•36

91.3K 6.8K 327
                                    

Dengan detak jantung yang tidak beraturan dan perut mulas karena gugup, Una terus mendorong troli belanja mengikuti seorang wanita berbalut dress super elegan yang berjalan lebih dulu di depannya. Sesuai janji, hari ini Una berjalan mengelilingi supermarket bersama ibu dari kekasihnya. Mau tidak mau, Una harus melakukannya untuk menebus kesalahannya kemarin.

Fersyha menghentikan langkahnya dan mengambil sebotol minuman soda, matanya melirik ke arah Una. "Jadi kamu sudah berapa lama kerja di rumah sakit Kastara Jakarta?"

"Kalau dihitung-hitung, mungkin sekitar sembilan bulan."

"HAH?!" wanita itu melotot kaget.

"Kenapa, bu?" tanya Una, bingung.

"Dalam waktu sembilan bulan, anak saya bisa jatuh hati sama kamu?!"

Una tak menjawab dan hanya menyengir sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Kalau dipikirkan lagi, sungguh membingungkan memang. Mengapa Jeka bisa jatuh hati padanya dalam waktu yang cukup singkat?

Fersyha melangkah mendekat, semakin dekat sampai membuat Una perlahan mundur. Jantung Una semakin tidak sehat. Apa lagi yang akan dilakukan wanita ini?

Fersyha memberi tatapan tajam sambil mengernyit dalam. "Kamu nggak pakai pelet kan?"

Una terperanjat dalam beberapa saat, lalu tertawa paksa, "Ha... ha... Ya, enggak lah bu!"

Fersyha membenarkan posisi, dia menjauhkan wajahnya dari wajah Una serta melemparkan senyuman teduh. "Bagus deh!" Fersyha melanjutkan langkahnya lagi, kali ini keduanya berjalan berdampingan. "Sebenernya saya seneng waktu tau Jeka punya pacar lagi. Sudah bertahun-tahun anak itu menutup hati untuk seorang perempuan. Sampai saya takut dia nggak akan punya istri nantinya."

Una terdiam. Ingin membalas, tetapi tidak tahu harus membalas apa meski ia tahu topik pembicaraan ini akan dibawa ke mana.

"Saya lega waktu tau Jeka punya pacar lagi. Tapi, sekarang saya bingung. Kenapa dalam waktu sembilan bulan anak saya bisa tergila-gila sama kamu?"

"Sebenarnya, kita baru ketemu empat bulan yang lalu," ucapan Una jelas membuat mata Fersyha hampir keluar dari tempatnya.

"HAH?!" Fersyha mendekatkan wajahnya lagi. "Yang bener kamu?!"

Una membisu, tak berani bicara lagi. Sepertinya Una salah bicara. Seharusnya, dia tidak usah membongkar semuanya. Una tahu, setelah ini dia pasti akan mendapat ribuan pertanyaan dari Fersyha.

"Kamu beneran nggak pakai pelet buat menarik hati anak saya kan?" Fersyha menyipitkan matanya, semakin curiga.

Una mencoba memalsukan senyuman, "Nggak lah, bu... Saya nggak mungkin ngelakuin hal kayak gitu."

"Ya, siapa tau kan? Saya sih cuma takut aja."

"Bu Fersyha, saya masih waras kok." Una menyelipkan senyuman yang begitu terpaksa di akhir kalimatnya.

Fersyha menghela napas lega. "Saya harap, kamu bisa menjaga hubungan kalian dengan baik. Dan maaf kalo dari tadi saya bikin kamu nggak nyaman..."

"Nggak papa kok, bu..."

Fesyha menyentuh pundak Una secara tiba-tiba. "Mulai sekarang, jangan panggil saya dengan sebutan 'ibu'. Panggil aja 'mama', oke?"

HAH?!

Una bergeming selama beberapa detik, begitu syok akibat perkataan Fesyha. "I-iya, ma..." balas Una kikuk.

Fersyha tersenyum senang. "Btw, hukuman kamu cukup sampai hari ini aja ya! Besok, mama harus balik ke Jerman lagi."

Doctors In Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang