Hari Minggu siang kuhabiskan untuk berdiam diri di kedai kopi dekat apartemen. Aku memikirkan apa saja yang terjadi padaku akhir - akhir ini. Mulai dari kehadiran Mas Argi yang tiba-tiba mendekatiku, kedatangan Gamilang serta fakta yang dibeberkan dari pertemuanku dengan Ivanka.
Aku menyeruput kopi hitam yang masih tampak mengepul asapnya. Rasa pahit seketika mengaliri tenggorokanku. Kepalaku memang terasa penat, memikirkan Mas Argi yang sampai saat ini tak mengabari sama sekali. Aku merasa tak dianggap. Kenapa begitu mengesalkan?
Kuletakan kembali cangkir yang berisi kopi itu lalu entahlah tak ada yang aku kerjakan di sini. Aku hanya ingin menghilangkan penat dengan meminum kopi, itu saja. Sepertinya aku butuh teman untuk cerita, tapi Mbak Mira dan William tidak bisa. Hanya mereka memang yang ingin aku ceritakan.
"Galau mulu lo!" Aku mendongak, melihat orang yang kini berdiri di hadapanku. Mataku melebar sempurna. "Sombong sekarang. Sok sibuk bamget."
"Arka! Miss you so bad." Aku segera berdiri dan menubruk tubuh jangkungnya.
"Halah, sok - sokan 'miss you so bad', padahal lo sombong sok sibuk. Ngehubungi aja nggak pernah." Ampun deh mulit Arka sebelas dua belas dengan William.
"Lo yang sombong. Gak ada ngehubungi gue sekalipun."
Lelaki itu mendorong kepalaku. "Lo aja lupa sama gue. Padahal nomor gue masih lo simpen."
Kulepaskan pelukanku, lalu memukul lengan lelaki itu dengan kesal. "Ngaca sono lo!"
Arka duduk di hadapanku yang kini sudah kembali duduk. Lelaki itu tampak melirik ke arah kopiku. "Lo ada masalah?"
Ah, lelaki ini. Dia paham sekali kalau aku minum kopi hitam, berarti aku ada masalah. "Gue bingung, Ka."
"Ceritain aja! Udah lama gue nggak denger keluh kesah lo."
Aku menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisku. "Gue dilamar."
Lelaki itu tampak memincingkan matanya. "Kapan? Siapa yang mau nikah sama lo?"
Aku melempar tisu ke wajah Arka yang bikin kesel itu. "Banyak yang ngantri tahu ... Namanya Argiantara. Atasan gue di kantor."
"Lalu apa masalahnya? Lo nerima juga."
"Masalahnya dia kayak nggak peduli sama gue. Dia pulang ke rumah orang tuanya, tapi saat gue tanya, dia bilang lupa ngabarin, Ka," jelasku dengan suara yang melemah.
"Lemah banget lo! Jangan sok tersakiti! Orang tuh beda - beda karakternya, Rat." Arka memang sesosok teman yang enak buat diajak cerita. Arka akan memberikan pendapat secara objektif.
"Gamilang kerja di tempat gue, Ka."
Lelaki yang tampak sedang menulis minuman yang akan dia pesan itu menghentikan kegiatannya. Lelaki itu menatapku dengan tajam. "Lo nggak suka sama dia, 'kan?"
Aku menggeleng. "Kalau gue suka, nggak mungkin gue terima lamaran Mas Argi."
"Ya baguslah, lo nggak goblok - goblok amat."
Aku menatap Arka yang sedang berdiri untuk memberikan pesanannya ke kasir itu dengan kesal. "Lo tahu prinsip hidup gue, Ka."
Lelaki itu berlalu. Aku menunggu sambil menggerutu. Tak berapa lama, Arka kembali dan duduk di hadapanku. Lelaki itu menatapku dengan intens. Kuyakin, lelaki itu sedang ingin memberikan penilaian atau pendapat padaku.
"Selain itu apa lagi yang lo pusingin? Masalah lo nggak gede banget sampai lo kelihatan stres begini."
"Gue kemarin ketemu cewek yang gue kira selingkuhan Gamilang dulu. Dia cerita semuanya. Ternyata Gamilang nggak pernah selingkuh dari gue, Ka." Kuceritakan apa yang mengganjal.
![](https://img.wattpad.com/cover/205824847-288-k607063.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sela [Completed]
ChickLitCompleted. sela /se·la /n 1 tempat (ruang) di antara dua benda (barang) ; 2 celah ; 3 sesuatu yang tersisip (terletak) di antara benda-benda dan sebagainya Ratih mempunyai prinsip tak akan mengulang kembali pada masa lalu, tapi prinsipnya seolah han...