37. Luv Affair

1.2K 162 45
                                    

Seungyoun

Aku bohongin Anatha.

Iya, itu pengakuan dariku untuk malam ini. Di tengah carut-marutnya sejumlah pemikiran sampah di kepalaku yang rasanya sudah menggerogoti habis isi otak ini hingga nyaris menyisakan sepercik bagian kecil, yang sayangnya bagian itu nggak bisa aku dedikasiin cuma untuk mikirin Anatha seorang.

I love her, she's the cutest bumb that has taken away half of my life, half of my soul. But still, she is not the one and only that i think about.

Aku nggak tahu apa Anatha pantes dapetin aku atau malah sebaliknya.

Yang aku tahu, pertama kali memutuskan menyatakan perasaanku pada gadis itu. Keinginan untuk mengikatnya erat-erat agar dia tidak direbut lelaki lain, itulah alasan utamanya. Semacam memegang target untuk diriku sendiri bahwa aku tak mau lagi kalah dengan Han Seungwoo.

Tapi harus aku akui, mencintai dan menyayangi Anatha ibarat melihat dua sisi mata uang; berbeda ternyata.

Mencintai nggak bisa dikatakan aku siap berada di sisi dia sepanjang waktu. Detik berganti menit, menit berganti jam, dan jam yang berganti hari. Enggak.. Aku nggak punya jaminan utuh pada hal seperti itu.

Anatha nggak kenal aku seratus persen. Aku mengatakan aku mencintainya tapi separuh pikiranku tak sepenuhnya ada di dia. Tapi aku cinta. Cinta yang ku maksud ialah sesederhana melihat senyumannya dan sehangat menyentuh telapak tangannya ketika dia menggenggam jemari milikku sewaktu aku kedinginan menunggunya di depan gerbang kampus.

Menyayangi Anatha juga tak sesederhana kelihatannya. Anatha nggak mau diantar-jemput setiap hari. Minimal dua kali seminggu, itu pun kalau aku kuliah di satu gedung dengannya dan kami tak sengaja berpapasan.

Jika kubilang Anatha masih kekanak-kanakan, sebetulnya tidak juga. Anatha cukup dewasa untuk ukuran anak perempuan belasan tahun yang berani tinggal sendiri dan jauh dari orang tua. Dia bisa mengatasi segala hal sendiri, dia meminta bantuanku jikalau itu betulan perlu. Tapi seringnya sih jarang dia meminta bantuanku.

Anatha juga gak suka dibayarin makan ketika kami mampir ke suatu restoran cepat saji maupun tempat makan biasa sekelas cafe. Dia sering kali bilang, 'bayar sendiri-sendiri ya'

Dan aku akan terkekeh pahit mendengarnya.

Perempuan aneh.

Aku punya lebih dari setengah harga saham resort Mama di Bali, aku nggak perlu kuliah capek-capek sampai harus begadang ngerjain tugas larut malam. Kalau aku selera masuk kuliah, aku masuk. Jika pun tidak selera, maka aku melipir ke tempat lain.

Satu-satunya alasanku kembali ke kampus ialah ingin mencari kegiatan lain di tengah waktu luangku yang banyak. Diperjalanan, aku bertemu Anatha. Cewek yang nggak tertarik mencari tahu seluk beluk mengenai duniaku beserta rumor-rumor yang membuntuti.

Kendati begitu, aku tahu, Anatha lebih dari sekedar ingin mencari tahu. Hanya tidak sempat saja.

Kembali ke alasan mengapa aku berbohong dengan mengatakan aku tidak di Jakarta sewaktu kami berbalas kata di Line kemarin malam. Aku punya alasan logis untuk itu.

Papa.

Malam ini tepatnya di malam selasa merupakan malam ketika aku pertama kali diberitahukan mengenai kematian Papa beberapa tahun lalu.

Nggak akan ku ceritakan bagian melankolisnya, tentu saja karena aku laki-laki dua puluh dua tahun yang sudah dewasa; baik fisik dan mental.

Persis seperti cerita novel yang kerap Anatha narasikan padaku dengan semangat menggebu-gebu seolah dia tengah menceritakan dongeng semasa kecilnya. Cerita kematian Papa tak ada bedanya dengan cerita di Novel-novel romance kebanyakan.

RUMOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang