"Ratih, are you okay?" Aku mendongak menatap William yang kini berdiri di depan kubikelku.
"Udah gila gue, Will," jeritku sedikit frustasi.
William terkekeh. "Baru kali ini gue lihat lo dimaki-maki pas rapat tadi."
Kalau boleh nendang orang, William adalah orang yang akan aku tendang saat ini. Ini manusia satu, bukannya menghibur setelah aku dimaki waktu rapat, malah diledek. Aku benar-benar stres saat dimaki habis-habisan oleh Pak Shaka dan Mas Argi. Gila memang manusia bernama Argiantara Dewangga ini, semalam dia baik, pagi ini seperti manusia kemasukan iblis.
"Lembur lo nggak guna banget, Rat," timpal Mbak Mira yang kini ikut nimbrung dalam obrolan.
"Gegayaan lembur sampai malam, eh tahunya tetep kena semprot." William tertawa meledek yang membuatku melemparkan bolpoin ke wajahnya.
William mengaduh kesakitan yang membuatku tersenyum puas. Siapa suruh jadi orang ngeselin. Kena batunya 'kan. Masih bocah juga mau ngeledek yang lebih tua.
"Berisik kalian. Kasian Ratih," kata Fia tanpa menampakkan dirinya. Mungkin dia sedang mengerjakan revisi, karena dia tadi juga kena amukan.
"Tumben lo baik, biasanya ikutan membully Ratih. Merasa senasib ya?" ejek William yang membuatku ingin menjahit mulutnya.
Pintu ruangan Mas Argi terbuka, Mas Abra keluar dari sana. "Lo ngapain di situ, Will?"
"Lagi melihat Ratih teraniaya untuk pertama kalinya," jawab William santai yang membuat pening kepala.
Mas Abra tampak menggelengkan kepalanya. "Ratih, dipanggil Argi. Bawa hasil revisi lo ya!"
Aku berdiri tanpa memedulikan William yang sudah tertawa mengejek. "Baca doa, Ratih! Biar Mas Argi jinak."
Aku memelototi William yang masih tertawa. Tiba-tiba terdengar celetukan Mbak Mira, "Argi mah jinak kalau sama Ratih."
Ya Allah, bunuh orang tidak dosa 'kan? Kok aku ingin membunuh ya. Kenapa punya teman begini banget. Kutulikan saja telingaku dan bergegas masuk ke ruang Mas Argi. Kalau dia mau marah lagi, kebal aku kebal. Aku bisa melihat Mas Argi yang menatapku.
"Duduk, Ra!"
Kuembuskan napasku dan duduk di sebrang Mas Argi. Kuhadapkan laptopku ke Mas Argi. "Ini Mas, revisi saya."
Mas Argi mengangguk, lalu memeriksa hasil revisiku. Wajah lelaki itu begitu serius. Aku heran, kenapa ada seorang yang hidupnya selalu serius, jarang sekali bercanda. Kata yang menggambarkan sosok seorang Argiantara Dewangga adalah serius dan ambisius.
"Ok, good. Lain kali lebih teliti lagi, Ra! Jangan diulangi! Kesalahan kecil berakibat luar biasa." Mas Argi menatapku sambil membalikkan laptopku.
Aku mengangguk. "Iya, Mas. Maaf atas kesalahan tadi."
"Its ok. Saya juga mau minta maaf sudah bentak-bentak kamu tadi," ucapnya sambil menatapku dengan intens.
"Nggak, Mas. Memang saya harus ditegur, harusnya bisa lebih teliti."
Lelaki itu menatapku lekat. "Ya sudah. Nanti pulang kerja ada acara, Ra?"
"Tidak ada, Mas."
"Mau jalan sama saya?" tanya Mas Argi.
Aku tersenyum, lalu mengangguk. "Iya, Mas." Aku berdiri. "Saya permisi ya, Mas. Mau lanjutin laporan."
Aku segera membalikkan badan dan memegang gagang pintu. Mas Argi memanggilku, "Ra." Aku menoleh. "Tolong panggilkan Fia, suruh bawa hasil revisinya!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Sela [Completed]
ChickLitCompleted. sela /se·la /n 1 tempat (ruang) di antara dua benda (barang) ; 2 celah ; 3 sesuatu yang tersisip (terletak) di antara benda-benda dan sebagainya Ratih mempunyai prinsip tak akan mengulang kembali pada masa lalu, tapi prinsipnya seolah han...