"Pasti akan ada konsekuensi disetiap perbuatan, berhati-hatilah sebelum nasi menjadi bubur"
****
Senja sudah menampakkan sinar orangnya hingga memunculkan beberapa gradasi warna, cantik.
Saya sudah berada di koperasi seperti biasa membantu kang Ali. Namun, kali ini niat saya hanya menunggu gadis bergamis, semoga saja usaha saya tidak mengecewakan.
Ini hari terakhir saya membantu kang Ali di koperasi sebelum dipindahkan abah untuk menjadi pengajar di pesantren kang mas.
"Murung sekali, sedang ada masalah, Gus?" Apa saya harus bercerita dengan kang Ali?
"Ndak, Kang. Saya hanya mau bilang besok dan seterusnya saya ndak bisa bantu sampean lagi. Saya diutus Bbah buat mengajar di pesantren Al-Falah," saya melihat ekspresi terkejut kang Ali. Maafkan saya kang, ini bukan keinginan saya.
"Kenapa secepat itu, Gus?" Saya tersenyum, ada rasa sakit yang menjalar di hati saya. Memang ini salah saya, hingga Allah menjauhkan saya dari gadis bergamis.
"Iya Kang, minta doanya saja ya." Saya tersenyum tulus meski hati ini berat meninggalkan semua kenangan tentang semua ini.
"Iya Gus, InsyaAllah saya doakan jenengan betah di sana." saya menanggapinya dengan tersenyum.
"Lalu bagaimana dengan Nur si gadis bergamis, Gus?" Kang Ali mengingatkan saya pada percakapan bersama abah tadi. Saya merasa bersalah dan berdosa.
Secara tidak langsung saya membuka celah untuk saya dan gadis bergamis berzina karena saling tukar kabar, bukan gadis bergamis yang salah. Tepatnya saya yang salah.
"Saya sedang menunggunya, Kang. Semoga saja lewat sini ya hari ini." Kang Ali mengangguk.
Kami berdua memutuskan untuk bertukar cerita sedikit sampai menjelang pukul lima lebih tidak ada tanda-tanda gadis itu akan lewat depan koperasi.
Rasanya saya sudah tidak sabar menunggu datangnya balasan, ah bukan balasan tepatnya melihatnya yang terakhir sebelum saya pindah nanti malam.
"Assalamu'alaikum, Kang beli bensin," lamunan saya buyar.
"Wa'alaikumussalam. Eh si Mbak, kok sendirian mana temannya?" Saya hanya mendengarkan percakapan kang Ali dengan temannya gadis bergamis.
Ya memang yang membeli bensin teman dari gadis bergamis.
"Nur lagi sakit, Kang, makanya saya sendiri,"
Degh
Sakit? Jadi apa yang saya khawatirkan benar terjadi. Dia sakit dan tidak ada titipan apa pun.
Saya kembali masuk ke koperasi, saya tidak ingin mendengar percakapan diantara mereka berdua. Pikiran saya kacau untuk saat ini.
Saya mengambil kertas dan bolpoin, ini surat terakhir sebelum saya benar-benar tidak bisa memberikannya balasan.
Surat ini akan saya titipkan pada teman gadis bergamis. Secepat kilat saya menulis sebelum teman gadis bergamis pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salam Rindu
General Fiction"Jika boleh di ibaratkan senyuman itu bak bulan sabit. Lengkungannya semakin memancarkan keindahan. Jika diperkenankan Tuhan rembulan itu akan selalu terngiang kapanpun Jika diibaratkan mentari, sudah sangat menghangatkan meski dari jauh. Maafkan sa...