Sela Kesalahan

7.5K 733 15
                                    

Hari Senin adalah hari di mana seluruh umat manusia ingin mengutuk hari itu. Termasuk diriku yang kini sedang berjibaku dengan macetnya jalan ibu kota. Sebenarnya aku malas menyetir ya karena betapa padatnya jalanan ibu kota ini, tapi hari ini aku memilih mengendarai mobil yang cukup lama aku anggurkan ini.

Sebenarnya jam masuk kerja di tempatku tidak terlalu baku harus berangkat jam berapa, kecuali saat ada pertemuan atau rapat. Bahkan sebenarnya di bagian data itu bisa take home. Tapi yang namanya manusia, apalagi aku, kalau di rumah tidak akan kelar pekerjaannya. Apalagi jika deadline mengejar, jam kerja tak ada gunanya, datang pagi pulang subuh. Nasib cungpret.

Akhirnya aku tiba di kantor tepat pukul delapan. Tidak terlalu telat. Sebenarnya jam masuk kantor setengah jam yang lalu, tapi memang bagian data dan IT adalah bagian yang paling fleksibel untuk masalah waktu, jadi datang jam segini sudah biasa saja kalau tidak ada rapat.

Aku menaruh tasku di atas meja dan menghampiri Mbak Mira yang tampak serius menganalisis data penjualan yang sepertinya sudah ditagih bagian Marketing.

"Mbak, udah sarapan belum?" tanyaku yang membuat Mbak Mira melirik sinis.

"Diem lo! Sana makan sendiri! Gue lagi serius, udah diminta Argi sebelum istirahat sekalian interpretasi dan visualisasinya. Nggak tahu disuruh presentasi juga nggak ini." Aku mengerucutkan bibirku kesal mendengar jawaban ketus Mbak Mira.

"Nggak asik lo."

Mbak Mira menatapku sekilas. "Gue gini juga gara-gara pujaan hati lo."

Mulut Mbak Mira ya. Aku melihat ke seluruh ruangan. Baru William yang datang dan tampak menggunakan earphone yang menyumpal di telinganya. "Jangan buat gosip, Mbak!"

"Bodo amat, sana pergi, ganggu aja!"

Aku memcebik, lalu meninggalkan Mbak Mira dan menuju ke kantin untuk sarapan. Masih pagi begini belum terlalu ramai dan belum ada pesan atau email masuk untuk deadline. Sepertinya hari ini cukup santai, tapi tak tahu nanti, karena data bisa berubah setiap detik, bekerja sebagai DA memang harus siap setiap saat untuk berkutat dengan data.

Aku segera memesan makanan dan memilih bangku kosong di dekat jendela. Aku menikmati mulai menyeruput minumanku, tiba-tiba ada yang duduk di hadapanku yang membuatku melotot kesal. Aku mendengus saat lelaki itu tanpa izin sudah dengan khidmat mulai menyeruput minuman miliknya.

"Kanapa, Rat, lihat gitu? Terpesona ya? Kalau iya, ayo balikan!" kata lelaki itu dengam penuh percaya diri.

"Kamu mabuk, Gam?"

Lelaki itu tersenyum dengan lebar. "Iya, mabuk cintamu, Rat."

Nendang orang tidak dosa 'kan? Kalau tidak aku siap nendang manusia di hadapanku ini. "Aku tiba-tiba nggak nafsu makan, Gam."

"Kenapa? Nafsunya pindah ke aku ya? Aku siap kok jadi pelampiasan nafsu kamu kok, Rat," ucap Gamilang dengan senyum mrnggoda nan menjijikkan.

"Gam, gue bawa garpu nih!" kataku yang kini merubah gaya panggilanku pada lelaki itu sambil mengacungkan garpu di depan wajahnya.

Lelaki itu meringis. "Kok jadi 'gue' sih, Rat?"

"Mulut gue terasa kebas pakai aku-kamuan."

Aku mulai memakan makanan yang sedari tadi tidak tersentuh karena meladeni celotehan tidak jelas Gamilang. Semakin hari kurasa gombalan Gamilang semakin naik tapi semakin membuatku geli, apalagi jika teringat kelakuan dia dulu yang membuatku meninggalkannya.

Kulihat lelaki itu juga mulai memakan hidangan yang tersaji di hadapannya. Lelaki itu makan sambil terus menatapku dengan mata sipitnya yang tampak menggemaskan. Aku akui, aku suka mata sipit Gamilang tampak lucu saat lelaki itu tersenyum hingga seperti menghilang.

Sela [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang