Memasuki apartemen milik Mas Argi, aku masih menangis dan William hanya bungkam tanpa berniat buka suara. Aku segera mendudukan diriku di sofa dan William tampak melihat - lihat apartemen Mas Argi. Seketika aku menghentikan tangisku saat William memegang pigura foto yang aku tahu jelas itu foto apa.
Aku menghampiri William dan merebut pigura itu dan menyembunyikannya. William menatapku penuh selidik. Salah Mas Argi kalau sampai rahasia ini terbongkar di hadapan William.
"Lo sama Mas Argi?" tanyanya dengan wajah yang masih terlihat syok.
Aku menghela napasku. Aku segera duduk di sofa dan diikuti oleh William yang duduk di sampingku. Lelaki itu belum bicara lagi. Dia sepertinya masih mencerna apa yang dia lihat.
"Rat," panggilnya dengan tatapan meminta penjelasan.
"Lo udah lihat, 'kan?" tanyaku dengan tenang dan lelaki itu mengangguk.
"Itu beneran?" tanyanya masih setengah percaya.
Aku bangkit dari sofa dan memasuki kamar Mas Argi, aku mengambil sesuatu di dalam lemari dan menyerahkannya pada William. William membukanya dan kembali menaruhnya.
"Sudah lebih dari sebulan, hampir dua bulan dan lo sembunyiin dari kita semua? Drama sekali kalian berdua!" ujarnya yang masih mencoba percaya.
"Ya gimana lagi, Will? Itu juga udah diketahui atasan kok," kataku dengan santai. "Itu solusi terbaik buat gue dan Mas Argi."
"Jadi selama ini kalian menikah diam - diam dan nggak ngundang gue, Rat?"
Aku terkekeh. "Cuma pas akad sama keluarga aja, Will. Nanti pas resepsi bulan depan tuh. Rencananya, pas gue pamitan mau bagiin undangan sekaligus bilang kalau emang udah nikah."
"Sekarang kepala gue ikutan pusing, Rat. Masih nggak nyangka aja kalian udah nikah," katanya sambil menyandarkan tubuhnya di sofa. "Terus kenapa tadi nangis dan nuduh Mas Argi selingkuh? Udah gitu sekarang cengengesan lagi!"
Seketika aku kembali kesal. Aku benci William mengingatkan kembali pada Ninda itu. Aku menatap William tajam dan kembali menangis dan meraung kecang. William tampak frustasi.
"Lo jahat, Will!" seruku sambil terus menangis dan membukul tubuh William dengan bantal.
William menangkapku dan mengusap bahuku yang kini dirangkulnya. Tiba-tiba aku merasa ada yang aneh, gejolak di perutku kembali lagi. Aku menghentikan tangisku dan segera berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutku. Sumpah aku tak suka bau William.
Saat keluar dari kamar mandi, William berdiri bersedekap di depan pintu kamar mandi menatapku dengan selidik. Karena aku merasa lemas, tak kupedulikan lelaki itu dan kembali duduk di sofa.
"Lo kenapa tiba-tiba muntah?"
Aku menjepit hidungku. "Jauh - jauh, Will! Lo bau banget sumpah, gue nggak tahan sampai muntah."
William menatapku lagi. "Gue nggak tahu gejala hamil itu kayak apa, Rat, tapi dari yang sering gue denger suka muntah dan lebih sensitif terhadap bau." Tatapan William semakin menelisik. "Lo hamil?"
Aku menggeleng. "Gue menikah baru satu bulan, ya kali udah hamil, Will."
"Ya, nggak menutup kemungkinan, Rat. Orang yang sekali ngelakuin aja bisa langsung hamil, apalagi lo udah menikah dan sering ngelakuin. Lo nggak coba buat tes gitu?"
Seketika aku teringat sesuatu, aku telat datang bulan, yang harusnya minggu lalu. Aku sudah menikah, memang tak menutup kemungkinan untuk hamil. Aku menatap William.
"Gue boleh minta tolong nggak, Will?" tanyaku dengan sedikit memohon.
"Apa?"
"Di bawah ada apotek, lo bisa beliin gue alat tes kehamilan nggak?" tanyaku dengan penuh harap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sela [Completed]
أدب نسائيCompleted. sela /se·la /n 1 tempat (ruang) di antara dua benda (barang) ; 2 celah ; 3 sesuatu yang tersisip (terletak) di antara benda-benda dan sebagainya Ratih mempunyai prinsip tak akan mengulang kembali pada masa lalu, tapi prinsipnya seolah han...