Aku terbangun dari tidurku malam ini saat suara tangis Raskha melengking di telingaku. Aku membuka mataku yang belum lama terpejam ini, lalu menyibak selimut serta menyingkirkan tangan Mas Argi dari perutku.
Dengan badan lelah dan mata masih mengantuk, aku mendekati ranjang bayi Raskha. Anak lelakiku itu wajahnya memerah dan pipi tembamnya dibanjiri air mata. Bukannya segera menggendong, aku lebih suka menggoda putraku ini.
Kucubit pelan pipi tembamnya yang semakin membuatnya menangis dengan kencang. Aku terkekeh, lalu kupegang popoknya untuk memastikan apakah dia ngompol atau bagaimana. Ternyata masih kering. Aku mengembuskan napasku, lalu kuangkat tubuh mungilnya ke dalam gendonganku.
"Kenapa Sayang? Haus?" tanyaku dengan pelan.
Aku melangkah menuju ranjang yang tadi aku tiduri. Aku duduk di sana sambil menyusui bayiku. Aku melirik Mas Argi yang masih terbaring pulas di sampingku. Mas Argi memang kalau tidur sudah seperti orang pingsan, mau ada gempapun dia akan sulit bangun.
"Kenapa bangun?" Suara serak dan setengah ngatuk Mas Argi membuatku menoleh ke arah suamiku.
"Anak kamu nangis. Haus dia," jawabku masih dengan posisi memangku Raskha sambil menyusui.
Mas Argi merubah posisinya menjadi duduk dengan punggung menyandar pada kepala tempat tidur. Lelaki itu mencolek pipi Raskha yang membuat bayi itu melepaskan mulutnya dari puting payudaraku. Aku menatap Mas Argi kesal. Tangan Raskha sibuk menyingkirkan tangan papanya yang jahil itu.
"Gantian, Ras. Papa juga pengen," kata lelaki itu yang membuatku melotot lebar.
"Mas Argi, anaknya jangan diajarin yang enggak-enggak ya!"
Mas Argi menatapku polos. "Aku nggak ngajarin yang jelek kok, Ra. Kan aku memang pengen juga, masa Raskha terus yang dapat."
Aku menyerahkan Raskha ke pangkuan suamiku itu. Dan segera membenahi pakaianku. Mas Argi masih saja mengusili anaknya dengan memainkan pipi gembul itu, kadang Mas Argi yang gemas dengan pipi Raskha menciumnya dan sengaja menggesekkan bulu cambangnya yang membuat Raskha menggeliat kegelian dan maraup wajah papanya.
Aku menggeleng melihat ayah dan anak itu. Raskha juga tak menangis walau diusili oleh ayahnya. Aku memilih meraih ponselku dan membuka aplikasi Wattpad yang mendentingkan notifikasi. Aku melebarkan mataku dan berseru.
"Ah, cerita Windayu update. Aku mesti baca!"
Mas Argi menoleh ke arahku. "Windayu? Adikku? Ada ceritanya, Ra?"
Aku mengangguk dengan antusias. "Iya, Mas. Kayak kita gini ada ceritanya."
Mas Argi tampak cemberut. Aku menatapnya heran. "Cowoknya siapa? Nanti aku bakal terganti dong sama cowok lain."
Aku mencibirnya, "Sok banget kamu, Mas. Lagian ya, Mas, cowok di cerita Winda tuh bikin gregetan, udah playboy gagal move on lagi."
Mas Argi mengerutkan keningnya. "Ah, aku harus bilang ke Winda, suruh balik aja ke Jogja kalau gitu. Aku nggak mau ya, adikku disakiti."
Aku mencubit pinggangnya. "Mending Mas Argi baca dulu deh! Nggak usah ngatur-ngatur dulu!"
Dengan muka masam, lelaki itu meletakkan Raskha dengan pelan ke ranjang. Lelaki itu meraih ponselku dan membacanya sejenak.
"Jadi aku nggak mungkin terganti di hati pembaca 'kan, Ra?"
Aku tersenyum lalau menggeleng. "Kalian berada di cerita yang berbeda, kalian punya kisah masing-masing, kamu tetap ada di hatiku dan pembaca lain dan Arka pasti punya tempat sendiri, Mas. Jadi mending kamu baca aja!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Sela [Completed]
Romanzi rosa / ChickLitCompleted. sela /se·la /n 1 tempat (ruang) di antara dua benda (barang) ; 2 celah ; 3 sesuatu yang tersisip (terletak) di antara benda-benda dan sebagainya Ratih mempunyai prinsip tak akan mengulang kembali pada masa lalu, tapi prinsipnya seolah han...