Berkunjung

620 56 11
                                    

Assalamu'alaikum

Alhamdulillah bisa double update, menyenangkan kalian hehe saya juga senang loh☺️

Cek typo, pelan-pelan saja yaa

Semoga suka, jangan lupa tinggalkan jejak

Happy Reading📖

Bismillahirahmanirrahim



"Memang kita tak bisa menerka kapan akan bertemu dan kapan akan berpisah. Untuk saat ini rasanya waktu sedang ingin bermain-main"

****

Aku sudah masuk halaman pesantren Al Amin setelah mengikuti mobil milik gus Adnan dan keluarga.

Mobil sudah terparkir di depan yang aku yakini sepertinya dhalem kyai Abdullah pemilik pesantren Al Amin.

"Parkir depan garasi saja, Nduk biar ndak kehujanan." Aku hanya menuruti apa kata ning Firda.

"Nggeh, Ning,"

Setelah percakapan singkat itu aku masih diam. Tak berani melangkah sama sekali, rasanya berat terlebih ini pengalaman pertamaku menginjakan kaki di dhalem yang terlihat sederhana, tapi terkesan elegan ini.

"Ayo masuk, jangan di situ terus nanti kena hujan." Lamunan ku buyar karena titah ning Firda yang menyuruhku masuk.

Yang aku rasakan sama seperti ingin mendaftar masuk pesantren dan ini sendiri tanpa bapak ataupun ibu.

"Ayo Mbak jangan melamun," aku ditarik Gus Rafa untuk mengikuti langkahnya.

Sampai di depan dhalem gus Adnan mengetuk pintu yang sepertinya terlihat sepi, maklum saja ini masih jam masuk salat maghrib.

"Wa'alaikumussalam, monggo Gus, Ning," yang aku dengar seperti itu dari salah satu khadamah putri yang membukakan pintu untuk keluarga gus Adnan.

"Maturnuwun,"

Aku mengekor ning Firda dan gus Adnan tidak lupa gandengan tangan gus Rafa yang masih setia menggenggam jariku ini. Aku sudah seperti pengasuh gus Rafa saja.

"Duduk, Nduk," titah ning Firda yang hanya aku anggukkan karena masih takut, teramat takut untuk sekedar melihat sekeliling ruangan ini.

"Nggeh, Ning," hanya kata itu.

Aku menurut duduk dan bersebelahan dengan gus Rafa yang sudah mulai menyandar di lenganku. Sepertinya gus kecil ini benar-benar merindukanku. Aku juga rindu sebenarnya, tapi aku terlalu sungkan untuk memperlihatkan bahkan mengatakan bahwa aku rindu.

"Saya sudah mengizinkan sampean, Nduk. Katanya ndak pa-pa. Nanti pulangnya biar diantar Gus Aziz, ya." aku masih mencerna. Kenapa bapak tak menjemput ku saja.

"Maturnuwun Gus, saya pulang sendiri saja," pasrah ku. Meskipun sebenarnya aku masih punya hutang terima kasih pada gus Aziz yang sudah menolongku waktu itu.

"Tapi jauh, Nduk. Jalan juga sepi," sela ning Firda. Aku berani kok ning, daripada aku harus berdua bareng gus Aziz yang terkenal dingin. Batinku

Salam RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang