Sela Penutup

11.5K 650 8
                                    

Hari ini, hari terakhir aku berangkat kerja. Seminggu setelah tahu aku sedang hamil, Mas Argi semakin protektif padaku. Setelah cek kandungan minggu lalu dapat diketahui bahwa usia kandunganku saat ini sudah enam minggu.

Dalam masa kehamilanku kali ini benar-benar cukup repot, setiap pagi aku selalu mual dan muntah. Indera penciumanku benar-benar sensitif, selain itu, perasaanku juga sensitif. Sebentar - sebentar nangis, ngambek dan tiba-tiba bisa tertidur di mana saja.

Aku memasuki ruangan diikuti Mas Argi di belakangku membawa kardus berisi undangan resepsi pernikahan kami. Aku segera duduk di kubikelku, Mas Argi menaruh kardus itu di meja dekat pintu.

"Will, tolong bagiin undangannya dong!" perintah Mas Argi pada William.

William segera membagikan undangan ke masing - masing meja. "Mas, bagian lain nanti aja,  Ya?"

Mas Argi mengangguk. Lalu berjalan ke arah kubikelku. "Nggak ada yang sakit, 'kan, Yang?"

Aku menggeleng. Meski tadi pagi sempat muntah - muntah, tapi sekarang semuanya sudah membaik. Tak lama, karyawan lain datang dan melihat undangan sudah bertengger di meja mereka.

"Ratih akhirnya beneran nikah!" seru Mbak Mira dengan senang.

Di kantor ini yang mengetahui kehamilanku hanya William. Aku masih menyembunyikannya. Ini juga untuk kebaikan hubunganku dan Mas Argi.

Fia tiba-tiba berdiri dan menatapku. "Lo sama Mas Argi udah nikah? Ini undangan buat resepsi?"

Aku meringis. Ternyata Fia begitu teliti, karena diundangan itu tercetak jelas tanggal akad nikahku dan Mas Argi. Aku menatap Mas Argi agar suamiku itu yang menjelaskan saja.

"Lo nggak kebobolan, 'kan, Rat?" tanya Mbak Mira heboh. "Udah hampir dua bulan kalian nikah, tapi nggak bilang apa - apa? Gila!"

"Saya dan Shira memang sudah nikah dan sekarang Shira sedang mengandung anak kami." Mas Argi akhirnya menjelaskan.

"Ratih hamil di luar nikah?" tanya Fia dengan wajah tak percaya.

Aku mencebikan bibirku. "Ngawur. Gue nggak aneh - aneh sebelum nikah. Ini gue hamil setelah nikah."

"Jadi Mbak Ratih dan Mas Argi jalin hubungan diam - diam gitu?" tanya Sena dengan polosnya.

Kini semua karyawan di ruangan ini sedang mengerumuniku setelah seruan Fia tadi, dan satu orang saja di sini yang tampak biasa saja, yaitu William.

"Ini juga saran dari atasan. Jadi, ya terpaksa nyembunyiin sampai sekarang."

"Mas Argi, gimana rasanya nikah?" tanya Fia yang terdengar aneh.

Tapi sepertinya tanggapan Mas Argi benar-benar di luar dugaan, lelaki itu tersenyum. "Bahagia jelas. Apalagi semenjak tahu Rara hamil, saya benar-benar bersyukur."

"Ini nanti buka bareng aja yuk! Sambil pesta perpisahan Ratih,"  saran Mas Abra.

Mas Argi tampak melihatku sejenak. Aku mengangguk. "Ya sudah, nanti kita di rumah makan depan saja."

"Siap, Pak Bos!" seru William semangat.

"Yang, aku ke ruangan dulu, kalau ada yang sakit, atau ada apa - apa langsung masuk ke ruangan ya," katanya setelah mencium keningku dan berlalu ke ruangannya.

Setelah itu teriakan dan umpatan terdengar jelas memenuhi ruangan ini. Dasar manusia penuh iri. Ada - ada saja. Dan aku menjadi bulan - bulanan untuk diintrogasi entah sampai kapan.

***

Setelah resmi resign aku benar-benar hanya di rumah sambil menunggu Mas Argi pulang kantor. Aku kini telah pindah ke rumah yang dibeli Mas Argi. Sesekali mama ke sini untuk membantuku memasak karena beliau tahu aku tidak tahan dengan bau - bauan.

Sela [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang