Sela Penundaan

7.2K 646 3
                                    

Hari ini merupakan hari di mana anak baru yang menggantikanku sudah masuk. Akhirnya setelah menanti selama satu bulan, sudah didapatkan kriteria pegawai yang sesuai. Dan aku masih akan ditahan di sini selama satu bulan sampai cuti lebaran dan sekaligus menjadi mentor karyawan baru.

"Rat, anak barunya satu apa sudah dua sih yang masuk?" tanya William yang baru saja memasuki ruangan DA.

"Dua, Will. Cowok semua. Lo bantuin gue mentorin yang satunya ya, Will?" pintaku yang merasa tak sanggup mementori dua karyawan sekaligus.

"Yang mau naik jadi lead team siapa emang? Suruh dia aja, kan buat latihan jadi leader!"

Aku tersenyum penuh arti. "Bukannya lo, Will? Mbak Mira nolak soalnya, dia kayaknya mau serius sama tunangannya dan nggak mau terlalu sibuk, Will."

William mengumpat dengan kencang, "Setan! Nggak ada omongan sama sekali tentang itu, Rat! Jangan ngada - ada deh, Rat!"

Aku hanya terkikik geli. Tapi enggan membalas ucapan William. Di ruangan itu hanya ada aku dan William, yang lain belum datang, Mas Argi tadi berangkat bersama, tapi dia ada urusan di luar. Seketika aku melihat angka kalender yang tertera pada ponselku. Harusnya hari ini aku masih dalam masa cuti pasca menikah. Harusnya, kemarin menjadi hari resepsiku, tapi keadaan seolah memaksa untuk mundur.

"Gloomy amat muka lo, Rat?" Suara Mbak Mira langsung membuyarkan lamunanku.

"Kenapa lo, Rat? Takut Mas Argi ngambek gara - gara bakal ada anak baru cowok?" timpal Fia yang kini sudah duduk di kubikelnya.

Mas Abra yang baru saja datang ikut menghampiriku di depan kubikelku. "Kenapa, Rat? Marahan sama Argi?"

Aku menggeleng. "Gue cuma lagi mikir, harusnya hari ini gue lagi cuti sama Mas Argi setelah resepsi."

Mbak Mira menepuk kepalaku. Dia tampak kesal. "Rat, lo nikah tinggal dua bulanlagi, masih aja nggak sabar."

"Mbak harusnya kemarin gue resepsi, tanggal 19 dan harus mundur jadi tanggal 7 Juni, satu setengah bulan lagi itu, Mbak, lama."

"Kalau nggak tahan, DP aja dulu, Rat!" seru William yang langsung kulempar dengan bolpoin di mejaku.

Saat sedang ricuh dan tak terkendali ini, tiba-tiba suara ketukan pintu membuat kami semua saling tatap. Tanpa ada yang menyahuti, pintu terbuka dan menampilkan sosok Mbak Hifa, staff HRD dan dua orang lelaki yang usianya sepertinya seumuran denganku, yang aku yakini karyawan baru masuk ke dalam ruangan Da yang masih mengumpul di depan kubikelku.

Hifa tampak menggelengkan kepalanya. "Pak Argiantara nggak ada ya, sampai kalian bisa ngerumpi gitu?"

Kami semua seketika meringis. "Ini, Hif, kita lagi bantuin Ratih yang habis kepleset."

Aku sudah ingin membatah perkataan Mbak Mira, sebelum wanita itu mencubit lenganku. Aku menjerit karena cubitan Mbak Mira benar-benar tak berperasaan.

Mbak Hifa menghampiriku dan menyuruh karyawan lain untuk duduk di tempat masing-masing dan anak baru di tunjukkan kubikel yang masih kosong di antara kubikel Mas Abra dan William dan extend di sampingku.

"Kamu nggak apa - apa, 'kan, Rat?" tanya Mbak Hifa sedikit khawatir.

Aku menggeleng. "Nggak papa, Mbak. Mereka aja yang lebay."

Wanita satu anak itu mengangguk. "Sena, Akmal, ini Ratih yang bakal jadi mentor kalian. Untuk yang lain nanti kalian kenalan sendiri saja!"

"Eh, Mbak, gimana kalau saya mentorin satu saja? Yang satunya sama William yang nantinya bakal jadi team lead."

Sela [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang