Ke-dua

92 15 13
                                    

•~Perkenalan adalah sebuah ajang keharusan untuk sekedar basa-basi~•

Masih dengan perasaan menunggu ketidak pastian, Bisma berusaha keras menghabiskan nasi gorengnya yang di bekal. Meski ia fakboy dengan bajunya yang sengaja dilinting, bajunya keluar, dan bahkan rambutnya tak memenuhi aturan bukan berarti ia tidak makan ya. Nasi goreng itukesukaannya, apalagi buatan si Mbok

"Bisma, dipanggil kepala sekolah tuh" ucap salah seorang teman sekelasnya, Bisma buru buru meneguk airnya dan segera menemui pak Wisnu. Griyyan yang sedari tadi memainkan ponselnya ikut serta dalam ajang perpindahan yang tidak pasti ini

"Assalamualaikum pak"

"Waalaikumsalam. Masuk Bis"

"Griyyan tidak ikut masuk karena tanggung, ia sedang memainkan game cacingnya yang sudah besar" percumaa saja sepertinya memberi tahu keberadaan Griyyan

"Silahkan duduk" akhirnya Bisma ikut duduk tepat seperti posisi kemarin ia protes. Tuh kan benar, pak kepsek tidak peduli pada Griyyan

"Gini, kalo menurut saya pribadi kamu gak layak sekolah disana"

"Yah pak... Seriusan dikit napa sih pak"

"Baiklah.. Saya sudah konfirmasi dengan sekolah Harapan Bangsa. Dan mereka mau nerima kamu ada syaratnya." ucapnya mulai serius

"Syarat? Sejak kapan saya pindah sekolah di mintai syarat? Perasaan dimintai rapot, akte, kartu pelajar, itu aja kok cukup"

"Ya saya bilang seadanya aja. Kamu pindah karena ada yang diincerkan disana? "

Bisma melotot, mengapa kepseknya ini bisa mengetahui latar belakangnya? Bisma sedikit memajukan wajahnya mengintrogasi kali aja kepseknya becanda

"Bapak bilang yang sebenarnya kesana? "

"Ya enggaklah!! Malu maluin saya aja itu mah"

Bisma membuang nafasnya lega, kali aja kan beliau nekad. "Dia mau di pindahin kamu"

"Serius pak? "

"Iya. Syaratnya itu ada di bapak"

"Kok syarat sih pak. Syarat apa? "

"Kamu mau berubah jangan karena orang lain. Itu saja"

"I guees so" jawab Bisma enteng

"Good. Besok kamu bisa pindah kalo sekarang-"

Baru saja ingin melanjutkan perkataannya, pak Wisnu dibuat heran dengan murid yang satunya ini.
Bisma. Dia sudah berlalu tanpa pamit karena bersemangat untuk mengumpulkan data yang akan di impornya ke sekolah baru

"Gryy"

"Hm. Kenapa? Berhasil gak? "

Griyyan sama sekali tidak menatapnya, ia sibuk memainkan cacingnya yang semakin lama semakin besar.

"Nggak" kini suara purau yang keluar dari mulut Bisma membuat Griyyan menatapnya sendu. Berusaha keras untuk menanyakan sidang terakhirnya

"Sidang lo nggak diterima? Alias protes lo itu"

"Nggak di tolak maksudnya. Hahaha seneng banget gue"

Bisma merangkul Griyyan agar ikut dengannya ke kelas, ia sudah tidak sabar bertemu Erika setiap saat bahkan setiap mata berkedip pun.

"Anjirrr kan Bisma! Cacing gue nabrak."

"Udah gue beliin cacing beneran nanti"

**

Setiba di sekolahan baru, Bisma pertama kali menginjakan kakinya diatas lantai SMA Harapan Bangsa. Ia dapat menghirup udara nya yang segar karena pepohonan di sekitarannya.

"Bis.. Sekolahnya rame banget jam segini"

"Griyyan pinter!! Kalo mau rame jam dua dini hari itu di pasar"

"Bukan gitu Bis! Ini baru jam 45 tapi gerbang di tutup. Mana di luaran sana masih banyak murid yang belum di masukin kan? "

"Wah gawat. Kayaknya disini ketat banget"

"SALAH MASUK SEKOLAH!! "

sepanjang koridor keduanya masih saling menyalahkan, namun mereka tetap bersama untuk mencari ruangan kepala sekolah tanpa di bantu siapapun. Bisma bilang, mereka bukan anak SD lagi jika pindah harus ditemani

"Kayaknya ini deh Bis"

Saat suasana masih genting-gentingnya, suara ketukan pintu menjadi pusat perhatian siswa siswi yang sedang terkesima dengan cerita wali kelasnya. Bu Desi.

Guru mata pelajaran PKN itu belum mempersilahkan masuk, namun Griyyan sudah menerobos masuk kedalam. Para kaum hawa umumnya, mereka tak bisa berkedip sama sekali melihat Griyyan dengan tampilan yang sangattt memukau. Dari mulai rompi, rambut yang dilipat rapih, lengan baju di gulung terkesan cowok banget.

"Gila.. Gilaa keturunan mana tuh"

"Gue yakin dia murid baru deh. Secara bajunya lain"

Hanya satu gadis dikelasnya yang tidak terpesona. Erika! Iya siapa lagi kalau bukan dia. Erika melipat buku bukunya diatas meja. Ia melihat bangku depannya yang kosong, sebab minggu kemarin teman sekelas Erika sudah pergi.

"Saya disuruh pak Kepsek bu. "

"Oh iya iya. Kamu Grenyon kan? "

Seisi kelas mentertawakan perilaku bu Desi yang salah tingkah, wajar saja ia sudah awet jomblo dari lahir.

Beliau merapikan rambutnya agar tetap rapih, sedikit berdehem dengan menormalkan nafasnya yang menggebu tadi.

"Perkenalkan, gue Griyyan. Pindahan dari SMA Garuda"

"Oh.. Ah iya iya udah ya. Makasih Griy, sekarang kamu boleh cari tempat yang kosong"

Sial! Mengapa harus tempat yang kosong? Kalau kalau samping Erika terisi bagaimana?

"Bebas kan bu saya mau dimana aja? " goda Griyyan menaik turunkan alisnya. Tatapan takjub membuat Griyyan semakin cuek, pasalnya pria itu tidak suka di kerumuni senyuman senyuman menjijikan menurutnya.

"Gue-"

Belum sempat Griyyan melanjutkan ucapannya Erika sudah menyimpan tas sekolahnya di kursi sebelah. Menandakan bahwa kursi nya tidak boleh ada yang isi

"Loh? Gak ada orang kan? "

"Gue gak mau. Di depan juga bisa" jawab Erika datar.

"Gak papa Erika, Griyyan hanya ingin duduk. Dia tidak akan mengganggu mu" perintah bu Desi membuat Griyyan semakin memenangkan keinginannya.

Erika menarik tasnya malas, berusaha sabar terserah bu Desi yang terpenting tidak ada nilai min darinya.

"Gue Edo. Ketua murid disini. Selamat jadi anggota gue" Edo yang sedari menyimak saja, membalikan badannya melihat Griyyan yang memasang wajah melasnya.

Sungguh ia menyesal telah mengikuti kemauan Bisma, dan bahkan mereka di pisahkan. Padahal Griyyan tifikal orang yang tak pandai berteman.

"Griyyan. Makasih Edo"

Edo membalikan badannya kembali, ia mendukung penuh bahwa Griyyan sangatlah cuek





ERIKA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang