⚫ Tiga Puluh Empat

58.6K 5.9K 737
                                    

     Song : BCL/saat kau pergi.
_

_

_

          "Jeha."

"Umm, kenapa?"

Calvin masih saja menggengam tangan Jeha, mereka berdua jalan kaki dari jalan raya, sampai ke rumah. Itu juga Jeha gak bakal mau kalau bukan Calvin yang ngusulin, di bilang capek sih pasti capek banget, tapi gapapa deh, Jeha senang juga bisa lebih lama pegangan tangan sama suami manjanya satu ini. Gak biasanya Calvin mau jalan kaki, padahal dulu ke warung aja minta naik mobil. Dasar orang sugih.

"Kita udah nyampe, Vin."
Ucap Jeha mengingatkan. Takutnya kalau Maminya Calvin a.k.a Mami mertua Jeha, melihat mereka berdua bergandengan seperti ini. Jeha takut mengingat permintaan beliau tempo hari yang memintanya bercerai dengan Calvin.

Calvin mengubah posisi tubuhnya menghadap langsung ke Jeha. Tangannya seakan masih berat untuk melepaskan tangan Jeha, ia ingin lebih lama bersama Jeha seperti ini.

"Jeha, gue--" tunggu, Calvin hampir saja mengutarakan perasaannya, tapi mulutnya terbungkam saat berpikir ulang. Belum saatnya, ia bahkan belum menyiapkan makan malam romantis, bunga mawar dan tentunya cincin.

"Lo kenapa Vin?"

"Hheehhe gapapa."
Calvin menggelengkan kepalanya seraya tersenyum manis pada Jeha. "Je,"

"Lo mau ngomong apa sih sebenarnya?"

"Ngghh, itu--"

"Apa?"

"Gue bisa minta lo janji sesuatu gak ke gue?"

"Tergantung, emangnya lo mau apa?"

"Jeha, lo bisa gak janji sama gue kalo lo gak bakal ninggalin gue apapun yang terjadi? Okay?" jari kelingking Calvin terulur untuk membuat Jeha bersepakat dengannya, namun tak sedikitpun Jeha menautkan jari kelingkingnya. Mungkin, jika Calvin melakukan ini sejak dulu, Jeha bisa berjanji. Tapi sekarang kenyataannya sulit. Jeha tak berani berjanji untuk tetap berada di samping Calvin, di saat dirinya sudah menandatangani kontrak perceraian.

"Jeha, kok lo diam?"
Tanya Calvin, ia memajukan lagi jari kelingkingnya, kali ini tepat ke wajah Jeha yang mulai menunduk. Tak berani menatap langsung pada mata Calvin.

"Hheehhe maaf Calvin," ucapnya dengan suara pelan, ia kemudian menurunkan tangan Calvin dari wajahnya. "Gue gak bisa janji." lanjutnya.

"Gue mau lo ngomong gitu sambil ngeliat mata gue." pinta Calvin.

Jeha tau, Calvin ingin mengetesnya sekarang, namun Jeha tak ingin terlihat berbohong. Dengan hati terluka, dia mengangkat wajahnya, dengan mata yang berkaca-kaca, Jeha memberanikan diri untuk menatap langsung ke dalam manik mata Calvin.

Deg.

Hati Jeha benar-benar tersayat melihat tatapan kecewa yang tergambar dalam mata Calvin, Jeha belum pernah melihat sorot mata kecewa Calvin seperti ini sebelumnya.

Namun ia memahami satu hal, Calvin sangat kecewa padanya.

"Ayo coba ngomong."
Tantang Calvin, tangannya terangkat untuk menopang dagu Jeha agar tidak menunduk lagi.

"G-gue gak janji bisa di sisi lo terus, Vin!"
Jeha berucap dengan suara lantang. Dengan susah payah ia mengucapkan kalimat itu sambil terus menatap bola mata Calvin. Membuat hati Jeha jauh lebih tersiksa.

Calvin tersenyum getir mendengar itu, genggaman tangannya perlahan mengendor, lalu akhirnya tak lagi menggengam tangan Jeha.

Jeha tak tau bagaimana perasaan Calvin saat ini, namun cowok itu tersenyum mengangguk-nganggukkan kepala seolah menerima keputusan Jeha.

Theory of 'Bucin'  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang