Pakaian hijau membalut tubuh beberapa orang yang kini berada di dalam ruang operasi. Kali ini seorang dokter cantik bertubuh mungil itulah yang memimpin, sesekali ia menyipitkan matanya untuk memberi penglihatan yang lebih jelas pada pasiennya. Ya, gadis itu adalah Una. Dia sedang menjalankan operasi pada remaja yang terlibat tawuran dan mengakibatkan pasiennya itu mengalami pergeseran tulang.
"Gini nih akibatnya kalo ikut tawuran. Untung aja pas saya tawuran dulu saya nggak sampe kayak gini..." ucapan Una barusan langsung membuat Victor mengukir senyuman di balik maskernya.
"Selesai. Tinggal tutup jahitan," ujar Una kembali. "Gimana tanda-tanda vital pasien?" tanya Una pada Victor.
"Semuanya normal, dok."
Una mengangguk mengerti lalu kembali berkonsentrasi pada pasiennya yang masih terbaring di atas meja operasi.
* * *
Una membaringkan tubuhnya di atas kasur ruang jaga. Ruang jaga hari ini terlihat sepi, dikarenakan para dokter sedang melaksanakan rapat kecuali dirinya dan Victor. Karena operasi mendadak yang baru mereka lakukan tadi, mereka tidak bisa mengikuti rapat. Sebenarnya masih bisa, tapi sepertinya kedua dokter itu lebih memilih untuk langsung beristirahat setelah melakukan operasi yang panjang.
"Udah hampir sore, operasi masih ada satu lagi," gumamnya seraya menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Una memasang wajah masam saat sebuah ingatan terbesit di otaknya, dia teringat akan tawaran Jeka yang mengharuskannya memilih.
"Jadi partner Dokter Jeka di ruang operasi?"
Sebenarnya Una bingung, kenapa Jeka memerlukan dirinya? Kenapa cowok itu memaksa Una untuk mendampinginya?
"Aku terima atau nggak ya...?" Una gigit jari, pusing sendiri.
"Terima..." sahut seorang pria yang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruang jaga.
Una membuka matanya lebar, dia mengubah posisi menjadi duduk tegap. "Loh? Dokter ngapain ke sini?"
"Ini kan ruang jaga, kenapa harus nanya lagi?" Jeka bertanya balik.
"Maksud saya, kenapa dokter nggak ikut rapat? Atau rapatnya udah selesai?"
"Belum, tapi saya mau minta jawaban kamu... Kemarin pas saya nyusul ke sini, kamu nggak mau ngomong sama saya," Jeka menjeda perkataannya hingga hening beberapa saat. "Tadi pagi juga nggak jadi ngomong," lanjutnya.
Una nyengir. "Maaf, dok."
"Jadi gimana? Kamu mau jadi As-Op saya?"
"Sorry, tapi saya nggak akan menerima tawaran dokter," jawab Una.
"Apa yang bikin kamu nolak tawaran saya?"
"Saya nggak tau kenapa dokter tiba-tiba meminta saya buat mendampingi dokter. Kalau cuma buat operasi besok, saya bisa. Tapi kalau dokter mau saya jadi partner dokter buat setiap operasi yang dokter lakuin. Terus, dokter nggak ngasih alesan yang jelas. Masa saya terima gitu aja?"
"Okay! Kamu mau apa? Mau uang? Rumah? Mobil?" tanya Jeka santai.
"Hah?"
"Kenapa? Kaget? Kamu terharu karena saya baik banget sama kamu?"
"Apaan sih, dok?!" kesal Una.
"Kenapa lagi?"
"Dokter pikir saya bisa disogok kayak gitu? Ya, enggak lah! Saya bukan tipe orang kayak gitu." Una kesal, benar-benar kesal sampai ingin menabok wajah cowok itu. "Lagian, saya nggak mau jadi partner dokter karena dokter itu aneh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctors In Love ✔
RomanceSemua perempuan baik dokter, perawat bahkan pasien juga memuja ketampanan seorang Jeynando Kastara, ia merupakan seorang dokter sekaligus putra dari pemilik rumah sakit tempat Una bekerja. Aleyuna Delunica, seorang dokter spesialis bedah yang beker...