Pagi setelah dari bandara, aku dan Mas Argi langsung menuju apartemen Mas Argi untuk sekadar menaruh barang sebelum masuk kantor. Sampai di apartemen Mas Argi, aku langsung duduk di sofa. Ini masih pukul enam pagi karena kami ambil penerbangan pukul lima pagi.
"Aku tadi udah pesan makanan, Ra. Aku mau ganti baju dulu, nanti kalau makanan datang kamu ambil saja ya, udah aku bayar!" Aku mengangguk sambil merebahkan diri di sofa milik Mas Argi.
Rasanya ingin ambil libur saja, capek sebenarnya tidak seberapa, hanya tidak tahu, setelah bepergian, aku akan merasa diri lebih lemah saja. Aku memejamkan mataku sejenak sampai terdengar suara bel apartemen. Aku yakin itu makanan yang dipesan Mas Argi.
Aku membuka pintu, mengambil pesanan dan menyiapkannya di ruang makan Mas Argi. Aku yakin lelaki itu benar-benar menyuruh orang untuk belanja dan membereskan apartemen yang waktu itu sudah seperti kadang tikus. Sebenarnya aku lelah pikiran. Entah bagaimana aku masih saja terganggu dengan perkataan Mbak Retno. Entah Mas Argi menyadari atau tidak, sedari kemarin aku jarang bicara padanya dan sedikit menghindari lelaki itu.
"Ra, kamu ganti siap-siap ke kantor dulu sana, aku tunggu!" kata Mas Argi yang menyentakku.
Aku mengangguk lalu berjalan ke kamar tamu. Di dalam kamar aku segera berganti pakaian dan mengemas barangku yang masih di sini. Aku berniat setelah pulang kantor, aku langsung ke apartemen saja. Aku merasa butuh jarak dengan Mas Argi. Hati dan pikiranku rasanya benar-benar lelah.
Aku merias wajahku seadanya agar tidak terlihat kusut, lalu menuju ke ruang makan dengan membawa ransel serta tas kerjaku. Mas Argi menatapku begitu tajam saat menyadari aku membawa ransel.
"Kenapa dibawa?"
Aku menyunggingkan senyum paksa. "Aku nanti pulang lebih awal, Mas. Aku merasa kurang enak badan, jadi mending langsung ke apartemen," jawabku yang tak sepenuhnya berbohong.
Lelaki itu mengembuskan napasnya. "Kamu izin aja, istirahat di sini!"
Aku menggelengkan kepalaku. "Nggak, Mas. Nggak enak kalau izin. Nanti aku izin masuk setengah hari saja, setelah itu aku butuh istirahat di apartemen."
Mas Argi mengangguk menyetujui. Ini dia nggak mau berusaha menahanku? Kenapa aku bisa mau sama manusia nggak peka ini ya? Harusnya dia bertanya kepadaku, bukan menyetujui begitu saja. Harusnya dia sadar ada yang mengganggu pikiranku. Harusnya dia sadar, aku berusaha menghindarinya. Ini tinggal seminggu lagi lamaran resmi kedua keluarga dilaksanakan dan Mas Argi benar-benar nggak peka.
Kami memakan makanan dalam diam. Sungguh suasana ini begitu tidak nyaman. Rasanya aku ingin berteriak kepada Mas Argi kalau aku terganggu dengan Mbak Retno genit. Ya, kemarin setelah makan, di rumah orang tua Mas Argi, Mbak Retno bertingkah genit pada Mas Argi. Dan yang bikin aku kesal, sore harinya aku melihat calon suamiku itu sedang bicara berdua yang tampak begitu serius dengan kakak iparnya. Sudah gitu, si cewek genit banget lagi tangannya pegang - pegang Mas Argi. Sumpah modus sampah si cewek itu.
Makanan sudah habis. Aku membereskan dan mencuci piring. Saat itu, tiba-tiba saja Mas Argi memelukku dari belakang. Badanku seketika menegang. Mas Argi belum pernah seperti ini.
"Mas, kenapa?" cicitku pelan. Jangan tanya lagi bagaimana jantungku saat ini.
"Kamu kenapa, Yang? Ada masalah?"
Ternyata lelaki ini cukup peka. Jantungku sudah benar-benar menggila. Aku belum terbiasa dengan panggilan sayang dari Mas Argi. Aku menaruh piring di rak dan berbalik menghadap lelaki itu.
Aku memeluk lelaki itu erat. "Aku kepikiran sama omongan, Mbak Retno, Mas."
Lelaki itu melepaskan pelukanku dan memberi jarak, kemudian mengecup keningku. "Aku tahu, aku sudah bicara sama dia. Ra, apapun yang dikatakan Mbak Retno, kamu tahu faktanya, hanya kamu, Ra yang mampu membuat aku tertarik hingga cinta."
![](https://img.wattpad.com/cover/205824847-288-k607063.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sela [Completed]
ChickLitCompleted. sela /se·la /n 1 tempat (ruang) di antara dua benda (barang) ; 2 celah ; 3 sesuatu yang tersisip (terletak) di antara benda-benda dan sebagainya Ratih mempunyai prinsip tak akan mengulang kembali pada masa lalu, tapi prinsipnya seolah han...