Ke-Sepuluh

44 9 7
                                    

•~Jika masih bisa dikerjakan sendiri, ya sendiri saja. Jangan terus bergantung pada orang lain~•

Erika menyembunyikan sebagian wajahnya diatas tangan. Ia menatap pohon yang menjulang tinggi dengan akar yang merambat disekitarannya.

"Yaelah gue kira gak ada yang lebih cengeng dari si Griyyan."

Erika mengenali suara itu, itu Bisma. Ia mengusap wajahnya terakhir kali melihat Bisma yang menenteng tas ringannya dan duduk tepat disebelahnya.

Sedetik kemudian Erika lebih memilih menatap langit yang sepertinya akan turun hujan.

"Lo nangisin apaan?"

"Bukan urusan lo"

Bisma menaikan bibir bawahnya, seharusnya ia tidak menyinggung perasaan Erika.

"Em okelah, kalo gitu gue balik duluan. Gue rasa gue disini juga gak ada efek apa apa"

Bisma beranjak, ia membiarkan Erika meredakan tangisnya sendiri. Mungkin lain waktu ia akan menyapa gadis itu kembali dan menganggunya, rasanya mustahil saja ia menghibur Erika disaat saat tidak tepat seperti ini

Bisma entah sejak kapan sudah menghilang di hadapannya.

Ia menemui Griyyan yang berdampingan dengan Fanya yang menundukan kepalanya menatap sepasang sepatu mereka

"Gry, balik yu. Gue ada urusan"

"Oke" Griyyan sedikit menyeret Fanya dari hadapannya. Fanya ikut menoleh dengan tatapan sendu tapi kesal pada Bisma

"BISMA!"

Kedua cowok itu menoleh kebelakang, Fanya sedikit berjalan menghampiri mereka yang semakin menjauh.

"Kenapa?"

"Gue yang harusnya nanya ke lo. Lo kenapa?"

"Gue?" tanya Bisma pada dirinya sendiri. Griyyan mendelik, membujuk agar Bisma meninggalkan Fanya dengan sebelah tangannya yang menempel pada bahu Bisma

"Udahlah, cewek stress kayak dia gak usah diladeni"

"Lo gak tahu diri!" langkah Bisma terhenti membuat Griyyan gemas ingin menyumpal mulut Fanya dengan arang sekalipun

Fanya selangkah maju lebih depan berani menatap Bisma dari depan. Tatapan mereka beradu, namun Bisma ingin melambaikan bendera putih

"Kenapa lagi?" tanya nya masih nada pelan

"Gue gak habis pikir sama orang yang tolol dari lahir. Lo emang gak punya hati, lo ninggalin Erika kan? Cowok brengsek emang lo"

Fanya menyenggol tubuh Bisma yang tegap, ia sedikit menyimpan tangan kirinya pada bahu kanan karena sedikit nyeri juga menubruk Bisma

"Lah itu cewek kenapa sih?"

Bisma tidak menjawab. Ia memilih pergi meninggalkan sahabatnya

**

Keesokannya Erika mengurung diri didalam kamar. Kali ini kedua orang tua angkatnya sedang tak di rumah, mereka menengoki orang tuanya di Banten.

Drrttt

Beberapa pesan masuk kedalam ponselnya. Erika menyibakkan selimut tebalnya yang menghalangi punggungnya. Sedikit melirik jam yang tertera di atasnya ia menghela nafasnya berat

Mau tidak mau ini sudah menjadi kewajibannya menjadi pelajar, pergi pagi pulang sore

Sesampai di sekolah masih dengan suasana sepi, dingin, dan tidak seperti biasanya. Padahal hari semakin cerah saja. Erika menyimpan ranselnya di meja kemudian menatap jendela luar yang sedikit berembun karena mungkin sisa dini tadi yang turun hujan

Erika terperenjat kaget sebab dibalik jendelanya menampakan wajah Griyyan yang seolah tidak apa apa

Griyyan nampaknya puas, kemudian merangkul Bisma di sebelahnya untuk menuju kantin. Bisma beda, Bisma bukan seperti Bisma yang Erika kenali. Kali ini pria itu sedikit merenggang dan bodoamatan.

Kedua matanya hanya mampu menangkap kepergian mereka yang tidak mengucapkan sepatah kata apapun. Apa mungkin kemarin Erika salah?

"Rik, gue ada undangan buat lo"

Erika membalikan badannya mengambil seutas kertas happy birthday ke-18

"Siapa yang ultah?"

"Gue" jawab Fanya enteng membuat Erika melongo tidak percaya.

"Oh ya, gue juga mau ngasih ke yang lain lo disini aja gak usah anter. Gue anaknya berani kok. Sesuatu kalo bisa dikerjakan sendiri ya sendiri aja"

Fanya pergi dengan semangat di wajahnya, batin Erika ia sama sekali tidak berpikir untuk membantunya.

Ditempat lain, Fanya berjalan dengan kaki lincahnya menyusuri tiap kalangan ramai. Suaranya yang lantang sedikit mengusik ketenangan mereka tentunya

"Hai gengss...ketemu lagi sama gue. Gue ada undangan buat lo pada" Fanya membagikan kertas undangannya pada masing masing pria yang sedang bermain catur

Mereka juga tidak lupa salam salam ala mereka sendiri secara bergantian.

"Wih junior kita mau borojol gengs" pekik salah satu cowok berkulit putih itu.

"Fan, emang bener lo dilahirin? Bukannya ko gak punya akte ya?"

"Enak aja lo pada. Udah ya jangan lupa dateng, malem ini ditunggu. Kita happy happy pokoknya"

"Siap siap. Sediain makanan banyak ya buat di bungkus" celoteh cowok berkulit hitam kali ini.

Fanya menjitak kepalanya geram, "Kebiasaan lo. Yauda gue cabut "

"Bye...."

Kelima lelaki itu hanya tertawa hambar melihat tingkah Fanya dan cowok berkulit hitam. Katanya mereka sempat menjadi mantan sewaktu SD dan sekarang waktu yang mempertemukan mereka kembali. Makannya Fanya punya banyak teman meski murid baru disini, tapi laki-laki

"Bisma!" teriakan Fanya menjadi pusat perhatian, ia tidak peduli hanya berlari kearah Bisma dan Griyyan yang tengah duduk di depan kelas C.

"Kenapa?"

"Ada undangan buat lo. Oh ya lo juga gue undang kok Grey" Fanya memberikan undangan terakhir kepada mereka. Bisma yang dibuat bingung hanya membolak balikan kertas undangan segi empat dan memperhatikan Fanya kembali dari bawah atas-atas bawah terus menerus.

Griyyan meraih kertasnya kesal, ia sedikit mendelik kearah Fanya yang selalu membuatnya naik darah. "Nama gue Gry, bukan Grey"

Fanya hanya berlagak 'oh' tanpa menghimbau dan mengulangi namanya kembali. "Mulut mulut gue, terserah dong"

"Ini...Fanya yang mana ? Elo?" tanya Bisma masih tidak percaya

"Yaiyallah...lo kira Fanya yang mana lagi sih? Pokoknya dateng! Inget"

Bisma mengalihkan bahunya yang sedari tadi Gry tekan dengan sikut, cowok itu terlalu keenakan serdiri dengan menyender pada Bisma yang duduk antusias.

Akan tetapi Gry masih bersih keras menaikan sikutnya kembali dan menempelkan pada bahu Bisma sembari membaca surat undangannya.

"Kita gak ngasih apa apa juga gak papa kan?" goda Bisma melirik Griyyan berkekeh

"Hm" Fanya menghentakan kakinya seperti gadis gadis lain, ia berjalan lebar dengan tatapan sinisnya kearah Gry dan Bisma

Keduanya hanya saling berpandangan melihat Fanya yang tidak biasaya.

"Jeah...cowok centil" tukas Griyyan akhirnya










Udah bbrpa hari belum updet ya.
Sebenarnya udah aku tulis sih buat part selanjutnya cuman ya cuman aja belum di revisi suka banyak typo:( maaf yaaa

Jangan bosen baca lanjutkan ya kalo masih kuat:)

ERIKA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang