•34

87.1K 6.6K 97
                                    

Sungguh, Jeka benar-benar merasa bingung harus menjawab apa. Dia tidak mungkin beralasan macam-macam karena sudah dapat dipastikan ibunya itu tidak akan percaya dengan alasannya.

"Jeka... Mama nanya loh! Jawab!"

"Dia pacar aku, Ma..." jawab Jeka, santai.

"Pacar?" di seberang sana, Fersyha melotot kaget.

"Iya..."

"Kamu punya pacar?!"

"Udah deh, ma. Reaksinya jangan berlebihan kayak gitu! Aku udah bilang, aku nggak belok dan masih normal."

"Ta-tapi sejak kapan?!" Fersyha hampir histeris, tetapi Jeka buru-buru memutus sambungan telepon. Jeka lalu mengetikkan beberapa kalimat untuk dikirimkan kepada Fersyha.

Jeynando Kastara : Aku sibuk, kita ngomongnya nanti aja ya, ma. Love you!

Selesai mengirim pesan, Jeka langsung menonaktifkan ponselnya, tak ingin diganggu. Jeka lalu menatap Una yang masih membeku di sudut ruang makan, cewek itu masih syok hingga tak mampu bersuara. Una terlalu takut dan panik.

"It's okay..." Jeka mendekat ke arah Una dan mengelus rambutnya dengan lembut.

"Kenapa mama kamu bisa tau?" kerutan pada kening Una tampak semakin jelas.

"Aku juga nggak tau, tapi nggak usah terlalu dipikirin."

Tidak usah dipikirkan? Mana mungkin Una bisa melakukan itu. Una bukanlah orang yang bisa bersikap tenang jika sudah dalam kondisi seperti ini.

* * *

Malam yang awalnya terasa indah dan menyenangkan, tiba-tiba berubah menjadi malam yang mengerikan bagi Una. Dia sadar, hal yang mereka lakukan tadi siang salah. Bukan ruang operasi tempatnya. Ruangan itu memang harus selalu steril setiap waktu. Jika diingat lagi, kesalahan tadi memang cukup fatal dan wajar jika mereka dilaporkan pada Fersyha.

Dan di sini lah Una berada, duduk sendirian di atas sofa yang berada di dalam ruang tengah yang tidak terlalu besar tetapi nyaman dan sejuk. Pandangannya kosong, otaknya seolah berhenti bekerja sampai membuat kepala Una pening. Menghela napas berat, Una menyentuh kepalanya yang kian pusing karena memikirkan kejadian tadi. Rasa bersalah, malu, takut, khawatir, cemas, dan segala macam jenis rasa emosional bercampur menjadi satu.

Pandangan Una beralih pada pintu kamar mandi yang terbuka, menampilkan Jeka yang muncul dari balik pintu. Cowok itu hanya mengenakan celana panjang serta sebuah handuk kecil yang mengalungi lehernya. Bentuk badan yang begitu sempurna itu membuat Una melotot kaget sampai menutupi matanya dengan kedua tangan.

"OH, GOD!" Una berteriak di dalam hati.

"Kamu kenapa?" Jeka bingung, dia berjalan mendekat dan duduk di samping Una.

"Pa-pakai baju dulu!" kata Una, terdengar panik karena sekarang Jeka malah duduk di sampingnya.

Bibir Jeka mengukir senyuman miring, "I'm sorry," dia berbisik pelan hingga membuat bulu kuduk Una berdiri.

Una menghela napas begitu lega sambil mengelus dadanya saat cowok itu kembali melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Rasanya jantung Una sudah berpindah tempat ketika melihat pemandangan sakral tadi. Lengan Jeka terlihat begitu atletis, perut sixpack dan berototnya juga membuat Una semakin tidak karuan. Tanpa disadari, Una mengukir senyuman lebar, tangannya menyentuh kedua pipinya yang sudah berubah menjadi merah. Sial, kenapa dirinya menjadi seperti ini?!

* * *

Jam baru menunjukkan pukul empat pagi, tetapi Una dan Jeka bersama para dokter lainnya sudah bersiap di lobby rumah sakit yang masih lengang akan pengunjung. Mereka memang berangkat lebih pagi hari ini karena begitu banyak pasien yang datang akibat kecelakaan beruntun.

Doctors In Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang