"Jangan dulu terbang hanya karena sebuah kata manis, tak selamanya yang manis membahagiakan"
****
"Gadis bergamis," gumam gus Aziz yang masih terdengar oleh Nur.
Nur menoleh, tatapan mereka bertemu. Untuk sepersekian detik pasangan ini saling memandang bahkan saling melengkungkan senyum mereka masing-masing.
"Maksud, Jenengan?" Pertanyaan tak terduga yang gus Aziz terima dari Nur yang membuat gus Aziz kelabakan.
"Maaf." Nur semakin tak paham. Suaminya ini kenapa?
Nur tak bertanya lagi, ia lebih memilih menikmati pemandangan persawahan di depannya. Sejuk, tenang dan nyaman.
"Nur si gadis bergamis, yang membuat saya candu seperti pemandangan depan saya yang membuat candu. Yang membuat saya khawatir karena beberapa kali tak berbalas. Yang membuat saya menunggu, maaf," jujur gus Aziz saat ini.
Nur menoleh dan pandangan mereka kembali bertubrukan bahkan kali ini lebih lama. Ada air mata yang menetes di pelupuk mata Nur, kenapa?
"Kenapa harus saya, Gus?" Nur kembali menatap manik indah suaminya yang masih saja menatapnya.
Hingga beberapa detik kemudian pasangan baru ini memilih memalingkan wajah mereka masing-masing.
"Entahlah, saya hanya manusia biasa yang sulit jatuh cinta. Waktu seperti sudah direncanakan Allah, bahkan semesta sangat mendukung. Waktu saya tak pernah berkunjung ke koperasi hingga saya ingin ke koperasi dan bertemu dengan gadis yang memakai mantel dengan gamis berwarna cokelat yang terkena cipratan air hujan kala itu." Gus Aziz tersenyum. "Tawanya yang renyah hingga sikapnya yang ramah membuat hati saya menghangat. Bukankah semua itu mengalir?" lanjut gus Aziz bertanya dengan menatap Nur yang masih saja memandang persawahan yang bergoyang terkena hembusan angin.
"Enggeh. Gus. Saya juga tak bisa memungkiri jika rasa akan datang tanpa terduga. Saya tak tahu cinta, jadi saya mohon kita sama-sama belajar tentang arti cinta." Entahlah apa yang Nur katakan saat ini. Suasana hatinya sedang tak karuan antara bahagia dan ragu.
Sedikit keraguan tentang gus Aziz yang secara tidak langsung menyatakan perasaannya, tapi Nur yakin ada beberapa hal yang Nur tak ketahui tentang suaminya ini.
"InsyaAllah." Hanya itu yang keluar dari mulut gus Arif. Nur pun hanya tersenyum, ia baru sadar jika gus Aziz yang terkenal dingin dan cuek ternyata bisa berbicara sepanjang itu.
Pagi ini mereka habiskan dengan menikmati keindahan persawahan sebelum kembali ke kediaman gus Aziz dan melaksanakan resepsi agar semua tahu tentang hubungan halal pasangan ini.
****
Ning Nisa sudah menangis sejadi-jadinya setelah tahu kebenaran akan pernikahan gus Aziz
Jika saja ning Nisa tak pergi maka semua tak akan seperti ini. Semua ekspektasinya salah besar, semua tentang gus Aziz yang ning Nisa pikirkan salah. Tentang gus Aziz yang pasti menunggunya dan tentang pernikahan diantara ning Nisa dan gus Aziz. Semua hanya angan bahkan halusinasi belaka.
"Ikhlaskan Gus Aziz, Ning. Terimalah pinangan Gus Ibra," bujuk nyai Bandi ibunda ning Nisa.
"Mi, Nisa cintanya sama Gus Aziz. Nisa mboten sreg kalihan Gus Ibra," tolak ning Nisa halus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salam Rindu
General Fiction"Jika boleh di ibaratkan senyuman itu bak bulan sabit. Lengkungannya semakin memancarkan keindahan. Jika diperkenankan Tuhan rembulan itu akan selalu terngiang kapanpun Jika diibaratkan mentari, sudah sangat menghangatkan meski dari jauh. Maafkan sa...