Just let me be the one of your reason to open your eyes and woke up in the morning
Kembali ke kampus berarti Loui harus siap menghadapi kenyataan yang membuat dia mau tak mau bertemu lagi dengan Seungyoun, meskipun intensitas pertemuan mereka hanya sebatas lirik-lirikan dari jauh dan tak ada percakapan yang bermakna lainnya.
Yang jelas, Loui sedang tak ingin larut akan beban yang menuntutnya segera membalas perasaan Seungyoun seperti halnya apa yang laki-laki ini mau. Sebab Loui tahu secara pasti, Seungyoun masih berupaya mengizinkan Loui untuk berpikir lebih lama sampai sekiranya dia siap. Perkara diterima atau pun tidak mungkin si lelaki sudah tahu konsekuensinya.
Sepagian ini hari-hari Loui dihabiskan dengan bergelut di ruang praktikum laboratorium. Tak seperti pemahaman teori kimia yang begitu membelenggu isi kepala Loui untuk merafalkan segala rumus atom serta senyawa lainnya yang tak dia kuasai. Bagian ketika Loui mengendap terlalu lama di ruangan tersebut membuat perempuan ini mampu menghibur hatinya yang semula kacau balau dan tak terarah.
"Berapa lama lagi, sih, lo di lab? Lo di sana lagi bertapa atau gimana?" yang bertanya di seberang telpon adalah Melinda, sosok teman baik Loui.
"Hehe," terdengar kekehan geli dari suara Loui yang lumayan serak-serak becek. "Gue lagi sibuk banget, Mel. Biasa.. kalau udah belajar kimia, kan, gue suka lupa waktu."
Di seberang telpon Melinda mendengus tak percaya. "Yakali!! Sejak kapan lo suka kimia, huh? Gak usah boongin gue, deh. Anak-anak lain juga udah pada keluar, eh, lo masih di sana aja. Ada apaan sih? Dosen kimia anorganik kita udah ganti jadi seganteng Song Joongki gitu, sampai lo betah banget main di lab terus?"
Again, Loui hanya tertawa renyah menanggapi ocehan teman perempuannya di seberang telpon. Begitu tak di tanggapi lebih jauh oleh yang bersangkutan, Melinda pun mematikan sambungan telponnya. Loui memandangi malas permukaan layar ponsel. Sehabis telpon dari Melinda, tak ada lagi jejak notifikasi di atas layar. Apa yang Loui tunggu? Ya sebenarnya tak ada juga, sih. Dia hanya ingin memandangi ponselnya saja di saat secara bersamaan isi kepala gadis itu justru di penuhi nama Cho Seungyoun.
Bagai gayung bersambut, orang yang dia pikirkan tiba-tiba menelpon. Nomor yang sangat Loui hapal diluar kepala menghubunginya lebih dulu, seakan menuntut penjelasan mengapa hingga detik ini Loui tak kunjung mengusap layar hijau dan menerima panggilannya.
Sempat meragu selama beberapa menit, Loui pun akhirnya bersedia mengangkat telpon lantas menggumam. "Hallo kak?"
Seungyoun mendengus, "Maaf, gue gak punya adek kayak lo, gue anak tunggal." sahut si lelaki seperti halnya dia yang biasa selalu bercanda.
"Hehe," Loui terkekeh lagi. Dia tahu sekali Seungyoun mudah menebak suasana hatinya. Karena begitu Loui hanya menanggapi ucapannya sesingkat itu, Seungyoun lantas buru-buru bertanya.
"Dimana? udah makan? ini udah jam makan siang, ayo makan bareng. Enggak usah banyak mikir, deh, lo. Kalau semua hal dipikirin, kepala lo bisa pecah." serobot Seungyoun cepat.
Loui tergugu tak mau jawab. Benar dugaannya, Seungyoun pasti tahu kalau Loui terbebani akan pernyataan cinta kemarin sore. Sepintas Loui tak lagi ogah-ogahan menjawab telpon Seungyoun. Pasca diajak makan siang bareng, Loui bergegas keluar dari ruang laboratorium yang mana disana memang hanya ada dia sendiri sedang pura-pura meneliti partikel mikroba, padahal Loui belum terlalu mengerti cara memakai mikroskop yang benar..
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMOUR
FanficAsumsi berkeliaran tentang Dia. Tapi Loui tak pernah berusaha mencari tau. Karena tak selamanya asumsi menggariskan secara utuh bagaimana dia yang sebenarnya. Dingin tak selalu membekukan, hangat pun tak selalu meneduhkan. Loui hanya ingin tahu sec...