Epilog

15.6K 678 8
                                    

Menjalani rumah tangga bukan hal yang mudah. Selama beberapa bulan ini buktinya. Tapi, itu bukan menjadi alasan untuk takut menikah. Mas Argi itu lelaki luar biasa.

"Yang, kamu di mana?" panggil Mas Argi yang tadi pagi membuatku kesal karena salah membeli makanan yang aku inginkan.

"Aku sebel sama kamu, Mas. Aku nyuruh kamu beli rujak ulek yang buahnya diparut, kenapa beli rujak buah yang dipotong!" seruku dengan kesal.

Mas Argi membuka pintu kamar yang menjadi tempatku bersembunyi. Aku memandang lelaki itu dengan kesal. Dia salah membelikan aku rujak.

"Tadi kamu cuma bilang rujak aja, Yang. Kamu nggak bilang rujak ulek."

Mendengar pembelaannya, aku langsung menangis. Dasar lelaki, sudah salah nggak mau ngaku, kebanyakan alasan. "Banyak alasan kamu, Mas."

"Oke, aku minta maaf, sekarang aku beliin rujak uleknya?" katanya dengan wajah frustasi. Nada bicaranya sedikit meninggi.

Aku semakin terisak. Mas Argi tadi membentakku. Mas Argi pasti marah padaku, tapi ini juga bukan keinginanku seperti ini.

Mas Argi tampak mengusap wajahnya. "Sekarang kamu mau aku beliin rujak ulek?"

Suara Mas Argi berubah lembut, aku segera menggeleng dan terisak. "Sudah nggak pengen!"

"Sekarang mau apa lagi?" tanyanya yang terdengar berusaha sabar.

Aku merentangkan tanganku. "Peluk! Mau dipeluk."

Lelaki itu tampak tersenyum dan langsung menhampiriku dan mendekap tubuhku begitu erat. Ah, rasanya begitu nyaman. Dia lelaki yang terakhir aku lihat sebelum memejamkan mata dan yang pertama aku lihat saat membuka mata.

"Mas, mau cium," rengekku yang membuat Mas Argi mengecup dahiku. "Ih, di sini!" kataku sambil menunjuk bibirku.

"Dengan senang hati, Sayang," ucap Mas Argi yang langsung mencium bibirku. "Mau apa lagi?"

Aku menggeleng, lalu bersandar di bahunya. "Aku cantik nggak, Mas?"

"Cantik saking cantiknya aku sampai nggak bisa berpaling. Kamu itu penyempurnaku, Sayang. Biarpun kamu sekarang tambah berat, tapi aku suka."

"Kamu ngatain aku gendut?" tanyaku dengan mata berkaca - kaca. "Aku gendut juga karena kamu, Mas. Kamu yang buat aku gendut gini."

"Iya, karena kamu mengandung anak kita. Sudah, Sayang. Kamu cantik di mata aku, mau bagaimanapun bentuk badanmu."

Aku segera menatapnya kesal. Aku kembali menangis. Aku tak suka dikatai gendut. Lagian aku gendut juga karena hasil kecebong dia. Siapa suruh bikin aku hamil.

"Yang, jangan marah. Kamu tahu, kamu itu pendamping sempurna buatku. Kamu itu pengisi sela yang pas buat aku, Sayang," katanya berusaha membujukku.

Aku mengusap air mataku. "Mas, aku boleh minta sesuatu nggak?"

Lelaki itu segera menegakkan tubuhnya penuh antisipasi. "Kamu mau dibeliin apa? Rujak ulek? Soto? Atau apa, Yang?"

Aku tersenyum lalu menggeleng. "Aku mau kamu, Mas."

End of Epilogue

Terserah Rara aja, mau Argi gimana. Biarin aja udah...


Shay
Rabu, 08/07/20

Sela [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang