•26

101K 7.5K 78
                                    


Selama kamu tidak memaafkan masa lalumu, maka kamu akan terus melukai siapa pun yang mencintaimu.

Pagi yang indah, suasana yang dingin, dan nyamannya pelukan hangat dari pria itu membuat Una semakin susah untuk sadar dari mimpi indahnya. Entah sudah berapa lama Jeka menatap wajah Una, tapi dia tidak merasa bosan sama sekali. Una masih tertidur dengan lelap di sampingnya. Dinginnya pagi ini membuat keduanya semakin mengeratkan pelukan mereka. Perlahan, Una membuka matanya. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali, mencoba menjernihkan pandangan matanya yang masih kabur. Satu tangan Una mengusap matanya yang seketika merasa silau akibat sinar matahari yang menyusup masuk diantara celah jendela.

"Good morning," sapaan lembut Jeka disertai senyuman manisnya pasti bisa membuat perempuan manapun meleleh. Tapi sayangnya, hanya Una yang bisa mendapatkan itu dipagi hari.

"Morning," Una membalas.

"Kamu tidurnya pules banget!"

"Jeka, aku nggak pulang lagi?"

"Kamu ketiduran tadi malem. Aku nggak tega ngebangunin kamu."

Una merubah posisi berbaringnya menjadi duduk tegap. Dia meraih ponselnya untuk melihat jam, tapi mata Una langsung membelalak kaget ketika melihat layar ponsel. 30 panggilan tak terjawab dan 95 pesan belum dibaca dari temannya.

"Duh!" Una menepuk jidatnya. "Siny pasti bakalan ngamuk nih!" Una memijit kepalanya yang mendadak pening akibat tidak mampu membayangkan bagaimana reaksi Siny karena Una tidak pulang untuk kedua kalinya.

"Aku anterin ya," ujar Jeka.

"Nggak usah, nggak papa. Aku bisa naik—"

"Aku yang anter!" kali ini nada bicara Jeka terdengar benar-benar memaksa.

* * *

Cowok berparas sempurna itu tampak masih setia menunggu Una di depan rumahnya. Belum lama Jeka menunggu, seorang gadis yang masih berbalut baju tidur berjalan menghampirinya.

"Kalian habis ngelakuin itu ampe pagi ya?!" tiba-tiba saja gadis itu menabok pundak Jeka, hal itu tentu saja membuat Jeka terkejut dan langsung memutar tubuhnya ke belakang.

"Sin, masih pagi udah mukul-mukul aja!" kesal Jeka seraya memberi tatapan sinis.

"Jadi bener?"

"Jangan mikir yang aneh-aneh! Gue nggak mungkin ngerusak Una," kata Jeka, terdengar begitu tulus.

"Terus kalian dari mana? Kok kemaren Una nggak pulang?"

"Habis operasi, dia ketiduran di rumah sakit. Gue nggak tega ngebangunin dia..."

Setidaknya Siny bisa bernapas lega setelah mendengar penjelasan Jeka. Dari tadi ia sudah berpikir yang tidak-tidak ketika melihat Una pulang bersama seorang pria. Untungnya, Jeka memang pria yang dapat dipercaya.

* * *

Rasanya, Una ingin sekali menutup telinganya rapat-rapat ketika perempuan di hadapannya ini mengoceh tanpa henti. Tetapi, Una mengurungkan niatnya dan memilih untuk tetap fokus pada layar laptopnya. Sejak tadi, pasien bernama Yeira itu memang berada di ruangan Una. Dia terus bercerita tentang hal yang tidak berhubungan dengan Una sama sekali dan bisa dibilang tidak penting. Kemarin dia meninggalkan Una begitu saja di supermarket dan sekarang malah menjadikan Una sebagai teman curhat. Sebenarnya, apa motif cewek itu?

"Una, jadi menurut kamu gimana?"

Sungguh, Una bingung harus mengatakan apa. Sudah sampai mana cerita gadis itu? Una tidak mendengarkan ceritanya sedikit pun. Bagaimana mau menjawabnya?

Doctors In Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang