•24

108K 8K 110
                                    

Satu tangan bergenggaman dengan tangan lain serta senyuman manis dengan kebahagiaan yang tersembunyi di balik sana. Semuanya tidak dapat dijelaskan lagi. Kebahagiaan yang Jeka rasakan kali ini berbeda. Dan itu semua karena seorang wanita muda yang kini berjalan berdampingan dengannya. Bagi Jeka, Una adalah perempuan yang spesial. Dia lah seseorang yang dapat membangkitkan perasaan Jeka setelah sekian lama mati, dia juga satu-satunya orang yang dapat meluluhkan kerasnya hati Jeka setelah Riska. Jeka begitu bersyukur karena Tuhan sudah mengirimkan gadis ini kepadanya untuk menggantikan Riska.

Keduanya melangkah menyusuri koridor rumah sakit yang cukup sepi malam ini. Sepertinya, orang-orang sudah kembali ke tempat beristirahat mereka, termasuk para pasien yang sudah kembali ke kamar rawat mereka masing-masing. Jeka tiba-tiba menghentikan langkahnya di tengah jalan, membuat dia tertinggal tiga langkah di belakang.

Una yang bingung itu langsung memutar tubuhnya ke belakang. "Jeka, kamu ngapain?"

"Sini deh!" suruh Jeka dan Una menurut. Cewek itu berjalan menghampiri Jeka dan berdiri berhadapan dengannya.

"Kenapa?" tanya Una.

Chup.

Sebuah kecupan manis mendarat pada pipi Una begitu saja. Una tersentak dan langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Jeka. Una memegangi pipinya seraya menahan senyuman.

"Ih, apa-apaan sih kamu?" Una malu dan langsung berjalan mendahului Jeka.

"Una..." Jeka memanggil dan tidak disahut oleh cewek manis itu. Jeka lantas tersenyum lebar karena aksi malu-malu Una yang sangat menggemaskan.

Una adalah perempuan yang paling berharga setelah mama, Jeka membatin.

* * *

Pukul sebelas malam, Una masih saja sibuk dengan layar laptopnya. Di atas kasur, tampak seorang gadis lain yang kini juga ikut menatap layar laptop Una.

"Kapan selesainya sih?! Nggak capek tu badan?" tanya Siny, mulai kesal.

"Sebentar lagi..."

"Lo lagi ngerjain apa sih? Nggak cukup kerja di rumah sakit aja? Ini segala ngurusin beginian," Siny mendengus.

"Diem! Berisik banget!" omel Una.

"Na... Gue putus sama pacar gue!" rengek Siny sambil mengguncang pundak Una hingga cewek itu hampir saja ambruk di atas kasur karena ulah Siny.

"Gila lo?" sentak Una. Dia kembali membenarkan posisi menjadi duduk tegap, "Lo itu terlalu sering ganti-ganti pacar. Nggak  bisa setia sama satu orang aja, apa?" Una bertanya, namun matanya masih belum lepas dari layar laptop.

"Gue cuma punya lima belas mantan dan satu orang terakhir hari ini. Jadi enam belas!" kata Siny begitu santai seperti manusia tanpa dosa.

Una menoleh ke samping sembari memelototi temannya yang sering dijuluki playgirl ini. "Cuma?!" Una menghembuskan napasnya kasar. "Nggak ngotak lo, Sin!"

Una menghentikan kegiatannya ketika bunyi klakson mobil merasuki gendang telinganya. Bunyi klakson itu terdengar tidak asing dan Una mengetahui siapa pemilik dari klakson mobil tersebut.

"Tamu jam segini? Nggak salah?" ujar Siny yang sudah berniat untuk keluar dari kamar.

"Eh, tunggu! Gue aja yang bukain..." secepatnya Una berlari menuju pintu utama rumahnya. Dan benar saja, saat baru keluar, dia langsung menemukan mobil Jeka yang terparkir di depan rumah. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, Una langsung masuk ke dalam mobil dan menatap kekasihnya itu dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.

Doctors In Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang