak, hidung meler, dan mata merah lengkap dengan kantungnya yang menyeramkan.

"Woi, dari sore gue hubungin nggak nyaut-nyaut. Kemana aja neng??"

Baru kubuka daun pintu, Dinda sudah lebih dulu mengomel. Tatkala melihat rupaku yang menyedihkan, ekspresi wajah Dinda berubah pesat.

"Lo nggak apa-apa?" tanyanya, hati-hati.

Bedanya Dinda dari teman-teman terdekat yang ku kenal. Jika bersama Dinda aku paling nggak bisa berbohong, apa yang terjadi padaku saat itulah akan kuberitahu langsung padanya. Termasuk apa yang ku alami hari ini. Aku tahu Dinda nggak akan nanya dua kali untuk mengetahui permasalahan hidupku. Saat dia menuntunku masuk ke dalam seraya menenteng sekotak Styrofoam yang aku duga itu pasti isinya bakso bakar, aku sudah tentu tahu Dinda pasti akan mengajakku bicara serius dari hati ke hati.

"Gue putus sama Seungyoun," ujarku lalu menundukkan kepala dalam-dalam.

Dinda sempat terdiam beberapa detik sampai akhirnya suara gadis itu perlahan menyapa telingaku kembali. "Kenapa? Masalah kalian apa?"

"Dia nggak sayang sama gue, Din." kataku dengan nada suara bergetar hebat. Aku tahu Dinda pasti segera mempertanyakan bagian mananya Seungyoun nggak sayang aku. Karena setahu Dinda, Seungyoun sudah yang paling baik buatku, nggak ada alasan buat dia nyakitin aku. Tapi kenyataannya, ya, begitu. Kalian boleh bilang aku berlebihan, naif, egois dan lain sebagainya. Aku nggak masalah kok. Tapi bagiku yang nggak berpengalaman ini, aku betulan belum bisa nerima serpihan masa lalu lelaki itu yang mana membuatku merasa seolah tersudut di pojokan ruangan sembari merenungi apa kesalahanku di masa lalu sampai aku harus banget ketemu tipe cowok bangsat seperti dia, di usia dan pengalaman cintaku yang terbilang masih muda.

RUMOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang