🌸 51 🌸

1K 99 3
                                    

Sakura menghembuskan napas yang tadi ditahannya. Entah kenapa ia menahan napas. Rasanya sangat gugup ketika tadi ia bertemu dengan Sasuke di lift. Mereka kini di jalan yang berbeda. Ya, jalan yang berbeda. Sakura sendiri yang sudah memutuskannya. Ia akan berusaha membunuh perasaannya pada pria Uchiha itu. Setidaknya, semoga saja usahanya dapat berhasil sedikit demi sedikit. Semoga.

Sakura mengetuk pelan pintu ruangan atasannya lalu masuk setelah seseorang berseru pelan dari dalam. Ia duduk disamping Naruto yang ternyata sedang membaringkan tubuhnya di sofa sembari main game ponsel. "Ini laporan keuangan bulan ini sampai kemarin," katanya sembari menyimpan berkas itu di meja kopi dihadapannya.

"Ah, menyebalkan! Bagaimana bisa aku kalah terus?!" Naruto mematikan ponselnya, kesal.

"Kau tidak berbakat main game, boss. Kau tahu itu," kata Sakura, tertawa kecil.

"Lama-lama kau seperti Ino, memanggilku seperti itu. Ini sudah semua?" tanya Naruto, mengalihkan topik pembicaraan. Sakura mengangguk. "Baiklah, terima kasih, Sakura."

"Kalau begitu aku permisi dulu," Sakura membungkuk hormat pada atasannya yang memandangnya geli.

Naruto meraih ponselnya ketika benda persegi panjang itu bergetar. "Hinata-chan! Oh, ya. Kau sudah dengar dari Sasuke?" Langkah Sakura terhenti diambang pintu ketika mendengar Naruto menyebutkan nama Sasuke. "Katanya sih Itachi membutuhkannya jadi dia harus pergi ... hm ... kira-kira kapan dia pergi? Oh, baiklah ... nanti malam? Tentu saja bisa hehe ..."

Sasuke akan pergi? Kemana?

Sakura menutup pintu ruangan atasannya. Duh, kenapa harus kepikiran lagi sih? Aku 'kan sudah bertekad untuk melupakannya! Ia menepuk keras kedua pipinya lalu mengaduh pelan. Raut wajahnya murung tiba-tiba.

Rasa itu masih ada.

Sakura menggeleng. Tidak! Aku harus berusaha! Tidak ada yang tidak mungkin! Iya, pasti begitu!

Begitulah yang dikatakannya. Tapi kini ia memasang raut wajah murung. Kenapa? Apa karena dirinya Sasuke pergi? Apa karena dirinya menjauhi pria itu, jadi dia memutuskan lebih baik pergi saja sekalian?

Duh! Masalah perasaan ini tak pernah ada habisnya!

.

.:0o0:.

.

"Nii-chan ... tinggallah disini lebih lama ya? Aku yang akan bilang pada Itachi-nii kalau kau tidak bisa pergi kesana!"

"Tidak bisa Hinata. Itachi butuh bantuanku. Jadi aku harus kesana," jawab Sasuke pelan seraya menyuapkan makanan kedalam mulutnya.

Hinata menggembungkan pipinya kesal. "Kau 'kan bisa mengunjungi kakakmu nanti," Mikoto —ibu mereka— berkomentar.

"Tidak mau! Sasuke-nii harus disini! Aku baru pulang kesini tiga bulan lalu dan Nii-san mau pergi lagi?! Nii-san tidak menyayangi adikmu ini ya?" Hinata memasang wajah memohonnya, tapi sayangnya itu tidak berlaku pada Sasuke.

"Sejak kapan kau jadi manja begini?" Sasuke menggeleng pelan, tak habis pikir. Adiknya saat ini benar-benar manja.

"Kau lupa? Sejak kecil Hinata 'kan sangat nempel padamu, Sasu," kata Mikoto, tertawa kecil.

"Ibu!"

"Apa? Memang benar 'kan?" Hinata kembali menggembungkan pipinya. Wajahnya memerah karena kesal dan malu.

"Aku cemburu. Kau bahkan tidak permah melarangku pergi, Hinata." Neji angkat suara.

"Ya. Kan masih ada Neji disini. Kau tak suka padanya?" tanya Sasuke. Uh, pertanyaan ini menjebak, batin gadis itu.

"Kalian menjebakku! Kenapa malah aku yang balik diserang!?" seru gadis itu kesal. Semua penghuni meja makan saat itu tertawa bersamaan, kecuali Hinata yang kesal.

Oh, indahnya membully adik bungsunya itu.

.

.:0o0:.

.

#Don't forget to vote and comments! It's means a lot to me!#

.

#Thank you!#

OursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang