•41

93.7K 6K 55
                                    

Jeka mengernyit bingung dengan jantung berdegup kencang. Bagaimana tidak? Baru pukul tujuh pagi, Karin sudah masuk ke dalam ruangannya dan tiba-tiba ingin membicarakan sesuatu. Apa yang akan dibicarakan? Entahlah, dia juga tidak mengerti.

"Tante kapan sampai di Jakarta?" tanya Jeka mencoba basa-basi, setidaknya bisa mengurangi rasa gugupnya.

"Tadi malam," balas Karin. Terdengar dingin dan seadanya, membuat Jeka semakin gelisah.

"Hm... Katanya ada yang mau diomongin sama saya. Mau ngomongin apa ya?"

Karin membenarkan posisi duduknya lalu menatap Jeka dengan serius. "Jeka..."

"Iya, Tante?" Jeka merespon dengan begitu ramah.

"Kamu... Pacaran sama anak saya?"

Jeka membeku lalu beberapa detik kemudian menganggukkan kepalanya lemah. "I-iya, Tante."

"Kamu cinta sama Una?"

Jeka mengangguk lagi, kali ini anggukannya terlihat begitu yakin. "I love her so much!"

"Tapi, apa kamu bisa menerima Una apa adanya? Semua yang ada dalam diri Una. Apa kamu bisa terima?"

"Pasti! Saya nggak memandang Una dari apa yang dia punya. Saya lihat Una dari hatinya, Tante."

"Saya seneng dengernya," Karin tersenyum simpul kemudian menatap Jeka lagi. "Jeka... Ada satu hal yang harus kamu tau."

"Satu hal? Tentang apa?"

"Saya bisa pastiin, kamu pasti kaget dengernya. Tapi, saya berharap kamu bisa menerima semuanya."

Jeka malah semakin gugup. Sebenarnya, apa yang akan disampaikan ibu kekasihnya ini?

Karin menghela napas berat kemudian melanjutkan perkataannya, "Dulu, saya dan Andy pernah menjalin hubungan tapi harus berakhir karena saya hamil dengan laki-laki lain."

Jeka sedikit membuka mulutnya. Cukup terkejut pastinya, tapi dia berusaha untuk tetap tenang dan terus menyimak cerita Karin.

"Saya ngelahirin Una tanpa suami, dan saat itu usia saya masih muda banget! Ini pure kesalahan saya dan Una nggak salah apa-apa. Tapi, anak itu tetap nyalahin diri sendiri dan ngerasa nggak pantas lahir di dunia ini." Karin menjeda hingga hening beberapa saat. "Dan kamu tau? Andy bilang, ada satu hal yang Una takutin."

"Apa itu, Tante?" tanya Jeka.

"Dia takut, kamu ninggalin dia saat kamu tau kalo Una adalah anak dari kesalahan saya dan papanya dulu."

Tubuh Jeka menegang setelah mendengarnya. Jadi, itukah yang selama ini Una takuti? Sampai kapan pun juga, Jeka tidak pernah berniat meninggalkan Una. Apalagi hanya karena masalah itu. Meninggalkan perempuan berharga seperti Una hanya karena latar belakang keluarganya? Jeka bukanlah tipe pria serendah itu!

Jeka menggeleng cepat, "Saya nggak akan ninggalin Una sampai kapan pun! Saya sayang sama Una dan nggak pernah berpikir buat ninggalin dia. Apapun yang terjadi, saya bakalan tetap sayang sama Una. Saya berani bersumpah sama Tante!"

Senyuman Karin kembali terukir. Dia bersyukur Tuhan mengirimkan Jeka untuk anak perempuannya. Wanita itu hanya dapat berharap, suatu saat nanti lelaki setulus Jeka ini bisa menjadi menantunya.

Karin menyeka air mata yang sempat keluar di sudut matanya. "Thanks, Jeka."

* * *

Sambil makan burger disertai kentang goreng yang dibeli di restoran cepat saji berlambang 'W' terbalik, Una beralih sesaat pada ponselnya. Ia mengetikkan beberapa kalimat untuk dikirimkan pada Jeka yang sempat menanyai posisi Una sekarang.

Doctors In Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang