Sela Kesibukan

6.7K 806 30
                                    

Lembur membuatku harus rela mengorbankan waktu rebahanku yang sungguh berharga. Rasanya menyebalkan, tadi setelah presentasi hasil analisis ke bidang manajemen, aku mendapatkan tugas analisis baru dan besok akan ada rapat bersama Pak Shaka. Harusnya sih tadi sudah selesai, tapi Mas Abra sebagai lead team ngecek ulang, dan ada yang salah. Aku tidak teliti yang berakibat fatal hingga membuatku lembur sampai sekarang, pukul tujuh malam.

"Lo bawa pulang aja, Rat! Nanti malam kirim ke gue hasilnya." Mas Abra angkat suara sambil mulai tampak mengemasi barangnya.

"Mas Abra pulang duluan aja! Gue di sini dulu, tanggung ini, Mas." Mas Abra tampak menimbang apa yang akan dilakukannya.

Mas Abra menatapku ragu. "Lo nggak papa gue tinggal di sini sendiri? Atau mau gue cariin anak DS atau DE buat nemenin?"

Aku tertawa pelan. "Santai, Mas. Udah gue nggak papa sendiri. Di kantor juga masih banyak yang lembur. Sana pulang! Udah dicariin istri tuh."

Mas Abra menghampiriku dengan menggendong ranselnya. "Yaudah, gue balik. Lo hati-hati. Kalau ada apa-apa hubungi gue atau siapa ya!"

Aku mengangguk sambil memberikan hormat kepada Mas Abra. Mas Abra memang seperhatian itu. Di antara kami dia yang sifatnya paling dewasa, wajar sudah punya anak dan istri, jadi beda.

Aku mulai kembali fokus mengerjakan analisis data yang cukup memusingkan ini. Beberapa kali ponselku bergetar tak kuhiraukan. Lebih baik aku menyelesaikan tugas ini daripada meladeni gosip atau apapun itu yang ada di ponsel. Perutku sudah mulai meronta-ronta untuk diisi yang sejak tadi siang aku tak makan sama sekali.

Aku sedang fokus menganalisis dan mencoba memvisualisasikan, tapi memang analisis kali ini cukup susah untuk menemukan faktor penyebabnya, terlalu banyak variabel di sini. Aku mendengar derap langkah kaki yang mulai mendekat, kupikir mungkin satpam yang akan bertanya sampai jam berapa aku di sini, tapi sebuah gelas plastik berisi es kopi diletakkan di atas mejaku. Aku mendongak untuk melihat siapa pelakunya. Hal pertama yang aku lihat adalah sepasang mata tajam yang sedang menatapku.

"Mas Argi?" Aku terkejut dengan kedatangan manusia tampan satu ini.

Lelaki itu tak menjawab, hanya menarik kursi dan duduk di sampingku. Lelaki itu tampak melirik ke laptopku, lalu menghela napasnya. Mas Argi tidak mengenakan kemeja formal atau setrlan kerja seperti biasanya, lelaki itu mengenakan kaus berlengan pendek berwarna hitam dipaduka celana jeans warna moka selutut.

"Mas Argi sampai Jakarta kapan?" tanyaku mencoba mencairkan suasana.

"Jam empat tadi baru sampai. Istirahat sebentar, lalu pas tahu kamu lembur sendiri di kantor, saya langsung ke sini," jawab Mas Argi yang membuatku merasa tidak enak.

"Mas Argi ngapain ke sini? Mas harusnya istirahat aja, besok udah kerja lagi dan rapat pagi." Sungguh aku merasa khawatir dan tidak enak pada Mas Argi.

Lelaki itu mengambil bungkus plastik berisi beberapa kotak. "Kamu udah makan?" Aku menggeleng. "Siang makan nggak?"

"Nggak sempet makan tadi," jawabku yang kini mulai kembali mengamati laptopku.

Lelaki itu berdecak, lalu mengambil kopi yang aku kira buatku. Lelaki itu meminumnya tanpa dosa. Ini orang maunya apasih. Aku melirik Mas Argi yang tampak sedang asyik meminum kopi sambil bermain ponsel. Jalan pikiran lelaki ini memang sulit ditebak.

Mas Argi bangkit dan berlalu yang membuatku mengerutkan kening. Itu orang kenapasih? Bantuin tidak, ngasih makan atau minum juga tidak. Sekarang pergi tanpa pamit. Sudah tahu aku lagi sibuk, minimal dibawakan makan atau apa gitu. Aneh memang. Dasar Mas Argi bukannya membantu malah membuat konsentrasiku buyar, kalau sampai aku salah analisis lagi, itu semua salah Mas Argi.

Sela [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang