"Ratih!" Aku menghentikan langkahku. Aku terdiam sejenak. Aku kenal suara itu.
Aku masih terdiam, sungguh aku tak berniat untuk menoleh. Mendengar suara itu saja aku yakin pasti aku akan diwawancara bak seorang narapidana pelaku pembantaian manusia. Aku tahu orang itu kini mendekat ke arahku.
"Noleh kek, kalau dipanggil malah matung!" Aku memutar bola mataku malas.
"Ada apa, Mbak Mira? Gue buru-buru ini," kataku dengan kesal.
Mbak Mira menyipitkan matanya. "Lo bisa jelasin, pas tadi rapat itu apa?"
Aku mengembuskan napasku. "Males gue kalau ditanyain hal nggak penting kayak gini."
Aku melanjutkan langkah kakiku menuju ke parkiran, tapi Mbak Mira langsung menarik tanganku yang membuatku menghentikan langkah dan menatap malas wanita itu. "Lo sama Gamilang saling kenal?"
"Mbak, jam makan siang gue akan terbuang sia-sia. Kalau mau tanya dengan pertanyaan nggak penting itu jangan sekarang! Nanti gue ceritain semuanya." Aku melepaskan cekalan tangan Mbak Mira dan siap kembali berjalan.
"Gue ikut lo makan ya?"
Aku menatap wanita itu garang. "Gue udah ada janji makan siang sama orang lain."
Mbak Mira menatapku dengan curiga. "Lo punya gebetan baru?"
Aku mencebikkan bibirku kesal. "Nanti aja pulang kerja gue ceritain semua ke lo, Mbak. Udah ah, gue keburu ditinggal."
Aku akhirnya bisa meninggalkan Mbak Mira tanpa ditahan lagi. Mbak Mira adalah temanku cerita, setidaknya mulutnya tidak akan bocor saat aku cerita meskipun hobi gosipnya sudah mendarah daging. Mbak Mira sendiri seniorku di perusahaan ini, dia masuk sebelum aku masuk ke sini setahun yang lalu. Mbak Mira, Mas Abra dan Mas Argi yang masuk di sini sebelum aku. Mas Abra dan Mas Argi sudah cukup lama di sini, mereka bahkan sudah bekerja di sini sebelum divisi ini dibentuk. Dulu mereka bekerja di divisi IT dan Programmer.
Aku sendiri dulu pernah bekerja di sebuah bank di divisi yang sama selama satu tahun dan sebelumnya aku bekerja menjadi Data Analyst di sebuah hotel, hingga akhirnya pindah karena suatu hal.
Sesampainya di parkiran aku mengedarkan pandanganku untuk mencari mobil milik Mas Argi. Akhirnya aku menyetujui untuk makan siang bersama pria yang katanya sedang mendekatiku itu. Dan lelaki itu tak menanyakan apapun lagi selain mengabarkan untuk bertemu di parkiran.
"Lama sekali kamu." Aku berjengit saat mendengar suara di belakangku.
Aku menoleh ke belakang. "Maaf, Mas, tadi ada masalah sedikit."
Iya masalah Mbak Mira yang super kepo itu sampai membuatku merasa tidak enak ke Mas Argi yang sudah menungguku. Tapi apakah aku akan merahasiakan kedekatanku dengan Mas Argi pada Mbak Mira atau cerita saja. Tapi rasanya aku belum benar-benar siap untuk cerita masalah Mas Argi, karena lelaki ini masih begitu abu-abu bagiku.
Aku melihat Mas Argi melirik jam tangannya. "Yuk cepat! Biar nggak telat masuk."
Aku mengangguk dan mengikuti langkah Mas Argi menuju ke mobilnya. Bersama Mas Argi memang banyak diam seperti ini dan sedikit terasa canggung. Tapi biatlah berjalan seperti ini dulu, aku akan mengikuti arusnya nanti.
"Kamu kepingin makan di mana, Shir?" tanya Mas Argi saat Mobil mulai berjalan keluar dari parkiran.
"Eh, saya sih mana aja mau, Mas. Soalnya saya juga bingung kalau disuruh milih."
"Bakmi GM nggak papa, 'kan?" tanya lelaki itu yang kini sedang fokus ke jalanan.
Aku mengangguk dan tersenyum samar, Mas Argi sangat berbeda dengan lelaki yang sebelumnya sempat dekat denganku. Biasanya mereka akan terus menanyaiku tanpa memberi saran dan menyuruhku untuk memilih, tapi bersama Mas Argi, semua menjadi terasa lebih baik. Tidak begitu menuntut tapi setidaknya mengambil tindakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sela [Completed]
ChickLitCompleted. sela /se·la /n 1 tempat (ruang) di antara dua benda (barang) ; 2 celah ; 3 sesuatu yang tersisip (terletak) di antara benda-benda dan sebagainya Ratih mempunyai prinsip tak akan mengulang kembali pada masa lalu, tapi prinsipnya seolah han...