"Sebagai sepupu tertua, sudah seharusnya aku mengkhawatirkan dirimu"
~Psjng~
Udara segar masuk melalui jendela kamar. Harum bunga lily putih yang di tanam di pekarangan depan rumah tercium, sedangkan suara burung gereja yang bertengger di kabel tiang listrik jalanan terdengar riuh saling berseru. Hyoona kini sedang memastikan semua perlengkapan sekolah Jisung sudah lengkap. Sedangkan putranya, sudah menyelesaikan makan siangnya."Semua sudah siap. Kau sungguh benar-benar luar biasa, sayang. Lihat! Semua perlengkapan di dalam tas-mu tidak ada yang perlu di kurangi atau di tambah sedikitpun." Cetus Hyoona sambil mengelus rambut putranya itu.
"Setelah pulang dari sekolah nanti, aku janji akan membantu Eomma di Resto ya?" Tukas Jisung sembari menenteng tas sekolahnya.
"Tidak perlu, sayang. Ingat! Kau harus banyak istirahat." Hyoona tersenyum mendengar ucapan Jisung tadi. Yeoja itu lalu mengecup kening Jisung pelan, dia benar-benar sangat menyayangi putranya yang ajaib ini.
Lalu sebuah hentakan sepatu pantofel terdengar nyaring di telinga. Sosok Jaebum terlihat buru-buru menuruni anak tangga, "Sepertinya, kita harus cepat Jisung. Appa akan terlambat nanti."
"Kalau begitu, hati-hati." Hyoona mengantar kepergian dua orang yang sangat dia sayangi itu sampai ke pintu utama. Setelah mereka masuk, Hyoona menyempatkan melambaikan tangannya kearah mobil Jaebum yang akhirnya tidak terlihat lagi karena terhalang dengan pagar besar yang otomatis milik rumah mereka.
Seoul's Senior High School.
Mobil hitam mewah itu tepat berhenti di sebuah sekolah elit. Jaebum membantu putranya turun dari mobil, dan membantu membimbing dengan tongkat menuju ruang kepala sekolah mereka. Kebetulan sekali, mereka bertemu Taejang dan Soojeong di depan sebuah ruangan.
"Kepala sekolah sudah menunggu di dalam, Shamchon." Ujar Soojeong kemudian.
"Baiklah. Tolong temani Jinyoung sebentar, ya?" Setelah mengatakan itu, Jaebum memasuki ruangan yang lumayan luas itu.
Jaebum melihat seorang namja tua yang mungkin seumuran dengan Appa-nya. Namja itu duduk di sebuah kursi yang lumyan besar, kemudian namja itu segera bangkit melihat kedatangan Jaebum yang sudah ditunggu.
"Silahkan duduk, tuan Jaebum." Ucap namja itu, mempersilahkan Jaebum duduk di hadapannya.
"Saya tidak ingin basa-basi, karena saya sangat sibuk hari ini. Jadi, langsung ke intinya saja." Cetus Jaebum dengan masih memasang ekspresi wajah datar.
Namja tua itu berdeham sebentar, " Saya tahu anda sibuk, karena itu saya juga ingin menyampaikan jawaban saya. Mungkin awalnya, saya merasa keberatan dengan keputusan anda yang sepihak untuk membiarkan Jisung memiliki kelas dan guru pribadi di sekolah ini. Tapi, saya juga menimang-nimang lagi bahwa mungkin benar jika Jisung harus di pisahkan dengan teman-temannya yang lain. Meski saya belum melihat sendiri kemampuan putra anda tapi baiklah, saya setuju untuk membangun lift pribadi, membuat kelas pribadi dan merekrut guru-guru terbaik untuk Jisung. Dengan catatan, bahwa anak anda masih bisa memenuhi kriteria sekolah kami."
"Saya percaya sekali dengan putra saya. Dia tidak akan mengecewakan." Ujar Jaebum bangga. Dia benar-benar sangat yakin dengan kemampuan Jisung.
"Baiklah, terima kasih atas kerjasamanya." Namja itu bangkit, menyusul Jaebum dan mengantarkannya sampai keluar ruangan.
Jisung menunggu di luar dengan Taejang dan Soojeong yang terlihat resah. Namun setelah melihat Jaebum keluar, mereka jadi penasaran.
"Jisung, Appa akan berangkat bekerja. Kau hati-hati ya? Dengarkan kata-kata gurumu, tidak mengeluh, sabar dan kamu akan baik-baik saja." Nasihat Jaebum itu di dengar sangat baik oleh Jisung.
"Tolong bantu Jisung ya?" Ucap Jaebum lagi, sambil mengelus kepala putranya di susul kepala kedua keponakannya. Kemudian, namja itu melangkah keluar untuk menjauh dari sana.
Kepala sekolah itu menepuk pundak Taejang, "Kalian tolong bawa Jisung, ke kelasnya yang sudah di siapkan oleh sekolah."
"Baik." Taejang dan Soojeong langsung menarik Jisung menuju kelasnya.
Saat mereka sampai di tangga, Soojeong agak khawatir. Dia jadi merutuki nasibnya, karena dirinya tahu bahwa sepupunya itu tidak dapat melihat dan jika dipapah Soojeong takut mereka akan tergelincir karena salah melangkah.
"Kenapa berhenti?" Tanya Jisung heran.
Soojeong jadi terbata, "Kita akan menaiki tangga, aku hanya takut kalau~"
Ucapan Soojeong menggantung di udara. Namun Jisung langsung menyadarinya, "Sudah. Sekarang, biarkan aku sendiri yang melangkah."
"Eh? Tapi~" Soojeong dan Taejang terkejut. Namun, Jisung tidak mengindahkan kekhawatiran kedua sepupunya. Dia hanya memberikan tongkatnya pada Taejang, lalu mulai bertumpu pada pondasi penghalang tanggga.
Dengan cekatan, Jisung menaiki tangga tanpa salah melangkah dan dengan hati yang pasti dia sampai pada lantai kedua. Sedangkan Soojeong dan Taejang, hanya melongo melihat aksi sepupu mereka itu dengan terkagum-kagum lalu mereka menyusul naik.
"Kau luar biasa!" Celetuk Taejang kagum.
"Bagaimana kau bisa melakukan itu, tanpa bantuan tongkat atau orang lain?" Kini, Soojeong jadi penasaran. Namun, sejujurnya dia ikut kagum.
Jisung bergumam sembari mengambil lagi tongkatnya, "Ehm, aku tidak begitu yakin. Namun, aku mencoba membuat kakiku melangkah dengan pasti sesuai kata hatiku."
"Kau tahu? Tadi itu keren sekali, seperti ninja!" Seru Taejang masih dalam mode kagum.
"Selama ini, aku tidur di kamar utama lantai bawah. Namun biasanya, aku juga penasaran ingin menaiki tangga tapi Eomma sering melarangku dan saat aku sedang sendirian. Benar-benar sendirian, aku putuskan untuk mencoba menaiki dan menuruni tangga sesuai kata hatiku. Karena itu, aku bisa melakukannya." Cerita Jisung, berusaha mengurangi rasa penasaran kedua sepupunya.
Taejang masih bingung. Dia hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Jadi, kau melakukannya secara diam-diam?"
Jisung mengangguk, "Jika aku memberitahukannya, Eomma pasti akan memarahiku. Karena selama ini, Eomma selalu overprotektif padaku."
Soojeong ikut mengangguk paham, "Tapi sebaiknya, kau juga harus berhati-hati."
"Kalau begitu, ayo menuju kelas." Ujar Jisung dengan melangkah bertumpuan tongkatnya lagi.
Mereka sampai pada sebuah kelas. Letak kelas ini berdekatan dengan lokasi konstruksi lift yang akan di buat di sekolah, khusus untuk Jisung. Saat memasuki kelas itu pun, Soojeong dan Taejang begitu terpana pada ruang kelas yang sangat apik dengan banyak lemari di sudut-sudut ruangan layaknya perpustakaan dengan tiga bangku disana beserta bangku guru dan papan tulis juga.
"Ini kelas yang luar biasa." Decak kagum terdengar pertama kali dari Taejang.
"Aku harap juga begitu." Timpal Jisung. Namja itu berusaha berjalan mendekati bangkunya dan setelah menemukannya, dia langsung meletakkan tas-nya.
Jisung tersenyum tipis, "Gomawo, Appa."
Tolong jangan lupa Vote dan Comment. Karena Votement dari kalian, adalah semangat buat Author. Vote sebanyak-banyaknya, dan tunggu chapter berikutnya secepatnya. Author mohon pamit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tomorrow - Today
Fanfiction"Tidak ada gunanya, jika kamu menyalahkan diri sendiri. Percayalah! Satu hal yang membuatku ingin pergi, adalah mengurangi beban di punggung semua orang yang mengenal siapa aku." ~ Park Jinyoung ○ "Ini bukan takdir terburuk, dari sebuah karma yang b...