Kepindahannya dari kota keluarganya tinggal, ke kota dilahirkannya membuat beberapa memori kembali terekam jelas di kepalanya. Ia pindah lagi ke kota ini karena akan melanjutkan kuliahnya.Ia bisa saja menetap bersama keluarganya, tapi ibunya memaksa agar ia kuliah di kota saja. Katanya lulusan di sini lebih menjamin dan cepat diterima kerja. Padahal menurut Lisa semua sama saja asal bisa mengembangkan diri dengan baik.
"LALISA!" Seseorang meneriakkan namanya ketika matanya sedang mencari-cari seseorang yang akan menjemputnya.
"Jenniee!!!" Lisa berteriak girang kembali bertemu dengan Jennie sahabatnya sejak kecil di kota ini.
Mereka saling berlari mendekat lalu berpelukkan. Dua tahun tidak bertemu rasanya sungguh waktu yang lama dan membuat keduanya saling merindukkan.
Keluarga mereka telah bersahabat sejak lama, orang tua Jennie dan orang tua Lisa adalah teman kuliah dulu, ia dan keluarganya sering berkunjung ke rumah keluarga Jennie saat masih tinggal di kota ini.
"Kangen banget gue sama lo!" Jennie menatap sahabatnya dengan hati yang sangat riang.
"Gila udah lama banget gak sih." Lisa juga sama antusiasnya.
"Ah ga sabar gue, kita bakal sekampus, serumah juga lagi. Ayo buruan, abang gue udah ngoceh." Lisa mengangguk dan tersenyum, lalu kepalanua menunduk mendengar seseorang disebutkan. "Sini gue bantuin bawa." Jennie menarik salah satu koper dari tangan Lisa.
Lisa menarik napas lalu membuangnya pelan. Mereka berjalan bersamaan menuju parkiran mobil sambil berbincang. Jennie mengatakan teman dekat Lisa di SMP juga sekampus dengan mereka dan itu membuat senyum Lisa kembali mengembang, sudah sangat lama ia tidak menghubungi teman-temannya di kota ini.
Sampai di depan mobil, seorang pria yang sedang menunggu menghampiri mereka. "Bantuin angkat abang! Taroin di belakang!" ucap Jennie kepada abangnya yang sedang menyundut batang rokok. Pria bertubuh lebih tinggi dari Lisa itu menghampiri adiknya, ia mengambil koper dari tangan adiknya terlebih dahulu lalu membuka bagasi belakang mobil dan menaruhnya di sana. Lisa mengikuti pria itu, sementara Jennie sudah naik ke bangku penumpang.
Selesai menaruh satu koper pria itu berbalik, tepat Lisa di belakangnya. Pria bernama Hanbin itu menatapnya intens, ia menyundutkan rokok yang dipegangnya lagi ke dalam mulutnya sendiri, setelah menghisapnya ia membuang puntung rokok yang sudah kecil itu ke bawah tanah dan menginjaknya dengan kaki.
Tangannya meraih koper yang Lisa bawa, ia mensejajarkan wajahnya dengan wajah Lisa. Lisa menatapnya heran, jantungnya sedikit berdegup. Lalu tanpa aba-aba pria itu menghembuskan asap rokok terakhirnya ke wajah Lisa.
"Ish!" Lisa langsung melesat pergi meninggalkan pria itu dan masuk ke dalam mobil. Mereka sudah hampir dua tahun tidak bertemu, sapaan macam itu.
Bodoh.
Lisa menggelengkan kepalanya. Denyut jantungnya tidak berubah seperti terakhir mereka bertemu. Menyebalkan.
Menunggu hampir semenit, akhirnya Hanbin masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku pengemudi. "Lo berdua pikir gue sopir lo?" tanyanya sinis.
"Gue gak mau, lo aja Lis!"
Lisa menggeleng cepat, ia mengodekan matanya kepada Jennie jika ia tidak mau. "Lo aja." Lisa sangat yakin, jika Jennie sengaja agar Lisa duduk di depan.
"Lisa!!" Jennie menolak keras. Lisa melihat wajahnya seperti meminta ditabok, karena ekspresinya sungguh menyebalkan.
"Buruan! Gue ngantuk!" kata Hanbin dengan nada galaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanlice - Memory
FanfictionMemory itu terus kembali. Memory yang sangat ingin ia hilangkan dari kepalanya. Ingin menjauh ia justru terus berdekatan dengan Hanbin yang terus menatapnya tak acuh. Ia seharusnya membenci pria itu. Tapi otak dan hatinya tidak bisa bekerja sama. Li...