⚫Dua Puluh Satu [Author POV]

66.7K 7.1K 1.4K
                                    

   

          "Hani!" Jeha menoleh ke sebelahnya, di mana sudah ada cogan berwajah balsteran yang duduk di sampingnya, mana pake acara mepet-mepet lagi, berasa kayak lagi di busway kali ah. Iya, itu Gerald. Teman satu kelompok Jeha saat OSPEK. Ini adalah hari terakhir mereka mengikuti kegiatan yang menguras duit ini. Gimana gak menguras duit? Yang di minta sama seniornya saja snack-snack mahal yang di bungkus dengan teka teki. Seperti peti emas misalnya, alias coklat silver queen ukuran paling besar. Siapa yang gak bakal bangkrut kalau ikut OSPEK beginian, okelah buat orang yang punya banyak duit, lah tapi Jeha?

    "Eh Ger, gue kira siapa." Jeha membalas dengan senyum.

"Lo kira calon masa depan lo ya Han?"

"Sa ae ikan cupang." Balas Jeha. "Lo tumben gak telat." ledeknya pada Gerald.

"Lo juga Han, tumben pagian." Gerald balas tersenyum meledek ke Jeha.

"Eh Ger, selain karena faktor pengen kuliah, lo kenapa deh jadi pindah ke Indonesia? Bukannya di New Zealand enak ya banyak kambing." tanya Jeha sembari mengisi kegabutannya di mana para senior sedang memberikan materi yang kurang penting menurut Jeha, kebanyakan cenderung hanya menonjolkan senioritas gak penting.

Gerald menyikut lengan Jeha yang sudah bercucuran keringat karena terkena sinar matahari di lapangan.
"Gue pengen nyari istri orang indo Je, biar muka anak gue entar eksotis gitu." entah ini jawaban benar atau hanya gurauan Gerald semata, namun Jeha manut-manut saja.

"Orang Indonesia kan banyak yang item-item Ger, kenapa lo gak nyari istri bule aja kan cakep-cakep banyak yang putih bening mulus."

"Gak ah gue sukanya yang item manis, kayak lo misalnya." ucap Gerald lalu mengedipkan sebelah matanya ke Jeha.

"Kayaknya hobi lo baperin cewek ya?"
Untungnya Jeha bukan tipe yang mudah ambyar, tapi lain cerita jika itu sudah menyangkut soal Calvin. Calvin senyum aja, jantung Jeha bisa berdisko.

"Gak juga tuh, gak sembarang cewek gue baperin. Kecuali cewek itu masuk kategori menarik buat gue."

"Berarti gue termasuk kategori cewek yang menarik buat lo dong Ger?" mendengar pertanyaan Jeha barusan, Gerald kehilangan semua kata-kata dalam mulutnya, sekarang dia lebih memilih diam mendengarkan ocehan senior yang gak begitu penting untuk di simak.

Dasar, cowok playboy.
Batin Jeha. Tak ada niat ingin menjudge Gerald, hanya saja Jeha bisa tau hanya dengan sekali lihat kalau cowok satu ini seorang player. Tapi toh Jeha juga gak masalah dengan itu, urusan hati dan pertemanan itu kan berbeda. Biar saja Gerald begitu, yang penting Jeha jangan sampai memakan umpan yang di beri Gerald.

"Han, lo haus gak?"

"Gak, gue gerah pengen beli pempek aja rasanya." Jeha mengibaskan-ngibaskan tangannya di depan wajah, dia sudah tak tahan dengan hawa panas matahari di lapangan. Ini sudah lewat tengah hari, harusnya sekarang di beri waktu itu istirahat.

"Apa hubungannya sih Han."

Gerald kemudian menaruh sebuah botol minuman dingin di pipi Jeha.

"Dingin ya kayak sikap doi?" Canda Gerald, lalu kembali duduk di sebelah Jeha. Jeha bingung, kenapa dari sekian banyak teman cewek, Gerald selalu ingin nempel-nempel dengannya.

Plak.

GR sekali kamu Jeha.

"Gue gak punya doi sih." jawab Jeha lalu mengambil minuman itu. "Buat gue kan? Thanks ya."

Gluk, Gluk, Gluk.

Tenggorokan Jeha terasa segar saat di aliri minuman dingin rasa jeruk seperti ini.

Theory of 'Bucin'  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang