Una duduk berhadapan dengan Andy yang memang tiba-tiba saja masuk ketika Una sedang sibuk merapikan meja kerjanya tadi. Baru kali ini Una merasa gugup saat bertemu dengan Andy. Apalagi, setelah mengetahui semua kenyataan pahit yang ternyata juga berhubungan dengan lelaki di depannya ini.
Una beberapa kali mengetuk-ngetuk jarinya di atas cushion sofa yang ada di pangkuannya, cukup bingung dengan kehadiran Andy dipagi buta ini. "Ada perlu apa ya, dok?"
"Saya mau minta kamu nganterin ini ke ruangan Yeira. Boleh?" tanya Andy sembari memberikan satu kotak donut berukuran besar. "Kalo bisa sih kalian makan bareng-bareng juga."
"Hah?!" mata Una melotot. "Tapi kan...—"
"Iya, saya tau. Hubungan kalian memang kurang baik, tapi jangan sampai keterusan. Saya mau kalian bisa akur dan akrab kayak saudara karena saya sudah menganggap kamu sebagai anak saya sendiri, Una."
"Tapi, dok... Gimana kalau Yeira berulah lagi? Saya nggak mau kejadian yang sama terulang. Dan saya cukup trauma dengan kejadian beberapa hari yang lalu." Ekspresi wajah Una cukup menjelaskan seberapa khawatir dirinya jika kejadian yang sama terulang kembali.
"Saya tau, kamu bukan orang yang penakut. Dan saya yakin, kamu bisa."
Una diam beberapa detik lalu mengangguk lemah. "Oke. Saya coba..."
Andy tersenyum lebar. "Terima kasih, Una."
Una mengangguk lagi lalu menatap mata Andy lekat-lekat. "Dok..."
"Iya?"
"Maaf, ya..."
Kening Andy seketika mengerut karena perkataan Una, "Kenapa kamu minta maaf?"
"Karena kehadiran saya... Dokter harus pisah sama mama saya."
Andy mematung di tempat, matanya terbelalak karena begitu terkejut. "Kamu tau dari mana? Sejak kapan kamu tau?!"
"Saya udah tau semuanya, dok. Yeira yang kasih tau dan... Saya juga udah diceritain mama saya."
"Una... Kamu nggak perlu minta maaf. Kamu itu suatu anugerah dari Tuhan dan saya bersyukur kamu bisa lahir dan membuat Karin bahagia karena kamu."
"Tapi saya nggak pernah diharapkan, dok. Saya cuma kesalahan besar yang pernah terjadi dalam hidup papa dan mama saya." Suara Una terdengar parau, hampir menangis.
"Una... Jangan ngomong kayak gitu!"
"Dok, tolong sembunyikan semua ini dari Jeka." Una tertunduk dalam. "Saya nggak mau Jeka ninggalin saya karena tau kalo saya adalah anak haram. Seenggaknya, satu bulan. Saya cuma perlu waktu satu bulan, terus saya pasti bakalan ninggalin Jeka karena saya tau kalo saya nggak pantes buat dia." Una menyeka air matanya yang lolos begitu saja.
"Una... Saya yakin Jeka pasti bisa menerima kamu apa adanya. Dia bukan cowok seperti yang kamu bayangkan," kata Andy seraya menatap Una dengan tatapan prihatin.
Una menggeleng kuat. "Tetap aja saya nggak pantas!" Una menarik napasnya dalam dan menghembuskannya perlahan. "Sekarang, saya belum siap ditinggalin Jeka. Tapi, saya pasti bakalan mempersiapkan diri. Jadi... Buat sekarang, tolong rahasiain dulu. Bisa kan, dok?"
Andy tidak menjawab. Berat. Begitu berat untuk menuruti kemauan Una. Andy tahu, Jeka bukanlah tipe pria yang akan meninggalkan Una hanya karena perempuan itu adalah anak haram. Andy tahu betul, Jeka adalah pria yang baik dan begitu tulus.
* * *
Kedua dokter itu melangkahkan kaki mereka menyusuri koridor rumah sakit. Una sengaja mengajak Jeka untuk menemaninya menemui Yeira. Meski tujuan Una baik, tetap saja ia takut jika harus terlibat masalah lagi dengan perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctors In Love ✔
RomanceSemua perempuan baik dokter, perawat bahkan pasien juga memuja ketampanan seorang Jeynando Kastara, ia merupakan seorang dokter sekaligus putra dari pemilik rumah sakit tempat Una bekerja. Aleyuna Delunica, seorang dokter spesialis bedah yang beker...