⚫ Dua Puluh Empat [Author POV]

71.2K 7K 1.8K
                                    

     

        

         Ada yang bilang, kita bisa jatuh cinta dalam hitungan 0,2 detik. Kata orang sih ya, itu yang di namakan cinta pada pandangan pertama. Love at the first sight. Memangnya iya?

Jeha dulu meragukan hal itu, gimana bisa kita jatuh cinta hanya dengan waktu sesingkat itu? Bukan kah definisi cinta itu adalah ketika kita bisa menerima seseorang selama kita sudah mengenal dia cukup jauh, tau kekurangan dan kelebihan orang itu.

Tapi kenyataan sekarang berbeda.

      Omongan orang itu benar.

Jeha tak bisa menyangkali itu. Bahkan mungkin Jeha hanya butuh waktu 0, 1 detik untuk jatuh hati pada Calvin.

Hangatnya bekas kecupan bibir Calvin masih terasa membekas dilehernya saat ini.

Tolong, biarkan untuk sesaat Jeha berhalu-halu ria. Nikmat mana lagi yang Jeha dustakan? Apalagi saat tokoh utama dalam kehaluannya itu sekarang berdiri tepat di depannya.

Jeha diam terpaku pada Calvin yang saat ini justru tersenyum nakal pada Jeha.

Calvin sialan. Kursus di mana sih dia bisa bikin cewek melting gini? Di kumon apa ya?

Nafas Jeha saling berbenturan dengan angin malam yang cukup kencang. Rambutnya dapat di pastikan kusut setelah ini.

"Woy Je, diam aja lo? Kenapa? Lo baru pertama kali di cium sama cogan kayak gue gini ya? I know that!"Ucap Calvin mulai kePDan, menghancurkan segala haluan indah Jeha.

"Kok tau sih lo?"
Tanya Jeha.

Calvin menyentuh hidung dengan jari jempolnya. "Terlihat jelas dari muka lo. Muka-muka kek lo gini nih keliatan banget gak pernah di sentuh cowok sebelumnya."

Itu gara-gara bapak ya!

"Emang iya. Pacaran aja gue gak pernah sama sekali. Dan lo tau itu semua karena siapa?"  tanya Jeha dengan tatapan mata menusuk. "Lo tau gara-gara siapa gue kehilangan kisah cinta masa muda gue?"

Calvin nyengir songong, tapi tak meninggalkan kesan cuakepnya.
"Lo pikir itu karena gue Je?"

"Ya menurut bapak aja!"

"Gini ya Je, lo itu jomblo emang karena gak laku, tanpa campur tangan gue pun, gue yakin lo bakal tetap hidup dalam kejombloan."
Ucap Calvin dengan angkuhnya. Kedua tangan Jeha sudah terbuka lebar membentuk sebuah cakram, sudah siap untuk mencakar wajah Calvin yang ngeselin.

"Arghh! Pengen gue cakar rasanya mulut lo!" Jeha sungguh geram. Kalau lupa dia itu siapa, sudah pasti sejak tadi dia mencabik-cabik mulut asal ceplos milik Calvin.

"Je, lo tuh harusnya bersyukur gak pernah pacaran tapi langsung di halalin sama cowok hits kayak gue gini. Asal lo tau aja ya, cewek di luar sana tuh banyak ngantri buat bisa deket sama gue."

"SHOMBONG AMAT SIH!"

"Oh jelas, gak sombong gak asik."
Calvin merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, seolah dia manusia paling WOW di muka bumi ini.

"Serah lo dah." Jeha males deh jadinya. Calvin tuh memang perusak suasana hatinya. Baru aja di bikin terbang, eh sekarang Jeha di bikin nyungsep senyungsep-nyungsepnya. Heleuh.

"Sono lo makan, keburu dingin tuh makanan lo. Udah gue capek-capek bawain ke sini, elo malah gak makan. Belom pernah di takol lo ya?!" omel Jeha, lalu kemudian kembali ke arah kamar, tapi sebelum itu dia berbalik badan memberi peringatan keras untuk Calvin. Jeha pikir belakangan ini Calvin lebih sering mempermainkan perasaannya, seperti adegan kecup-kecup leher tadi misalnya. Jika hari ini Calvin iseng mencium lehernya, besok apa lagi yang cowok itu mau cium?

Theory of 'Bucin'  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang