Surabaya, satu tahun yang lalu.
Dengan langkah kaku, Una berjalan berdampingan dengan seorang pria paruh baya. Pertama kali. Ini adalah kali pertamanya bisa bertemu dengan Retno, ayahnya. Setelah sekian lama, lelaki itu baru memunculkan diri di hadapan Una. Sejak dulu Una benci, benci dengan sosok ayahnya. Pria itu tidak pernah memberi kasih sayang untuk Una. Bahkan untuk sekedar membiayai pendidikan pun tidak.
Tapi Una juga tidak bisa menampik jika dia merasa senang, senang karena pada akhirnya dia bisa bertemu dengan ayahnya. Dan akhirnya bisa mendapatkan perhatian setelah bertahun-tahun lamanya. Seperti hari ini, mereka sengaja pergi ke mall untuk mencuci mata, sekaligus makan siang bersama sembari berbincang ringan.
Una tersenyum kaku menatap ayahnya, "Jadi, sekarang papa kerja apa?"
"Papa lagi sibuk ngurus perusahaan aja, kamu?" Retno bertanya balik.
"Aku baru kerja di rumah sakit Kastara, pa. Ya, lumayan sibuk juga. Apalagi, aku terbilang masih junior."
Retno tersenyum teduh, "Papa harap, kamu bisa jadi dokter yang baik ya..."
"Amin," Una memberi senyuman tipis. "Anak-anak papa umur berapa?" Una bertanya lagi.
"Yang pertama umur tujuh belas tahun, yang kedua umur sepuluh tahun. Nanti kapan-kapan main ke rumah papa ya? Sekalian kenalan sama keluarga papa."
Una memalsukan senyum, "Iya. Kalo aku nggak sibuk ya, pa..."
"Okay, papa tunggu."
Sebenarnya, banyak hal dan pertanyaan yang ingin dia sampaikan pada pria ini. Beberapa diantaranya adalah, "Kenapa papa nggak pernah mau nemuin aku? Kenapa papa nggak pernah perhatian sama aku? Aku juga pengin punya papa yang sayang sama aku kayak anak-anak lain." Tapi, dia belum memiliki cukup keberanian untuk mengatakan itu semua. Una sendiri mengakui jika dirinya payah.
"Una..."
"Iya, pa?"
"Kamu mau beli apa? Papa beliin semuanya buat kamu. Kamu tinggal pilih aja..."
Senyuman Una merekah, "Beneran?"
"Iya..."
Una senang, bahkan sangat senang. Seorang Una ingin merasakan kasih sayang dan perhatian dari seorang ayah. Dan dia bersyukur karena Tuhan sudah mengabulkan doa yang selalu ia panjatkan setiap malam.
Pria itu meraba isi sakunya, dia membelalak seketika, "Loh di mana ya?"
"Kenapa, pa?" tanya Una.
"Kayaknya dompet papa ketinggalan di mobil deh."
"Mau aku ambilin?"
"Nggak usah. Kamu pilih-pilih aja dulu, cari apa yang mau kamu beli. Papa tinggal sebentar buat ngambil dompet, ya?"
"Oke. Hati-hati nyebrangnya, jalanan lagi rame banget..." Dikarenakan parkiran mall penuh, mobil Retno memang dititipkan di rumah Stefi yang berada di seberang mall.
Retno tersenyum, "Iya."
Una memandangi ayahnya yang perlahan menghilang dari pandangannya. Ternyata rasanya sebegitu membahagiakan ini, rasanya Una ingin sekali berteriak dan mengatakan pada semua orang jika sekarang dia juga memiliki ayah. Sekarang dia juga mendapatkan perhatian yang begitu ia inginkan sejak dulu.
Sementara itu, seorang gadis lain yang berdiri tak jauh dari tempat Una terus memerhatikan Una dengan saksama. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Una, entah apa yang membuatnya seperti terus mengawasi dokter cantik itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctors In Love ✔
RomanceSemua perempuan baik dokter, perawat bahkan pasien juga memuja ketampanan seorang Jeynando Kastara, ia merupakan seorang dokter sekaligus putra dari pemilik rumah sakit tempat Una bekerja. Aleyuna Delunica, seorang dokter spesialis bedah yang beker...