Bersama Budhe

650 51 0
                                    

"Ketika takdir mengatakan belum saatnya. Segencar apapun kau mengejar, waktu tak akan berpihak padamu"

****

Setelah acara makan malam aku membereskan bersama dengan ibu, sedang adikku langsung melanjutkan belajar setelah sesi tanya jawab antar aku dan bapak.

Aku kembali ke ruang tengah dengan membawa nampan berisi dua buah cangkir teh hangat dan sepiring tempe kemul khas kotaku.

"Diminum, Pak." Bapak mengangguk dan kembali berkutat dengan siaran tv yang menayangkan sepak bola. Bikin malas saja.

"Terima kasih, Nduk." Aku mengangguk dan membuka layar ponselku.

Tidak ada pesan apa pun, maklum saja jomblo punya HP hanya untuk kebutuhan tambahan saja bukan utama.

Hingga ibu datang dan mengatakan bahwa budhe sedang sakit. Sepertinya sudah lama aku tidak bertemu budhe.

"Budhe rencananya jadi buat menginap di tempat Gus Adnan?" Aku hanya mendengarkan mereka berbicara.

Ada rasa penasaran, siapa gus Afnan? Ada keperluan apa memangnya sampai menginap segala?

"Jadi Pak, besok malam sudah berangkat." Bapak merespons ibu hanya dengan mengangguk paham. Masalahnya aku tidak paham di sini.

"Oh iya, Mbak. Besok jangan pulang telat ya. Ikut antar Budhe ke dalem Gus Adnan." Aku mengangguk meskipun tidak paham dengan semua ini.

"Memangnya budhe kenapa, Bu?" Pertanyaan itu lolos begitu saja.

"Ada yang ndak suka sama Budhe, jadi jail bikin yang aneh-aneh. Makanya disuruh tirah sebentar di dalem gus Rouf" oh jadi itu.

Aku hanya bisa beristigfar. Jaman sekarang masih ada orang sirik dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya meskipun dengan cara yang aku rasa terlalu tidak manusiawi seperti ini.

"Jihan juga ikut, Bu?" Ibu menggeleng, tapi kenapa aku harus ikut?

"Ndak, Jihan tinggal sama Adit, anak kecil ndak boleh ikut," dan maksud ibu aku sudah besar apa sudah tua bu?

****

Pagi ini aku berangkat seperti biasa. Dengan style gamis yang sering terlihat aneh dikalangan karyawan mall seberang.

Sepertinya aku yang terlalu perasa. Biarkan saja, toh mereka mungkin sedang melihat orang aneh sepertiku, kenapa?

Ya aku bekerja di kota, berangkat pagi dengan style gamis dan tidak lupa jilbab besar serta sandal jepit kebanggaan. Mungkin hanya aku yang terlalu bangga.

Sampai sore harinya aku menempati janji, pulang lebih awal dari biasanya. Sepertinya beli bensin besok saja bisa.

"Ndak beli bensin?" tanya Najma.

"Ndak dulu deh, mau ada acara. InsyaAllah besok." Najma mengangguk dan menyetop angkot untuk ia pulang.

Aku berjalan bersama Laila berdua membelah dinginnya sore untuk bisa segera kembali ke rumah.

Salam RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang