⚫ Dua Belas [Author POV ]

64.2K 6.7K 653
                                    

      

      

       Jeha mendengus sebal. Sejak tadi dia sudah muak melihat tingkah laku Calvin yang berasa sedang berjalan di atas red carpet bertabur kelopak bunga mawar.

"Vin, bisa gak sih lo gak usah tebar pesona gitu?" tegur Jeha saat Calvin berjalan di koridor kampus swasta tempat Jeha ingin mendaftar. Karena hanya kampus ini yang menjadi pilihan terakhir Jeha, dia mau masuk dengan jalur undangan SNMPTN pun sudah tak bisa. Jalur SBMPTN juga sudah tertutup.

Calvin acuh, dia tetap berjalan dengan pose ala-ala model sungguhhan. Spontan ciwi-ciwi penghuni kampus semuanya pada ngelirik Calvin.

"Kenapa? Lo takut suami lo terlihat mempesona di mata orang lain?"

Huekk.

Jeha rasanya ingin memuntahkan semua isi dalam perutnya. Mempesona? Siapa? Calvin?

Mohon maaf, Jeha mau numpang nanya. Mempesona di bagian mananya ya si bapak? Baju aja masih motif kartun, sok-sokan mempesona.

"Inilah pentingnya imunisasi vaksin narsisme sejak dini bunda." ucap Jeha menyindir Calvin.

Calvin malah bereaksi berbeda. Dia makin-makin tebar pesona ke sana kemari, sampai-sampai ada salah satu cewek yang ingusnya meler lupa di lap saking salfoknya di senyumin sama Calvin. Duduuduh.

Berasa jadi Lee dong wook apa ya? Muka kek remahan khong guan gitu sok banget mempesona.
Umpat Jeha dalam hati.

Sepanjang jalan menuju ruang pendaftaran Calvin terus menerus menebar pesonanya, soalnya kalo nebar kemenyan jatuhnya horor. Kalau nebar duit nanti Jeha malah gak dapat uang jajan kan?

Lupakan sejenak perihal Calvin yang menebar pesonanya. Kembali ke masa sekarang, di mana dia sedang menemani Jeha mengisi formulir pendaftaran.

"Ini adeknya ya Mas?"
Tanya salah satu wanita yang bekerja di bagian pendaftaran mahasiswa baru, kita sebut saja namanya Maimun.

Calvin yang sedang asik memainkan Instagramnya, seketika mengalihkan pandangannya ke Mbak Maimun. Sementara Jeha fokus ke kertas pengisian formulir.

"Siapa? Mbak nanya saya?"
Tanya Calvin sambil menunjuk dirinya sendiri.

Untung cakep, coba kalo enggak, gue lindes lo. Batin Mbak Maimun dengan ekspresi wajah senyum tapi di hati ngatain. Persis kayak adegan-adegan sinetron di mana pemeran antagonis berbicara jahat dalam hati. Huh, dia tak tau racun apa yang telah ku masukkan dalam minuman itu. Seperti itu contohnya. Bedanya, Mbak Maimun tidaklah sejahat itu.

"Iya, Mas lagi nemenin adek Mas daftar kuliah ya? Duh baik banget sih, kakak idaman banget. Adek aja di anterin apalagi nanti calon istri." Mbak Maimun mulai peres alias ninggi-ninggiin Calvin berharap dia dapat nomor WhatsApp Calvin barangkali.

Calvin dan Jeha saling melirik, dia kemudian tersenyum jail ke Jeha.

"Mbak, emang muka saya sama dia mirip ya? Kok mbak ngiranya dia adek saya?" tanya Calvin. Mbak Maimun mengiyakan.

"Iya Mas mirip banget, pasti orangtua kalian cakep-cakep ya bisa nyetak anak berkualitas unggul macam kalian ini."

Alahh, peres ae lo medusa. Bilang aja lo ngebet ama Calvin si keong racun.
Batin Jeha melihat tingkah Mbak Maimun yang gak banget, keliatan di buat-buat. Lalu apa tadi? Jeha katanya mirip sama Calvin? Pembohongan publik macam apa itu? Semua orang juga tau mereka berdua gak ada mirip-miripnya. Calvin putih mulus tinggi cakep, sedangkan Jeha item dekil agak bantet kurang mengembang, mungkin kurang asupan vitamin K sejak kecil. Atau justru malah kelebihan vitamin K? Kuntet.

Theory of 'Bucin'  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang