Ke-Tiga Belas

49 9 6
                                    

•~Setelah kita belajar dari dunia, ternyata masih ada orang yang jauh kurang beruntung dibanding kita~•


Erika masih dengan senang hati berjalan dari rumah hingga kerumah Fatimah. Guru privat itu berdiam tidak jauh dari rumahnya, beliau memilih untuk kost seperti anak lainnya agar dekat dengan fakultasnya

Melihat Fatimah yang masih berkerudung panjang sambil menyiram tanaman, membuat Erika selalu nyaman bila memandangnya lebih lama lagi. Erika sedikit memelankan langkahnya memperhatikan tiap inci dari tubuh tingginya, ia sama sekali tidak melihat sisi buruk dari wanita sholehah itu.

"Assalamualikum kak"

Fatimah mendongakkan kepalanya menyadari bahwa Erika telah sampai dirumahnya. "Waalaikumsalam. Sebentar ya Erika tanggung saya matikan dulu kran" Fatimah mengakhiri tugasnya

Ia memilih untuk menyambut tamunya dan mempersilahkan Erika untuk masuk. "Ayo masuk. Maaaf ya tempatnya masih agak berantakan saya belum sempat hehe"

Berantakan dari mana? Tanya Erika dalam hatinya. Ia masih tidak mengerti bagaimana Fatimah dalam kerapihannya. Tempat yang begitu tapih dengan ukuran segi empat dan beberapa barang yang terususun rapih masih ia sebut belum beres? Ah konyol.

"Erika?"

Erika mengerjapkan matanya. Ia tersenyum dan mengangguk "Iya kak gak papa"

"Saya ambilkan dulu minum ya, silahkan duduk"

"Ah gak usah repot repot kak. Saya kesini kan mau belajar hehe"

"Yaampun kamu ini..." Fatimah terseyum dengan kekehan kecilnya. MasyaAllah bidadari dari mana wanita sholehah dengan kelembutan yang luar biasa ini?

Fatimah kembali dengan nampan yang berisikan minum dan beberapa cemilan. Ini khusus dibuatnya untuk Erika.

"Silahkan dicoba dulu, kita santai aja ya biar kamu juga santai."

"Aduh, jadi ngerepotin nih kak. Saya gak enak" bohong Erika, padahal ia senang jika dikasih makanan gratis.

"Gak papa kok, dengan senang hati. Ayo dicoba"

Erika mencicipi kue kukus yang dibuat Fatimah, rasanya begitu enak dan manis. "Emmh..enak banget kak, ini kakk Fatimah yang buat sendiri?"

Fatimah tersenyum, "Iya. Makasih banyak ya Erika, kamu bisa aja"

"Serius kak ini enak banget. Kalo boleh tahu, kak Fatimah punya toko kue gak?"

"Enggak. Kenapa memangnya?"

Erika menggeleng pelan sebagai jawaban. Ia masih senang mencicipi bagian potongan kue yang beraneka ragam rasa

"Dulu..saya diasuh dipanti asuhan. Kami semua di ajari cara membuat makanan sehat. Ya salah satunya sih buat kue kukus. Selain kue, kami juga diajari memasak, mencuci, dan banyak lagi sih. Aduh saya jadi curhat kayak gini ya"

"Hehe..gak papa kok kak. Erika seneng banget bisa dengerin curhatan kak Fatimah"

"Makasih ya Erika."

Keduanya masih saling diam, Erika membuka tas sekolahnya lalu mengeluarkan tiap alat tulis diatas meja. "Oh ya kak, kak Fatimah panti asuhan mana kak? Erika juga dulu dipanti asuhan"

"Oh ya? Saya sih di Cinta Asih. Kamu sendiri?"

"Ohh, kalo saya sih di Citra Kasih."

"Ternyata kita punya cerita yang sama tapi beda nasib ya. Saya kira dulu saya orang yang tidak paling beruntung di dunia, tapi setelah saya belajar dari dunia ternyata masih banyak yang kurang beruntung dari sana. Mereka luntang lantung dijalanan dengan berbagai cara buat memenuhi hidupnya. Sedangkan saya? Masih bersyukur diberikan kemampuan buat melangkah sejauh ini"

Erika sangat terpesona dengan cara bicara Fatimah yang begitu memotivasi dirinya. Benar apa yang dikatakannya, ada yang jauh kurang beruntung dari kita diluaran sana. Namun, Fatimah tetaplah menerima semuanya dengan lapang dada, meski pikiran Erika bergejolak rasanya ingin bertanya lebih tentang latar belakangnya seperti apa.

**

"Oh ya Om, saya mau pamit om. Saya mau ngekos saja kayaknya"

"Loh, kenapa Gry? Bisma ada masalah sama kamu? Ceritakan saja" tanya Adran tidak percaya. Bukankah dari dulu Adran telah mengangkat Griyyan seperti anaknya sendiri. Namun sekarang haruskah ia kehilangan salah satu sayapnya?

"Enggak om gak sama sekali. Giryyan mau lebih mandiri aja gitu om, terlalu banyak om bantu saya. Ini udah lebih dari cukup om. Saya sendiri juga bingung harus balasnya pake apa"

Griyyan menghela nafasnya, Adran yang duduk di sofa mulai bangkit dari duduknya dan memegang kedua bahu Griyyan. "Baiklah, om izinkan jika itu keputusan kamu. Tapi ingat, kalo kamu sewaktu waktu akan pulang kesini. Rumah ini selalu terbuka buatmu Gry"

"Makasih Om. Kalo gitu saya pamit"

"Loh, malam gini?"

"Iya om, kebetulan saya udah dapet kos nya"

"Yasudah. Ini, ada sedikit buat kamu"

Adran memberikan lima lembar seratus ribu, ia melipatnya dan memasukannya kedalam saku milik Griyyan. "Pake aja ya, kalo kurang om akan bantu kamu"

"Om Om gak usah om. Ini udah berlebihan"

"Griyyan, saya gak mau ngebeda bedakan antara kamu sama Bisma. Sudah ya bawa saja, oh ya Bisma kemana? Bukannya sedari tadi bareng kamu?"

Griyyan menggeleng pelan, ia memang apa adanya. Sebab sepulangan tadi Bisma pulang terlebih dahulu dan meninggalkannya

"Mungkin ke rumah temen lamanya om. Makasih banyak om sekali lagi, maaf saya ngerepotin terus"

Adran menggeleng gelengkan beberapa kali, senyuman dibibirnya terukir begitu tulus. Ia sudah menyayangi Griyyan sama seperti dirinya menyayangi Bisma

"Nggak apa. Yasudah om antar ya sampai depan"

**

Bisma memasukan motornya kedalam gerasi. Ia mulai membuka jaketnya yang sedari tadi melekat dan menyimpannya di bahu kiri. Melihat Griyyan yang membawa koper beserta tas sekolah membuat cowok tampan itu mengernyitkan dahinya.

"Gry? lo mau kemana? pindah?"

"Loh...om kira kalian sudah bicara"

Griyyan menggaruk tengkuknya tidak gatal, iya yah kenapa dia tidak memberitahukan Bisma sebelumnya?

"Iya, gue udah mulai kos. Udahlah kebanyakan ngomong grab gue udah nyampe awas" Griyyan terkekeh melihat Bisma yang antusias, kini rumahnya semakin sepi tanpa Griyyan. Biasanya keduanya itu selalu mengisi istirahat mereka dengan bermain game seperti Ps

"Duluan om"

"Ah iya..hati hati"

Griyyan mendorong tas nya menuju mobil yang terpakir dihalaman rumah. Segitunya kah untuk Griyyan tidak ingin merepotkan keluarga Bisma?

"Lah ke gue gak pamit? Anak lucnut emang si Griyyan."

"Lucnut lucnut. Dari mana aja kamu?" semprot Adran membuat Bisma memalingkan wajahnya.

Bisma nyengir. Mengusap rambut tebalnya kebelakang dan berlari masuk kedalam rumah.

"Dari hatimu" teriakan Bisma membuat Adran menggelengkan kepalanya. Kini tersisa mereka kembali seperti tujuh tahun yang lalu.

ERIKA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang