🌷38

895 99 1
                                    

🌷🌷🌷

"Tolong lacak nomor ini, pak." ucap Hangyul kepada salah satu polisi yang ikut membantu mencari Alvaro. Salah satu polisi mengangguk. Kebetulan polisi itu teman papa Hangyul. Dan sudah sangat akrab dengan keluarga Wijaya. Apalagi ini bersangkutan dengan pewaris perusahaan Wijaya.

Papa Hangyul memberikan warisan kepada Hangyul, bukan Jaehyun. Karena, Jaehyun memilih membuka perusahaan atas kerja kerasnya sendiri. Sedangkan, perusahaan turun - temurun keluarga Wijaya ia berikan pada Hangyul. Tapi, Hangyul malah mendirikan sebuah hotel. Jadi, otomatis warisan itu jatuh ke tangan Alvaro suatu saat nanti. Aydan? Sudah pasti akan menjadi pewaris perusahaan Jaehyun, bukan kakeknya. Tapi anak itu suatu saat nanti juga akan memegang beberapa persen saham dari perusahaan kakeknya.

Sudah, lupakan bagian itu. Beralih ke Sinbi, wanita itu duduk cemas dengan menghantarkan kecemasan lewat pilinan ujung pakaiannya. Sambil menunggi polisi melacak nomor tidak dikenal itu, Sinbi terus berdoa agar Alvaro tidak kenapa - napa. Hangyul duduk di sebelah Sinbi dan menggenggam jemari istrinya erat. Sinbi hanya menoleh dan tak merespon. Ia hanya bisa pasrah sekarang dan terus berdoa.

"Kita akan menemukannya segera. Jangan khawatir." bisik Hangyul. Sinbi mengangguk, ia mencoba lebih tenang sekarang. Dibandingkan dengan hari lalu, berfikir saja ia tidak mampu, yang ada cemas dan cemas.

"Saya sudah menemukannya. Lokasi ini lumayan jauh dan berada di pelosok pedesaan. Kita bisa ke sana besok." Ucap polisi itu.

Sinbi segera berdiri dan berbicara, "Apa tidak bisa kita mencari sekarang saja pak? Perasaan saya tidak enak."

"Bagaimana?" Tanya polisi itu kepada polisi yang lain. Polisi lain mengangguk.

"Terima kasih. Terima kasih banyak, pak."

🌷🌷🌷

Jalanan di pedesaan ini memang banyak yang berlubang. Sinbi sangat tidak percaya, anaknya bisa dibawa ke tempat mengerikan seperti ini. Ia membenarkan posisi duduk kembali, dan kembali fokus pada jalanan.

"Kamu nggak papa?" tanya Hangyul kepada Sinbi yang sedari tadi terlihat tidak enak.

"Nggak, cuma kurang nyaman aja."

"Pindah blakang coba." saran Jaehyun.

"Ga usah kak makasih." ucap Sinbi.

Ya mikir saja, masa dia harus berdempetan di tengah - tengah Jaehyun dan Seungwoo? Mending tidak lah.

Sedari tadi Seungwoo hanya diam, dan tak merespon kata - kata. Ia sungguh merasa sangat bersalah pada Hangyul. Andai saja ia tidak lupa pernah menodai Aurel, Hangyul tidak akan semenderita ini. Seungwoo sangat menyesal atas apa yang ia perbuat sekarang.

Seungwoo melirik Hangyul. Walaupun seperti ini, tapi Hangyul tetap menganggapnya teman. Seungwoo merasa tak pantas jika berteman dengan orang sebaik Hangyul.

"Kenapa lo diem aja, Woo?" tanya Jaehyun. Seungwoo hanya senyum dan menggeleng saja, "Gak papa, Hyun."

"Kenapa pada diem dah?" celetuk Jaehyun. Apa dia tidak mengerti situasi sekarang?

"Mendingan kak Jaehyun diem deh. Gak usah ngomong." sembur Sinbi. Seketika Jaehyun diam dan membenarkan posisi duduk.

"Mampus lu, bang." ucap Hangyul.

"Kamu juga diem! Gak usah ngomong!" ucap Sinbi ke Hangyul.

Jika situasi tidak seperti ini, Jaehyun dan Hangyul mungkin sudah gelut. Seungwoo hanya tersenyum getir melihat mereka bertiga. Pikirannya sekarang sedang berkelana.

---
"Bisa diem gak sih kamu?! Kamu gak lihat apa tante lagi suapin anak tante! Masih baik tante kasih makan kamu." perempuan itu marah - marah, siapa lagi kalau bukan Aurel.

Secret Marriage [Hangyul - SinB] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang