Jam baru menunjukkan pukul tujuh pagi, namun Jeka sudah terlihat stres di dalam ruangan kerjanya. Tangannya menyentuh kepala dengan raut wajah kusut seraya memandangi selembar kertas yang kini berada di tangannya.
Jeka menghela napas berat, "Papa yakin?" tanya Jeka.
"Yakin!" jawab pria paruh baya yang duduk di hadapannya.
"Pa... Aku bisa gantiin posisi papa. Kenapa harus nitipin rumah sakit ke Dokter Andy sih?"
"Cuma tiga bulan... Papa perlu waktu tiga bulan buat istirahat. Jadi papa titipin rumah sakit ini ke Dokter Andy. Papa nggak mau ngerepotin kamu."
"Nggak ngerepotin, pa... Aku tau Dokter Andy emang temen deket papa, tapi kan ada aku, anak papa sendiri. Kenapa harus dititipin ke Dokter Andy?!" Jeka berbicara dengan nada sengit.
"Jeka... Tenang aja. Dokter Andy pasti ngelakuin yang terbaik buat rumah sakit."
Jeka tak menjawab lagi. Sebenarnya dia agak kurang setuju. Jeka tahu jika ayahnya dan Andy memang sudah lama berteman baik, tapi Jeka memang tidak terlalu percaya pada orang lain jika itu berhubungan dengan rumah sakit milik keluarganya.
"Lagian, cuma tiga bulan aja. Nggak lama kan? Papa butuh waktu istirahat," Arifan tersenyum teduh.
"Ya udah, iya. Have fun di sana," cowok itu nampaknya sudah pasrah walaupun sebenarnya dia masih tak terima dengan keputusan ayahnya.
Jika keputusan Arifan sudah bulat, tidak akan ada seorang pun yang bisa mengubahnya. Seperti sekarang ini, Arifan akan menyerahkan rumah sakit ini pada Andy karena dia akan pergi ke Jepang untuk mengantarkan putri bungsunya, Leyra. Tidak hanya itu, dia juga akan menetap di sana selama tiga bulan dan menjauh dari hiruk pikuknya kota Jakarta.
* * *
Seorang perempuan berjubah putih kini sedang tertidur pulas di tengah sepinya ruang jaga hari ini. Dia hanya menikmati ruang jaga ini sendirian, tanpa seorang pun yang mengganggu jam tidurnya. Sepertinya kali ini hanya dirinya saja yang tidak sibuk, apalagi jadwal operasi hari ini kosong. Sungguh membahagiakan!
Seorang pria yang baru saja melangkahkan kakinya masuk, kini berhenti di ambang pintu ruang jaga. Bibirnya mengukir senyuman manis ketika matanya menemukan Una yang tengah tertidur pulas.
"Una..." panggilnya sembari berjalan mendekati Una.
Tak ada jawaban. Cewek itu tetap tertidur dengan nyenyak tanpa tahu jika sekarang ia sedang diperhatikan. Jeka memilih untuk duduk di pinggir kasur, matanya menatap Una yang masih asyik di alam mimpi.
Masih dengan senyuman manis yang mengembang, perlahan tangannya mengelus wajah Una dengan lembut, "Kamu kayaknya kecapekan..." ucap Jeka dengan volume kecil karena tak ingin membangunkan Una.
Jeka mulai mengambil selimut yang berada di samping Una dan membalut tubuh Una dengan selimut putih tersebut. Jeka masih belum beranjak dari posisinya, dia terus menatap wajah cantik Una sambil tersenyum. Entah mengapa, hanya dengan melihat cewek itu saja sudah dapat memperbaiki moodnya yang memang kurang bagus sejak tadi.
Perlahan mata Una mulai terbuka. Baru saja dia bangun, jantung Una rasanya akan copot sekarang juga. Seperti di film horor, Una sudah langsung mendapati jumpscare. Tetapi bedanya, kini dia mendapati seorang Jeynando Kastara yang tampan, bukan hantu yang menyeramkan dan ngeselin.
"D-dokter jeka?"
Jeka tak menjawab, dia hanya tersenyum menatap Una yang masih berbaring di atas kasur ruang jaga.
"Kenapa dokter ke sini?"
"Tadinya saya mau ngajak kamu makan siang, tapi kamu tidurnya pules banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctors In Love ✔
RomanceSemua perempuan baik dokter, perawat bahkan pasien juga memuja ketampanan seorang Jeynando Kastara, ia merupakan seorang dokter sekaligus putra dari pemilik rumah sakit tempat Una bekerja. Aleyuna Delunica, seorang dokter spesialis bedah yang beker...