⚫ Tujuh Belas

61K 6.4K 611
                                    


      

             Masih gelap benar, Jeha sudah bangun. Selain karena buru-buru ingin lepas dari pelukan Calvin, Jeha juga harus tepat waktu berangkat ke kampus barunya, apalagi ini hari keduanya mengikuti OSPEK. Telat dikit, Jeha bisa di suruh jalan tiarap sambil menirukan suara kambing keselek. Kemarin Jeha melihat ada yang di hukum begitu hanya karena telat satu menit.

    Pakai baju? Sudah, rok hitam? Sudah, Jeha tinggal ikat cepol rambutnya, maka semua beres. Dia tak perlu berdandan heboh layaknya maba cewek kebanyakan yang tetap ingin terlihat cantik paripurna dalam keadaan berkeringat akibat OSPEK, kali-kali ada senior cakep yang lirik. Tapi buang jauh-jauh segala kehaluan versi wattpad begitu, Jeha sama sekali tidak punya waktu memikirkan itu. Boro-boro memikirkan dirinya sendiri, bangun tidur saja hal yang pertama yang ia pikirkan adalah mengurus segala keperluan cowok manja itu sebelum berangkat OSPEK. Termasuk menyiapkan sarapan seperti biasa, padahal Mbak Kantil sama Mbak mawar sudah memasak berbagai macam jenis makanan enak di meja makan, tapi memang dasar Calvinnya saja yang pekok.

Sembari ngaca, Jeha melihat pantulan Calvin di dalam cermin. Cowok manja itu benar-benar masih menikmati tidur pulasnya sambil memeluk erat guling.

Tanpa sadar Jeha tersenyum sendiri melihatnya. Lucu. Calvin yang tertidur seperti itu kayak anak bayi tak berdosa. Tapi begitu buka mata, sungguh Jeha sebal bukan main.

Eh tunggu deh...

Jeha baru ingat, semalam ia bermimpi seperti mendengar suara Calvin berbisik dekat dengan lehernya. Bahkan dalam mimpinya Jeha sempat merasakan seperti sebuah kecupan singkat di belakang lehernya.

Jeha memegang belakang lehernya, rasanya kecupan itu seperti nyata bukan mimpi.

Tanpa sadar sebuah senyum manis terukir di wajah Jeha.

"Mimpi apa gue semalam Calvin bisa semanis itu? Hahhaha. Namanya juga mimpi, eh kok gue jadi senyum gini sih?"

Plak.

Jeha menampar pipinya sendiri yang sekarang memerah di depan cermin.

"Je inget! Dia itu Calvin, cowok paling narsisme abad ini. Inget, lo gak boleh sampai ngebaper sama dia! Inget Jeha Oon!" Jeha membentak dirinya sendiri di depan cermin.

Jeha sudah selesai, dia hanya tinggal berangkat ke kampus.

Nametag gue mana ya? Perasaan semalam gue taroh dekat cermin.

Inilah ribetnya jadi Jeha, saking sibuknya mengurusi Calvin, keperluannya sendiri jadi terbengkalai. Mana lima belas menit lagi OSPEK akan di mulai.

Jeha dengan cepat membongkar laci dan lemari bajunya, kali saja nametagnya terselip di sana. Tapi hasilnya nihil, Jeha tak menemukan apapun.

Duh, di mana ya?

Tiba-tiba saja mata Jeha tertuju ke tempat tidur, di mana nametagnya sudah berada di dekat bantal Calvin.

Kok bisa nyampe ke sana sih? Perasaan jauh banget, tuh nametag bisa jalan kali ya?

Saat Jeha ingin menarik tali nametagnya yang terjepit di balik bantal tidur Calvin, entah kenapa Jeha malah terbawa suasana. Hatinya tak bisa menahan diri saat melihat Calvin yang tertidur pulas begitu polosnya, benar-benar seperti anak kecil yang, yang apa ya?

Imut. Ucap Jeha dalam hati, lalu untuk kedua kalinya pagi ini bibirnya tersenyum secara otomatis hanya karena memikirkan Calvin. Pertama saat bercemin dan mengingat mimpinya semalam, kedua saat ini. Jeha merasa mulai begitu bodoh, bagaimana bisa melihat Calvin tidur saja membuatnya senyam senyum gak jelas.

Theory of 'Bucin'  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang