Ke-Tiga puluh Tiga

33 17 0
                                    

•~Yang tersulit itu berkata jujur yang apa adanya~•

Tiga jam berlalu, Griyyan tidak menampakan dirinya kembali. Edo menekan nekan tombol panggil, berusaha menghubungi Griyyan

"Mana sih bungsu gue, bukannya angkat. Kemana sih nih anak"

Edo terus berusaha, ia mulai menyepam Griyyan karena pria itu tak kunjung membalasnya. Melihat Bisma yang kelelahan, ia hanya mampu meratapi ruang operasi.

"Goblok emang bangsat! " pekikan Edo membuat Bisma melirik kearahnya. Ia nampaknya frustasi memegangi kepalanya dan sesekali merabik rabik rambutnya.

Bisma tak pernah melihat Edo semarah itu, namun pintu kamar operasi terbuka lebar mendapati dokter yang baru saja keluar.

"Dok gimana keadaan temen saya dok? Mana temen saya? "

Sang dokter menghela nafasnya berat, ia melihat mata Bisma yang kian menahan air matanya hanya mampu terdiam.

"Dok..jawab dok!" Bisma akhirnya memberontak untuk masuk kedalam ruang operasi sebetulnya tidak boleh ada yang masuk sebelum diizinkan. Namun kekuatan suster akan kalah dengan kekuatannya.

Edo yang menyadari itu, segera berlari menghampiri dokter.

"Dok? "

"Maaf de, kami semua sangat berat hati. Bahwa teman kamu gak bisa terselamatkan"

"Dokter jangan ngprank deh dok! Saya mau dokter serius"

"Saya sudah mengatakan apa adanya, silahkan"

Akhirnya sang dokter mengangkat tangannya, ia mengizinkan Edo untuk menemui Fanya didalamnya. Tangisan Bisma membuat dadanya sakit, dan bahkan sulit rasanya melangkah jauh untuk sampai ke tempat Fanya.

"Fan.. lo kenapa pergi Fan? Gue janji bakal jaga lo"

"Fan...!! Gue minta maaf, lo bangun dong Fan! "

Tubuh Fanya sudah tidak bisa digerakan, ia benar benar telah meninggalkan semuanya. Tangisan Bisma meledak saat Fanya terkujur tak berdaya di hadapannya.

Hal yang ditakutnya kini menjadi nyata. Bahkan Bisma belum ada percakapan terakhirnya bersama Fanya

"Biiis. Gu-e gu-e kasihan lihat Fanya. Gue sedih lihat dia, gue juga sedih lihat lo" Edo akhirnya merangkul tubuh Bisma, ia ikut menangis disamping Fanya yang tidak berdaya.

**

Griyyan memutuskan kembali ke rumah sakit, ia mengaku jika ia salah. Fanya memilih Bisma itu yang terbaik, sebab Bisma mengerti tentangnya. Sedangkan dirinya? Ia terlalu sibuk dengan belajarnya, bahkan diganggu Fanya saja rasanya malas.

Griyyan melihat ruang tadi kosong, melihat sekelilingnya tidak ada siapapun dan hanya memperlihatkan tas Edo saja diatas sofa

Griyyan mulai panik, ia memegang dadanya was-was. Melihat suster yang kembali dari arah lain membuat Griyyan ingin bertanya.

"Maa-aaf sus. Temen saya atas nama Fanya dimana ya? Saya lihat kok gak ada ya diruangan ini"

"Oh, iya tadi baru saja selesai operasi. Tapi dengan berat hati dokter tidak bisa menyelematkan pasien"

Duarrrr

Bagai disambar petir Griyyan menarik nafas panjangnya. Ia berlari tanpa mengucapkan terimakasih

Kedatangannya yang tergeropoh membuat Bisma dan Edo menengok. Ia melihat tubuh musuhnya itu tidak berdaya. "Bis-Do. Ini bohong kan? "

Mereka nampaknya masih diam. "Jawab!! Jawab kalo ini bohong?! "

"Ya lo kira dengan kematian seseorang itu prank? Gila aja lo!" Edo meneriakinya hingga sadar, Griyyan ikut menangis dan memeluk Fanya terakhir kalinya.

Perasaan sendu dan berduka membuat mereka terus berlarut dalam kesalahan. Perpisahan mereka dilalui dengan peperangan, mereka tak nampak melihat Fanya tersenyum terakhir kalinya.

Drtttt

Drtttt

Bunyi ponsel Bisma membuatnya sedikit sadar, ia melihat nama Erika di nada panggilnya. Memberikan ponselnya pada Edo membuat Griyyan ikut menoleh.

Kenapa Bisma gak angkat sendiri? Tanya Griyyan pada hatinya

Edo keluar dari zona lingkaran, seisi ruangan yang sedang mengaji yasin terus melanjutkan ayat suci alquran nya hingga tamat.

Edo mengangkatnya dengan berat, entah apa yang akan ia katakan setelahnya.

Hallo

Bis? Lo bisanya kapan bantu gue? Gue gak sabar pengen kasih hadiah je Fanya

Bisma!

Edo memejamkan matanya kuat, menahan air matanya yang terus melolos dan berusaha mengangkat mulutnya.

Kenapa rik?

Eh? Lo bukan Bisma? Gue salah nomor ya?

....

Lo-Edo? Lo kenapa kayak habis nangis. Bisma mana?

Em lo kesini aja gue sharelock Bismanya lagi sibuk

Oh iya, entar gue kesana jam9 deh

Sekarang aja Rik. Bismanya keburu pergi

Emang kenapa sih? Gue janjiannya aja masih nanya

Rik! Lo dengerin aja kata gue, kesini aja cepet keburu kami pergi!

Tutt tutt

Edo meng-close panggilannya. Seterusnya ia mematikan ponsel Bisma dalam keadaan mati. Erika dibuat bingung dengan tingkah Edo yang tidak biasanya

Ia meratapi layar ponselnya sendu, ada apa dengan Edo?? Mengapa dia begitu tidak ikhlas berbicara dengannya?

"Pagi sayang... Ikut sarapan yuk. Oh ya  mama mau keluar nemenin ayah. Kamu mau ikut? " Erika melepas ponselnya. Memandang Anggun yang berusaha mendorong pintu kamarnya dan masuk kedalam

"Kemana ma? "

"Ada meeting, kali aja kamu butuh refreshing bareng kami"

Erika hanya tersenyum mengangguk, ia ingin mempertimbangkan perasaan tidak enaknya.

"Kayaknya lain kali ma, Erika ada janji sama temen"

Anggun semakin mendekatkan diri akhirnya ia berdiri tepat Erika duduk

"Temen apa temen? "

"Temen ma... " Erika akhirnya bangkit menuju meja makan. Pipinya nemerah merona karena berhasil lolos diledek oleh mamanya.

"Ih ngambek"  Anggun tertawa puas, ia pun mengikuti Erika untuk sarapan

**

Tidak lupa membayar gojek, Erika turun tepat sesuai lokasinya. Namun keadaanya lain, ia mendapati beberapa ibu-ibu beserta bapak-bapak yang keluar masuk dari balik rumah.

Rumah yang sedikit besar dan mewah membuat Erika mengangkat wajahnya keatas. Bendera kuning?

Awalnya Erika enggan untuk menyapa salah satu dari mereka, namun bagaimana lagi ia harus segera mencari alamatnya.

"Pak, maaf pak sebelumnya. Saya mau nanya, kalo alamat ini dimana ya kira kira? Masih jauh gak pak? "

"Ohh, ini jalan mawar neng. Tepat banget, ini udah masuk komplek neng. Eneng mau ke rumah blok berapa? "

Erika menarik ponselnya kembali, ia sendiri menggeleng tidak tahu. "Em biar saya cari tahu dulu pak. Kalo gitu terimakasih banyak"

"Iya neng sama-sama"

Akhirnya Erika memutuskan untuk berjalan mencari Edo. Ia sama sekali tidak melihat tanda-tanda keberadaannya. Bahkan beberapa kali Erika telpon handpone nya tidak aktif.

Tapi, matanya beralih pada motor yang terparkir disamping rumah. Itukan motor Bisma?












ERIKA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang