Sebuah Rasa [Jisung]

1.3K 131 39
                                    

...

"Kalau kamu nggak bisa anteng, mama jodohin kamu sama anak tante Renjun"

Jisung yang mendengar kalimat mamanya itu membolakan matanya. Menatap tidak percaya pada mamanya yang dengan gampang mengatakan akan menjodohkan Jisung. Apalagi dengan anak tante Renjun yang berisik itu.

"Mama kok—"

"Mama capek lihat kamu balapan, jadi anak berandalan terus" kata mamanya dengan nada sedikit membentak.

Kepala Jisung menunduk. Jika sudah begini, maka apapun keputusan mamanya tidak bisa diganggu gugat. Bahkan papanya sudah angkat tangan jika mamanya sudah mengeluarkan aji-ajinya.

Kepala Jisung rasanya seperti ingin pecah jika terus mengingat kalimat mamanya. Dijodohkan katanya. Dengan si berisik itu huh.

.

.

Pagi itu jika tidak mamanya yang memaksa, pasti Jisung lebih memilih untuk duduk santai bermain game di markasnya. Bukan malah seperti manusia bodoh yang pagi-pagi sudah berdiri di depan rumah orang.

Berkali-kali Jisung menggaruk kepalanya. Rasanya ingin saja Jisung kabur, toh mamanya juga tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri. Tapi tante Renjun itu pasti akan mengadu ke mamanya jika itu sampai terjadi.

"Ngapain kamu disini?"

Nah ini yang Jisung benci. Chenle namanya, anak tante Renjun. Manusia berisik yang memiliki suara seperti lumba-lumba. Bahkan telinga Jisung sering dibuat pengang karena teriakannya.

"Jangan geer ya. Mama yang minta aku kesini. Kalau bukan karena mama, mana mau aku kaya orang kurang kerjaan gini"

Keduanya kini saling melempar tatapan sengit. Bahkan Chenle sudah hampir mendorong Jisung jika saja suara bundanya tidak terdengar.

"Loh, Jisung sudah sampai. Yasudah langsung berangkat aja. Nanti telat kalau siang-siang" kata tante Renjun.

Jisung tersenyum kikuk melihat tante Renjun. Sebenarnya Jisung ini selalu merasa sungkan dengan tante Renjun. Karena tante Renjun ini orangnya baik, tidak seperti anaknya yang selalu ingin berperang jika bertemu Jisung.

Lalu akhirnya dengan terpaksa Jisung harus membonceng Chenle dengan sepedanya sampai sekolah. Ini sialnya lagi, motor Jisung disita mamanya dari semalam. Jadilah pagi ini Jisung harus memakai kembali sepedanya yang sudah lama tidak terpakai.

.

.

"Nanti setelah lulus kalian langsung menikah"

"Mama gila?!!"

"Heh kamu ngatain mama gila?"

"A–anu maksudnya ma–"

"Sudah. Nggak ada penolakan"

Jisung terdiam begitu saja mendengar kalimat mutlak mamanya. Bagaimana bisa begitu.

Jisung pikir setelah dirinya sudah tidak lagi ikut balapan liar, mamanya juga akan membatalkan perjodohannya dengan Chenle. Tapi kini mamanya malah ingin menikahkannya dengan Chenle.

"Pa—"

"Ikuti aja apa kata mama kamu"

"Tapi pa. Aku masih mau kuliah"

"Papa sama mama nggak larang kamu kuliah. Tapi kamu harus tetap menikah sama Chenle setelah lulus"

Papanya juga tidak mendukung Jisung. Malah menyetujui keinginan mamanya.

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang