⚫Tiga Puluh Delapan

60.8K 5.7K 987
                                    

        

        Seandainya melupakan Calvin itu bisa secepat waktu saat Jeha jatuh hati pada Calvin, pasti sekarang rasanya tidak semenyakitkan ini. Tapi wajar saja melupakan itu lebih sulit daripada mengingat. Sejak kecil kan kita memang di ajarkan untuk mengingat bukan melupakan.

Sudah seminggu sejak keduanya berbicara di perpustakaan siang itu, siang yang mungkin akan meninggalkan bekas luka yang cukup lama di hati keduanya. Itu artinya seminggu lagi Calvin akan menikah dengan Keyzha, wanita pilihan Maminya Calvin.

Iya, Jeha tau kok dia layak di hujat karena tak berani berkata jujur pada Calvin, namun bagi Jeha, ini keputusan yang sangat berat. Di satu sisi Calvin suaminya, namun di sisi lain ada Bapaknya yang sedang terbaring kritis di rumah sakit. Mungkin gampang bagi beberapa orang untuk mengatakan kebenaran, namun tidak untuk Jeha. Ia tidak di perhadapkan pada pilihan yang mudah. Selesai bertemu Mami Calvin di restoran waktu itu, Jeha berniat ingin berbicara jujur pada Calvin, namun niat baiknya gagal saat membaca surat dari Freya.

'Ayah kamu sedang terbaring kritis saat ini di rumah sakit, hari ini dia harus segera di operasi karena mengalami luka cukup serius di organ dalamnya, kalo kamu sayang dengan bapak kamu, tinggalkan Calvin. Saya anggap uang seratus juta yang saya beri itu lunas begitu saja, soal biaya operasi bapak kamu biar saya yang urus. Kamu hanya perlu melepaskan Calvin untuk menikah dengan Keyzha. Pilihan ada di tangan kamu sendiri.'

Itu adalah isi surat yang Jeha baca. Jeha juga baru tau kalau Bapaknya ternyata bukan hanya babak belur di hajar penagih utang, tapi juga mendapatkan beberapa luka tusukan benda tajam yang membuat organ dalam tubuh beliau ada yang robek dan harus segera di operasi. Jeha bingung, hari itu juga bapaknya harus segera di tangani, lalu darimana ia harus mendapatkan uang untuk operasi bapaknya? BPJS saja ia tak punya. Terlambat sedikit, nyawa bapaknya dalam bahaya.

Jeha tau bapaknya memang sangat kasar, sering main tangan dan memberikan Jeha menjadi budak di rumah Calvin, namun bukan berarti bapaknya tak punya sisi baik. Jeha masih ingat, bapaknya dulu adalah sosok yang hangat, bahkan dia sampai bela-belain jualan koran hujan-hujan di lampu merah hanya supaya Jeha dan ibunya bisa makan untuk hari itu. Hebatnya lagi, bapaknya sampai gak makan agar anak dan istrinya bisa makan. Ya setidaknya itulah satu dari kebaikan yang bapaknya lakukan, toh bapaknya tidak akan berulah kasar jika saja bukan karena masalah ekonomi yang terus menghimpit, di tambah ibu yang sakit-sakitan, Bapaknya terpaksa ikut terjun jadi preman di pasar. Mungkin karena himpitan tuntutan ekonomi dan pengaruh pergaulan, bapaknya berubah menjadi pribadi yang kasar bengis.

Maafin gue Vin, gue harus nyelamatin nyawa bapak gue.

Sudah satu minggu sejak bapaknya di operasi, Jeha sampai gak masuk kampus untuk menemani Bapaknya di rumah sakit, karena memang hanya dialah keluraga satu-satunya yang bapaknya miliki.

Ibu tirinya? Jangan sebut wanita sialan itu. Dialah dalang dari semua yang memimpa bapaknya Jeha.

"Maafin bapak ya, Nak. Bapak dari dulu cuma bisa bikin kamu susah terus."
Ucap Bapaknya saat Jeha sedang menyuapi bubur dari rumah sakit.

Jeha diam tak menjawab, lagipula kalau di ingat-ingat lagi memang bikin kesal sendiri. Jadi Jeha mencoba untuk melupakan semua yang bapaknya dulu pernah lakukan.

"Nak, bapak sama sekali gak ada niatan berhutang. Beberapa bulan yang lalu, bapak buka usaha kecil-kecilan dengan uang yang di berikan sama suami kamu,"
Cerita bapaknya dengan penuh penyesalan. "Bapak pikir setidaknya meski sedikit-sedikit, bapak pengen bantu kuliah kamu, Nak. Tapi sayangnya ibu tiri kamu membawa semua uang dari hasil usaha bapak, mau tak mau bapak gak punya pilihan lain selain minta pinjaman ke rentenir untuk mempertahankan usaha bapak, tapi bukannya untung malah buntung."

Theory of 'Bucin'  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang