Hari ini, Yeira meminta Una untuk menemaninya ke supermarket. Una tidak dapat menolaknya, karena Andy sendiri yang meminta Una untuk menemani putri perempuannya. Selama ini Andy selalu menjadi atasan sekaligus teman yang baik bagi Una, tentu saja Una sungkan menolaknya. Masih mengenakan jubah putihnya, Una mendorong troli belanja dan mengekor di belakang Yeira yang sudah lebih dulu berjalan di depannya.
"Una... Dokter Jeka itu suka snack apa ya? Kira-kira dia suka ini, nggak?" Yeira menghentikan langkahnya dan mengambil sebungkus keripik kentang.
"Hm... Saya rasa semua orang bakalan suka," balas Una.
"Kalo gitu, aku bakal beliin ini buat Dokter Jeka!" seru Yeira dengan penuh semangat. "Kalo kamu mau apa? Ambil aja, aku yang traktir!" kata Yeira lalu tersenyum manis.
Una menggeleng secepatnya, "Nggak usah, saya nggak mau beli apa-apa."
"Oh gitu, oke. Kita lanjut lagi yuk!" Yeira kembali melanjutkan langkahnya mengelilingi supermarket itu.
Rasanya sebagian besar barang belanjaan Yeira adalah barang-barang yang akan diberikannya pada Jeka. Dia juga selalu bertanya pada Una tentang barang yang akan disukai Jeka.
Pasti ada maksudnya!
"Kalau ini? Dokter Jeka bakalan suka, nggak? Minuman ini enak banget lho!"
"Kayaknya Dokter Jeka nggak akan suka," jawaban Una membuat senyuman di wajah Yeira luntur begitu saja.
"Kenapa nggak suka?"
"Dia nggak suka sama minuman yang terlalu manis," jelas Una.
"Kemaren kamu bilang, kamu nggak begitu tau tentang Dokter Jeka. Kenapa sekarang jadi sok tau?"
"Yeira, kamu nanya sama saya kan? Jadi saya kasih tau kamu beberapa hal yang saya tau tentang Dokter Jeka..."
"Terserahlah!" cetus Yeira lalu berjalan mendahului Una.
Kening Una mengernyit seketika, "Kenapa sih dia?!"
* * *
Una menghempaskan bokongnya dengan kasar di atas bangku kerjanya. Otak Una sudah mulai panas akibat kelakuan anak perempuan Andy. Dipertengahan kegiatan belanja, mood Yeira berubah begitu saja. Una pun direpotkan dengan membawa belanjaan Yeira yang begitu banyak. Tidak hanya itu, Una juga tidak diperbolehkan menaiki mobil Yeira dan terpaksa harus naik taksi untuk kembali ke rumah sakit.
Mata Una beralih menatap pintu ruangan setelah suara ketukan merasuki gendang telinganya. "Masuk."
"Udah balik?" cowok tampan berjubah putih masuk ke dalam ruangan Una.
"Udah."
"Kamu kenapa? Kok mukanya kayak bete gitu? Ada masalah?"
Una menggeleng, "Nggak ada..."
"Apa karena Yeira?" tanya Jeka.
"Nggak kok."
"Kamu yakin?"
"Iya..." balas Una kemudian tersenyum manis.
"Kamu direpotin sama belanjaan Yeira ya? Aku lihat, belanjaan dia banyak banget. Pasti kamu disuruh bawain belanjaan dia. Bener kan?" Una cukup kagum dengan tebakan Jeka yang benar-benar tepat, tapi Una masih terus diam dan tak menjawab.
Sebenarnya Una kesal bukan hanya karena hal itu. Una juga kesal saat Yeira terus bertanya tentang hal yang disukai Jeka pada dirinya. Dan saat jawaban Una tidak sesuai dengan harapan Yeira, dia malah marah-marah tidak jelas. Menyebalkan!
Mendengar tak ada jawaban, Jeka kembali melanjutkan ucapannya, "Jadi, tebakan aku bener?" tanya Jeka tetapi Una masih tak mengindahkan pertanyaannya.
"Kalo aja tadi aku ikut, aku nggak bakal ngebiarin kamu bawa semuanya sendirian," Jeka mengelus rambut Una. "Aku tau kamu lagi kesel sekarang, tapi kamu nggak usah terlalu mikirin itu. Jangan sampe hal kecil kayak gitu malah bikin konsentrasi kamu terganggu. Okay?"
Una mengangguk mengiyakan dan menatap Jeka yang masih mengelus rambutnya. Detik selanjutnya, Jeka berjongkok dihadapan Una yang masih duduk di atas bangku.
"Tadi kamu serepot itu sampai lupa ngiket tali sepatu?" Jeka mulai mengikat tali sepatu Una yang entah sejak kapan lepas.
Melihat hal itu, Una segera menjauhkan kakinya. "Jeka...—"
"Kamu bisa jatuh kalo nggak diikat..." Jeka menahan kaki Una yang mulai menjauh lalu melanjutkan kegiatannya.
Cowok itu masih sibuk mengikat tali sepatu milik Una sampai membuat gadis itu tidak dapat menahan senyumannya lebih lama lagi. Dia sangat senang mendapat perlakuan manis dari seseorang di hadapannya ini.
"Selesai," katanya. Jeka kembali menatap Una.
"Makasih!" Una melemparkan senyuman terbaiknya kepada Jeka. Sebenarnya, Una ingin sekali berteriak kepada semua orang untuk memberitahu jika sekarang dirinya benar-benar bahagia. Una tidak pernah menyangka sedikit pun lelaki di depannya ini bisa menjadi miliknya.
"You're welcome, girl." Jeka ikut membalas senyuman yang diberikan Una dengan senyuman yang tak kalah manis.
* * *
Kantin rumah sakit sudah terlihat sepi karena waktu telah menunjukkan pukul dua belas malam, hanya ada sepasang kekasih yang duduk di dalam sana. Una dan Jeka memilih untuk menghabiskan waktu di kantin sekaligus mengisi perut Una yang kelaparan. Kedua orang itu memang lembur hari ini, dikarenakan ada operasi darurat yang baru saja mereka selesaikan. Sejak tadi Jeka hanya sibuk memandangi Una yang begitu lahap memakan makan malamnya. Una sudah menahan lapar sejak di ruang operasi tadi, alhasil sekarang dia malah menghabiskan dua porsi nasi goreng.
"Kalo makan pelan-pelan... Nanti keselek!" Jeka memperingatkan sembari tersenyum gemas karena pipi Una menggembung akibat diisi oleh nasi goreng.
Una hanya mengangguk dan terus melanjutkan kegiatannya.
5 menit kemudian.
"Huh! Kenyang banget!" Una mengusap-usap perutnya yang tidak membuncit sedikit pun meski dia sudah menghabiskan dua porsi jumbo nasi goreng.
"Sebentar," Jeka menahan lengan Una secara tiba-tiba. Tangan Jeka mulai mengusap lembut sisi bibir milik Una, membersihkan noda yang berada di ujung bibirnya. "Kamu kayak anak kecil aja!"
Una menunduk malu, "Thank you..."
Jeka lalu menyingkap rambut Una yang sedikit menutupi wajahnya ke belakang telinga. Dia menatapnya dengan begitu dalam dan bahkan tidak mengedipkan matanya sama sekali. Di dalam hati, Jeka mengucap beberapa kalimat yang menyatakan betapa dalam rasa cintanya kepada perempuan ini. Dia begitu mencintai seorang Aleyuna yang istimewa di matanya.
* * *
Sepertinya kedua dokter itu masih larut dalam suasana malam yang begitu dingin dan menenangkan. Setelah menyelesaikan kegiatan makan tengah malamnya, mereka tidak langsung pulang. Sepasang kekasih itu menghabiskan waktu mereka di dalam kamar yang terletak di balik sebuah rak buku itu. Una berbaring di atas ranjang besar berwarna putih bersama Jeka yang ada di samping kanannya. Kali ini, lengan Jeka lah yang menjadi penyangga kepala Una.
Mereka masih asyik dengan sebuah buku yang mereka baca malam ini. Lebih tepatnya, hanya Jeka yang membacakan dan Una hanya diam mendengarkan. Beberapa menit kemudian, Jeka melirik ke arah Una karena napas teratur cewek itu mulai merasuki gendang telinga Jeka. Gadis itu sudah tertidur lelap. Bahkan dalam kondisi tertidur pun, Una masih terlihat menggemaskan.
Bibir Jeka mengukir lengkungan ke atas membentuk senyuman, dia menutup buku yang dari tadi berada di tangannya dan menaruhnya di atas nakas di samping ranjang. Selanjutnya, Jeka mengecup kening Una sekilas dan menaikkan selimut yang mereka pakai hingga hanya menyisakan wajah mereka. Lelaki itu ikut menutup matanya sambil memeluk Una dengan erat.
Tbc.
[Revisi, 26 November 2020]
Setelah sekian lama, akhirnya aku kembali! Huhu...
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctors In Love ✔
RomanceSemua perempuan baik dokter, perawat bahkan pasien juga memuja ketampanan seorang Jeynando Kastara, ia merupakan seorang dokter sekaligus putra dari pemilik rumah sakit tempat Una bekerja. Aleyuna Delunica, seorang dokter spesialis bedah yang beker...