Aku mengecek ulang semua barang bawaanku dan memastikan tidak ada yang tertinggal, begitupun dengan milik Mas Argi, aku dan Mas segera berangkat ke bandara Halim Perdana. Sesampainya di bandara, kami segera check in dan menunggu beberapa saat. Setelah semua sudah oke, kami akhirnya take off. Untuk penerbangan Jakarta - Yogyakarta tak butuh waktu lama, hanya satu jam, jadi sekitar pukul sembilan nanti kami akan sampai di Adi Sucipto.
"Untung untuk penerbangan Jakarta - Jogja masih di Adi Sucipto, coba kalau pindah ke Kulonprogo, jauh banget," kata Mas Argi yang duduk tepat di sampingku ini.
Aku menoleh. "Emangnya lebih deket dari Adi Sucipto ya, Mas?"
"Iya, Adi Sucipto ke Klaten paling lama satu jam sampai, kalau dari Kulonprogo bisa sampai tiga jam. Rencana pindahnya untuk penerbangan Jakarta akhir Maret. Mending pilih Adi Sumarmo aja kali, ya. Tapi sebenarnya juga lebih dekat dari Adi Sumarmo sih, tapi kebetulan saja adikku kuliah di Jogja, jadi lebih gampang buat cari apa - apa," jelas Mas Argi yang membuatku mengangguk.
"Jadi kita nanti nginep di hotel dulu? Dan dijemput adik kamu, Mas?" tanyaku memastikan.
"Iya, nanti kamu tidur sama Winda nggak apa-apa, 'kan?" Aku mengangguk.
"Mas, kita balik ke Jakarta Senin Pagi?"
Lelaki itu mengelus rambutku. "Iya, Sayang."
Entah sudah keberapa kali lelaki itu memanggilku sayang, tapi selalu saja efeknya membuat jantungku bergemuruh, perutku mulas dan jangan lupakan pipiku rasanya memanas. Setiap. Mengucapkan kata sayang, lelaki itu benar-benar bisa seolah - olah apa yang dia ucapkan itu benar-benar apa yang ada di hatinya, begitu tulus.
Aku sendiri tak tahu bagaimana definisi cinta itu sendiri. Apakah cinta itu bisa divisualisasikan dengan jantung berdebar hebat jika di dekat orang atau takut kehilangannya atau rasa nyaman? Aku tak tahu itu semua yang jelas, saat bersama Mas Argi aku selalu merasa nyaman, aman dan jantungku akan berdebar saat perlakuan yang membuatku merasa bahagia.
"Ngantuk?" tanya Mas Argi yang membuatku menggeleng.
"Nggak, bentar lagi juga sampai, 'kan?" Lelaki itu mengangguk, lalu kami sama-sama diam hingga pesawat landing.
Sampai di bandara, kami mengambil koper dan Mas Argi tampak sedang mengutak-atik ponselnya. Sampai di terminal bandara Mas Argi masih berkutat dengan ponselnya, sepertinya dia menghubungi adiknya. Aku juga mengirim pesan ke papa untuk mengabari bahwa aku telah sampai di bandara.
"Mas Ian." Suara teriakan itu terdengar jelas yang membuatku mengangkat wajah dari yang tadinya memainkan ponsel.
Seorang gadis yang aku kira setikar umur dua puluhan tahun menghampiri Mas Argi dan menyalami lelaki itu. Setelah salim, gadis itu menatapku dan tersenyum yang aku balas dengan senyum juga.
"Hai, Mbak. Aku Winda, adiknya Mas Ian," sapa gadis yang kuketahui bernama Winda itu sambil mengulurkan tangannya ke arahku.
Aku tersenyum dan membalas menjabat tangannya. "Rara."
"Mbak Rara cantik banget, Mas Ian beneran nggak bohong." Aku menatap Mas Argi yang sedang memelototi Winda.
Aku tersenyum jahil. "Emang Mas kamu cerita apa tentang aku, Win?"
"Ayo, langsung ke hotel saja! Ngobrolnya nanti lagi!" sela Mas Argi yang membuatku mendengkus kesal.
Winda berbisik, "Nanti di hotel kita punya banyak waktu buat ngerumpi, Mbak."
Aku terkekeh dan mengikuti mereka. Penggambaran untuk sosok Winda sendiri, cantik lebih ke arah manis dengan lesung pipi di sebalah kanan dan gingsul juga di sebelah kanan, kulit kuning langsat khas orang Indonesia, hidung kecil ya seperti orang jawa kebanyakan. Winda juga termasuk orang yang murah senyum dan sopan. Tidak seperti kakaknya yang lempeng, Winda lebih banyak ekspresi dan terkesan ramah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sela [Completed]
Genç Kız EdebiyatıCompleted. sela /se·la /n 1 tempat (ruang) di antara dua benda (barang) ; 2 celah ; 3 sesuatu yang tersisip (terletak) di antara benda-benda dan sebagainya Ratih mempunyai prinsip tak akan mengulang kembali pada masa lalu, tapi prinsipnya seolah han...