"Hanya waktu yang bisa mempertemukan, entahlah intinya saat ini masih lebih baik seperti ini"
****
Malam semakin larut. Namun, sepertinya tiga wanita yang sedang asik bercerita dikamar ini lupa akan waktu yang sudah larut.
Seperti apa yang sudah dikatakan mbak Fara bahwa ia akan bercerita dan tak akan mengulang ceritanya. Maka dari itu baik Nur ataupun mbak Tita memilih diam dan menunggu mbak Fara bercerita.
Mbak Fara dan mbak Tita masih menunggu Nur yang sedang melaksanakan ibadah wajibnya. Nur terpaksa mengqada karena watu maghrib tiba ia masih terkapar lemas tidak berdaya.
"Udah selesai Mbak, katanya mau cerita," desak Nur, padahal ia baru saja duduk dengan wajah berserinya.
"Iya iya duh udah ndak sabar banget rasanya," Nur memanyunkan bibirnya sedang mbak Tita dan mbak Fara tertawa. Ada-ada saja mereka.
"Mbak mah gitu," keduanya kembali tertawa akan sikap Nur.
"Iya udah maafin kita berdua, katanya Mbak disuruh cerita tapi kok malah debat begini," mbak Fara mengalah.
"Iya Mbak, Nur udah siap nih," Nur memperlihatkan dirinya yang sudah kembali duduk dan bersandar di kepala ranjang.
"Tita juga siap, Mbak," mbak Tita menimpali dengan duduk disebelah Nur.
Mbak Fara terdiam dan tersenyum menggoda Nur sebelum bercerita.
"Tadi Mbak lagi di dalem piket buat makan malam keluarga dalem, tapi tiba-tiba Ning Firda datang sambil nyuruh dua khadamah ikut Kang Idris. Awalnya Mbak ndak paham,
"Akhirnya Nng Firda bilang bahwa Gus Aziz minta bantuan. Lagi-lagi, Mbak dikejutkan karena ternyata Mbak sama Mbak Ika ndak sendiri, tapi masih ada Kang santri yang ikut Kang Idris juga. Sebenarnya Mbak penasaran, tapi milih diam dan sampai mobil berhenti di pinggir jalan." Mbak Fara menatap Nur lekat dengan senyum gemasnya dan kembali melanjutkan ceritanya.
"Semua turun dan yang dilihat mengagetkan, ya bagaimana ndak kaget coba? Gus yang di idamkan banyak santri putri berdiri dengan seorang wanita yang tergeletak pingsan di pinggir jalan," mbak Fara kembali menjeda dan sedikit melirik Nur yang sudah memanyunkan bibirnya.
"Sampai Kang Idris tanya dan Gus Aziz menyuruh Mbak buat buka mantel sama helm yang masih nutupin wajah yang ternyata itu sampean Nur,
"Gus Aziz juga bingung awalnya mau bagaimana, soalnya beliau juga ndak tahu kalau sampean itu ternyata ponakan tamu Gus Adnan. Jadi tadi Gus Aziz sampai di dalem langsung di introgasi sama Ning Firda, Nur. Kasihan loh beliau. Ujung bibirnya memar mungkin kena tonjok mantan kamu,
"Soalnya tadi beliau bilang sempat bertengkar karena mau menyelamatkan sampean. Kok jadi sosweet gini ya, Ta?" Mbak Fara mengakhiri ceritanya dengan bertanya pada mbak Tita yang sama-sama tersenyum menggoda Nur yang masih dalam mode diam dan tidak percaya siapa yang sudah menolongnya hari ini.
"Mbak Fara beneran? Terus lukanya Gus Aziz parah ndak, Mbak?" tanya Nur tiba-tiba dan membuat mbak Fara dan mbak Tita mengangkat bahunya tanda tak tahu.
"Ishhh Mbak mah gitu, Nur kan beneran tanya," kesal Nur.
"Mbak ndak tahu lah, besok tanya sendiri aja sama ucapin makasih sekalian ya." Mbak Fara dan mbak Tita kembali tertawa karena jawaban mbak Tita.
"Lah bagaimana caranya, Mbak? Kan besok Nur kerja, masa sore kan ndak mungkin. Besok jadwal padat," kata Nur dengan gaya sok sibuknya.
"Halah ndak usah kerja dulu nanti tepar lagi bingung." Nur menggeleng. Perkataan mbak Fara bukan solusi, ia tidak mungkin meninggalkan tanggung jawabnya.
"Ndak bisa Mbak, Nur punya tanggungan toko. Nur juga takut ndak amanah, besok Nur tetep berangkat. Kalau misalnya lemes kan bisa izin setengah hari," kedua kakaknya ini paham akan kondisi Nur saat ini.
"Ya sudah ndak pa-pa, yang penting jangan di paksa. Jangan lupa bilang makasih sama Gus Aziz, ya Nur," kata mbak Fara dengan tertawa dan diikuti mbak Tita yang juga tertawa.
"Lah Mbak mah gitu, makasihnya titip Mbak aja, ya? Nur ndak berani," kompak kedua kakak Nur ini menggeleng, memang naas sekali nasibnya ini.
*****
Ning Firda sudah kembali ke ruang keluarga setelah selesai menidurkan gus Rafa.
Dilihatnya adiknya, gus Aziz yang sudah duduk bersama dengan sang suami yang kebetulan sudah selesai mengajar dari asrama putra.
"Sudah lama, Dek?" Gus Aziz menoleh dan bergeser untuk memberikan tempat duduk sang kakak sebelum menjawab pertanyaan dari sang kakak.
"Baru saja Mbak, Rafa sudah tidur?" Ning Firda mengangguk. Sedangkan suasana kembali hening.
"Bagaimana keadaan Riza, Mbak? Sudah sadar?" Ning Firda menautkan kedua alisnya. Tidak seperti biasanya adiknya peduli apalagi dengan seorang wanita yang baru saja dikenalinya.
"Sudah tadi Alhamdulillah, tumben tanya?" tanya ning Firda terkekeh.
"Pengen tahu saja," hanya itu yang diucapkan gus Aziz. Selebihnya kembali hening tifak ada percakapan lagi.
"Luka sampean bagaimana?" bukan ning Firda yang bertanya melainkan gus Adnan.
"Sudah saya obati Mas tadi, Alhamdulillah udah mendingan," jelas gus Aziz singkat.
Sedang ning Firda langsung mengecek ujung bibir gus Aziz. Memar dan membiru serta ada sedikit luka kecil disudut bibirnya.
"Mbak kompres ya? Ini pegel kalau dibiarkan saja. Pokoknya jangan protes," tegas ning Firda. Apalah gus Aziz yang hanya bisa pasrah saja.
"Ikuti saja apa mau Mbak yu sampean, Gus," timpal gus Adnan.
"Nggeh, Mas,"
*****
Gus Aziz sudah kembali ke kamar yang beliau tempati setelah tadi menerima kompresan yang diberikan oleh ning Firda.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi tetap saja netranya tidak bisa terpejam. Terlebih pikirannya melayang kemana-mana.
Memikirkan apa yang tidak seharusnya beliau pikirkan. Dan pasti tentang Nur, gadis bergamis yang ternyata sedekat ini dengannya.
"Ya Allah ya Robby terima kasih sudah mendekatkan hamba dengan seseorang yang hamba sebut namanya.
Terima kasih Engkau memberikan banyak kejutan dan lebih dari ekspektasi hamba.
Yang hamba pikirkan kala itu hanyalah tak bisa bertemu kembali karena jauh dan sudah beda arah lagi.Tapi ternyata Engkau memberikan hamba sebuah kenyataan bahwa gadis yang hamba kagumi begitu dekat dan mungkin terlalu dekat, namun hamba tahu bahwa ini sebenarnya adalah cobaan, bagaimana cara hamba bisa menahan hawa nafsu hamba untuk tak menatap bahkan memikirkannya.
Semoga hamba bisa segera bersatu dalam ikatan halal dengannya Ya Robby.
****
Ciee ada yang rindu? Hehe
Maafkan author yang menghilang, eh bukan deng. Tapi sedang jarang pegang hp karena suatu hal.
Pokoknya maafkan yaa
Tetap saya lanjutin kok, tenang hehe
Jangan lupa vote dan komentarnyaa yaa
Ditunggu ih, saya rindu kalian rame dikolom komentar heheJazakallahu khairan katsir❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Salam Rindu
General Fiction"Jika boleh di ibaratkan senyuman itu bak bulan sabit. Lengkungannya semakin memancarkan keindahan. Jika diperkenankan Tuhan rembulan itu akan selalu terngiang kapanpun Jika diibaratkan mentari, sudah sangat menghangatkan meski dari jauh. Maafkan sa...