•~Terkadang seseorang lupa dari mana mereka asal~•
Sorenya Erika baru keluar dari rumah Fatimah. Ia melambaikan tanganya begitu keluar dari halamannya. Desiran angin sore mulai menyelimuti kedinginan. Erika yang hanya mengenakan jens dan sweeter panjangnya sedang berjalan melewati cross zebra.
Ia melihat sekelilingnya yang mulai ramai. Kota besar yang menjadi pusat perhatian kini mulai sempit karena terhimpit ribuan orang yang berlalu lalang. Maklum saja ini akhir pekan kota sudah pasti macet.
"Ice cream..ice cream..."
Teriakan bocah kecil sekitar umur 8tahun itu sedang menawari kebeberapa orang. Namun sayang, mungkin nasibnya tidak seberuntung orang dewasa disana yang mempunyai lapak lahan untuk tempat tongkrong.
"Kak? Mau ice cream nya? Cuma 5 ribu kok"
Ternyata bocah itu sudah ada didepannya menawarkan. Erika mengerjapkan matanya dan segera merongoh uang disakunya.
"Satu ya"
Bocah itu mengangguk memberi satu ice cream dengan rasa cokelat. Mengapa orang orang tidak merasa iba pada bocah ini? Bocah laki-laki dengan sendal jepit dan baju yang kumuh menjadi hambatan mereka?
Padahal ketika Erika membuka plastik dan ice cream nya ia sangat senang dan bahkan sangat enak. Kenapa dengan orang sekitar? Tidakkah mereka melihat malaikat kecil yang berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Apa mereka lupa dengan asal mereka dulu? Dari kecil hingga beranjak dewasa. Apa mereka tidak mengerti soal perasaan?
"Dagangan kamu masih banyak?" tanya Erika
"Masih kak. Andai saja orang yang aku tawari mau seperti kakak. Sudah pasti habis daganganku" ucapnya dengan nada semangat.
Erika tersenyum. Ia memberikan uang 10 ribu nya kepada bocah tersebut. "Ini, kakak cuma bisa bayar segini. Uang kakak gak cukup"
"Ini kelebihan kak. Aku belum punya kembaliannya"
"Tidak apa. Buat kamu aja, semoga sukses ya"
Bocah itu tersenyum dengan menampakan giginya, pipinya yang sedikit tembem terlihat sangatlah lucu. "Terimakasih kak, semoga hari kakak beruntung"
Bocah itu pamit dan mencari konsumen yang akan membelinya. Erika masih berjalan untuk sampai kerumahnya.
**
Sekitar pukul lima sore Bisma baru terbangun dari tidur siangnya. Melihat kamarnya yang berantakan membuat dirinya ogah ogahan untuk membereskannya.
"Huwaaaaa...."
Bisma kembali menguap, tiba tiba sebuah notif masuk kedalam hp nya.
Fanya
|Gue depan rumah lo| 16.30
Bisma mengusap wajahnya gusar, ia meloncat dengan gesit untuk memastikan bahwa Fanya tidak sedang berbohong. Benar saja, gadis dengan baju kemeja dan celana diatas lututnya itu sedang menyilangkan kedua tangannya didepan dada.
Ngapain dia kesini? Bisa mati kalo ketahuan
**
Fanya masih setia berdiri dengan sedikit tekukan dikakinya untuk memposisikan pada tembok. Ia melihat mobil hitam melaju melewati halaman menuju gerasi.
"Kamu? Siapa?"
"Saya Fanya Om. Pacar Bisma" jawab Fanya sengaja. Sebab gadis itu sudah muak pada Bisma yang tak kunjung datangan menemuinya sejak tadi
"Pacar? Pacar anak saya maksud kamu?" tanya Adran masih tidak percaya
"Iya anak Om. Emang anak siapa lagi Om? Saya kesini disuruh Bisma"
"Bener bener si Bisma" Adran memuncakan emosinya, ternyata putera semata wayangnya itu sudah kelewatan batas. Ketika langkahnya akan membuka pintu ternyata sudah terbuka lebar pada Bisma yang mengenakan kolor dan kaos dalamnya. Hal ini membuat Ardan semakin murka dan menjewernya hingga masuk.
Fanya mengikuti keduanya tanpa intruksi sebagai tamu anggap saja seperti rumah sendiri.
"Aw aww...pa ini sakit. Lepasin dong"
"Kamu keterlaluan Bisma! Tidak ada lagi ampun buat kamu"
"Apa salah Bisma pah?" Adran melepas cengkramannya. Ia kembali menoleh pada Fanya yang terus berjalan masuk hingga duduk di sofa ruang tamu dengan mata yang menatap kagum. Matanya tidak henti mengoreksi tiap sudut rumah Bisma hal ini membuat Adran semakin kesal atas ulah anaknya.
"Kamu suruh wanita kamu kesini? Dan akan buat mesum disini? Iya?"
Bisma melotot tidak percaya mengapa Ayahnya tega memfitnahnya seperti itu?
"Apasih pah. Dia temen Bisma, Bisma juga gak tahu ngapain dia kesini."
"Sudah sudah. Kamu emang jagonya ngelles. Dia sendiri kok yang bilang kalo dia pacar kamu. Lalu kalian mau ngapain?! "
Bisma mengangkat sebelah bibirnya bingung. Ia ingin memakan Fanya utuh utuh karena membuat Ayahnya semakin kumat saja.
Adran memilih ke kamarnya yang berada dilantai atas, Bisma yang masih merasa kesakitan buru-buru menyeret Fanya dengan sebelah tangannya.
"Lo arghh....ngapain kesini?"
"Nemuin lo. Gak boleh?"
"Mau kemana?" tanya Bisma mengalihkan topiknya
"Ke club. Gue mau lo yang anter gue. Gimana? Nanti gue hadiahin nomor Erika. Deal?"
Bisma mengusap keningnya bingung. Ia membalas lambaian tangan Fanya
"Deal"
**
Sesampai di depan rumah kosong membuat Bisma mengerutkan dahinya. Ia memperhatikan Fanya yang memakai jaket kulit dengan celana selututnya. Rambutnya yang sengaja diikatkan kebelakang dan wajahnya yang menampakan kelelahan memang terlihat bukan seperti gadis normal.
"Lo yakin ini club lo?" tanya Bisma dengan alihan matanya pada rumah kosong yang...ya sepertinya sudah tidak layak dipake
"Yaiyallah. Lo pikir apa coba?"
"Ya nggak sih, club lo norak banget Fan. Masa buat club belakang rumah kosong"
"Wah, lo emang bener bener minta gue hajar ya Bis" Fanya mendelikan wajahnya kesal, bagaimanapun penilaian Bisma tempat ini adalah jati dirinya yang sebenarnya
Bisma mengerutkan bibirnya, Fanya jauh dari Erika menurut penilaiannya. Jelas lah, Erika kan orang yang ia perjuangkan sampai bela bela Bisma pindah sekolah yang ke-6 kalinya.
"Terserah. Gue mau balik, chat gue aja kalo lo mau balik" tangannya mulai meraba kunci motor yang masih menggantung, hanya sekali putaran mesin roda itu hidup
"Em oke . Thanks banget ya, bye the way lo gak mau ikut gitu kedalem? Banyak temen cowok kok disana"
"Gue mau apel sama Erika"
"Halah, halu lo tuh ya sampai langit tujuh Bis"
"Terserah! Send nomor Erika. Gue mau tahu dia dimana"
Fanya mengibarkan tangannya menyudahi, ia mulai melangkah oergi meninggalkan peliharaannya yang siap menyerang.
Anak sialan. Umpat Bisma
KAMU SEDANG MEMBACA
ERIKA [TAMAT]
Fiksi Remaja| PERBAIKAN | MOHON MAAF BILA BANYAK TYPO Ketika kamu percaya bahwa tidak ada sahabat sejati di dunia ini, lantas apa yang kau pikirkan setelahnya? berteman dengan kemunafikan? atau berteman dengan kebohongan belaka? -Erika- Namun, seorang Bisma ya...