Assalamu'alaikum
Kejutan hehe
Double update, alhamdulillah
Semoga suka, ini bonus meskipun pendek mohon dimaklumi ya heh
Happy Reading📖
"Jangan terlalu berlarut dalam kesedihan, semua sudah dituliskan dengan sebaik mungkin oleh Allah, percayalah bahwa semua akan baik-baik saja"
****
Sudah tiga hari ini saya hanya diam memikirkan apa yang akan saya lakukan setelah ini. Saya yakin pengajuan istiqharah saya pasti akan di tanyakan jawabannya oleh abah.
Saya tidak tahu akan jawaban dan hati saya, tetap saya mantap dengan gadis bergamis. Mungkin Allah tidak memberikan saya mimpi, tapi saya yakin akan hati saya bahwa gadis bergamis tetap jadi pilihan saya.
"Assalamu'alaikum, Gus," lamunan saya buyar, ternyata salah satu abdi dalem abah menghampiri saya.
"Wa'alaikumussalam, Kang. Ada perlu apa?" Saya tak suka basa-basi.
"Pangapunten, Gus. Jenengan ditunggu Abah Yai di ruang baca," sudah saya duga. Abah pasti akan menanyakan cepat atau lambatnya.
"Nggeh, Kang. Maturnuwun. Saya segera ke sana," ucap saya.
Abdi dhalem abah sudah pamit, pun saya sudah bersiap akan jawaban saya.
Bismillah
Semoga ini memang yang terbaik untuk saya. Kalaupun gadis bergamis bukan jodoh saya setidaknya saya tidak pernah merasa kecewa pernah menjatuhkan hati bahkan menyelipkan namanya dalam doanya.
*****
Gus Aziz sudah sampai di ruang baca kyai Abdullah. Abahnya.
Pun di sana sudah ada umi dan juga ning Firda tidak lupa dengan gus Adnan sang suami. Tidak disangka oleh gus Aziz sebelumnya bahwa semua akan berkumpul seperti ini.
Ruangan yang memang dirancang khusus senyaman mungkin dengan desain kayu tempo dulu membuat suasana semakin menyenangkan, tapi berbeda dengan gus Aziz yang sudah tidak karuan akan hatinya dan keputusannya kali ini.
"Duduk sini, Le." Gus Aziz mengangguk setelah dipersilakan oleh abahnya.
Menurut, hanya itu yang bisa gus Aziz lakukan saat ini. Beliau sudah seperti terdakwa tersangka sebuah kasus berat dan akan diadakan sidang hari ini juga. Tuhan, gus Aziz tidak siap untuk ini semua, hatinya masih lelah bahkan pikirannya pun tetap sama memikirkan gadis gamis yang masih dan tetap bersarang dihatinya.
"Nggeh, Bah,"
Suasana kembali hening, tidak ada yang berbicara. Semua nampak serius dan fokus pada pikiran masing-masing.
"Sudah ada jawaban?" Pecah kyai Abdullah bertanya pada putra bungsunya.
Allah, apa yang harus dikatakan gus Aziz saat ini? Menatap orang-orang tersayangnya saja rasanya tidak mampu, terlebih ini pertanyaan yang memberatkannya
Pertanyaan yang rasa-rasanya ingin sekali gus Aziz hindari. Bukan tidak berani, hanya saja butuh sebuah kesiapan untuk sebuah pilihan untuk jangkauan yang lama dan mungkin selamanya dan termasuk sebuah masa depan. Tidak mungkin jika memilih menjawab asal, ini masalah hati bukan sebuah permainan klasik siapa saja pasrah jika kalah.
"Bagaimana, Le? Kenapa ndak dijawab?" timpal timpal nyai Maimunah ibunda gus Aziz
"Bismillah, Allahu Robby penguat hati dan iman hingga ke sanubari. Hamba hanya salah satu ciptaanMu yang lemah, yang banyak dosa hingga sulit mengambil sebuah langkah. Hamba pasrah, hamba yakin jika memang Engkau takdir kan hamba dengan gadis bergamis Engkau tidak akan menyulitkan hamba, tapi jika tidak pun hamba yakin Engkau akan ganti dengan yang terbaik bahkan paling baik." Batin gus Aziz.
Terlihat gus Aziz membuang napas beratnya sebelum menjawab pertanyaan kedua orangtuanya.
"A...Aziz ikut pilihan kedua, Bah, menerima calon dari Mbak Firda dan Mas Adnan," hanya itu yang keluar, selebihnya gus Aziz memilih diam dengan berbagai kecamuk di hatinya.
Ada rasa bersalah ketika sudah berkirim surat bahkan menitipkan sebuah sorban sebagai simbol bahwa ia akan kembali dengan sebuah pinangan. Namun, nasi sudah menjadi bubur, janji hanya tinggal ucapan angin lalu yang tidak akan pernah terlupakan meskipun sudah lama berlalu.
"Maafkan saya gadis bergamis" batin gus Aziz.
Ada rasa meronta, mengingat perjuangannya dari awal berkenalan hingga takdir mempertemukan dengan mudah, sampai harus kembali terpisah karena sebuah perjodohan. Sebuah cara berbakti walau saling menyakiti.
"Sampean yakin? Calon dari Mas Adnan gadis biasa, masih belajar agama. Bukan termasuk golongan wanita cantik ataupun priyayi, Dek," jelas ning Firda, memastikan bahwa sang adik tidak salah pilih, meskipun ia yakin pilihannya kali ini jatuh pada wanita yang tepat menurut ning Firda dan gus Adnan.
"Aziz manut, Mbak," pasrah gus Aziz dengan nada gusarnya.
"Mau tahu calonnya?" Kali ini nyai Maimunah yang bertanya.
"Ndak usah, Mi. Aziz manut kalian saja," kali ini gus Aziz benar-benar pasrah. Tidak ada elakan bahkan penolakan sama sekali.
Meskipun dalam hatinya masih banyak gejolak bahkan penolakan. Boleh dikatakan jika gus Aziz munafik, menerima apa adanya. Padahal dalam hatinya masih berharap bahwa gadis bergamis memanglah jodoh yang tepat Tuhan kirimkan untuknya.
Berharap bahwa akan ada angin yang berputar balik membalikkan semuanya, membalikkan jawaban gus Aziz bahwa dirinya sudah memiliki calon yang namanya sudah terpahat di dalam hati kecilnya.
"Abah akan lamarkan sampean, apa mau ikut?" suara kyai Abdullah melemah.
Tidak, bahkan sejak awal gus Aziz tidak yakin akan jawabannya sendiri. Jawaban pasrah manut marang gusti.
Gus Aziz tidak siap jika harus melihat calonnya nanti, ia takut menyakiti sebelum melangkah. Meskipun nantinya ia juga pasti akan menyakiti ketika sah menjadi sepasang suami istri.
"Ndak, Bah. Aziz menunggu di dhalem saja," cicitnya lirih.
Ada rasa perih yang menyayat hati utuhnya. Memporak-porandakan sebuah harapan bahkan cinta yang belum lama terpahat sudah harus hancur hanya sebuah pilihan.
"Ya sudah secepatnya, Abah ke sana." sebuah senyuman terbit di bibir kedua orang tua bahkan kakaknya.
Mau tidak mau gus Aziz harus turut bahagia. Meskipun tidak mungkin baginya tersenyum dengan keadaan hati hancur berkeping tanpa ada yang memungut.
Tubuhnya lemah, pikirannya melayang bahkan separuh hatinya telah hilang ditelan sebuah pilihan. Sebuah harapan harus hancur dalam waktu sesingkat itu, sebuah pahatan harus rela dilebur demi kebahagiaan bersama. Menghancurkan semua kebahagiaan bahkan harapan tentang masa depan bersama.
"Nggeh, Bah,"
****
Alhamdulillah bisa double
Jangan lupa kasih vote sama komentarnya ya
Saya menunggu heheCek typo juga, jari author juga manusia hiyahiya
Jazakallahu khairan katsir❤️
Wasalamu'alaikum
KAMU SEDANG MEMBACA
Salam Rindu
General Fiction"Jika boleh di ibaratkan senyuman itu bak bulan sabit. Lengkungannya semakin memancarkan keindahan. Jika diperkenankan Tuhan rembulan itu akan selalu terngiang kapanpun Jika diibaratkan mentari, sudah sangat menghangatkan meski dari jauh. Maafkan sa...