Ke-Dua puluh Tujuh

39 19 0
                                    

•~pertemuan adalah sebaik baiknya obat rindu~•

Sesuai dengan janjinya, mang Paos alias penjual bakso itu sedang kerepotan membereskan tempat makannya. Lima menit lagi siswa SMA Pelita akan bubar. Dan ia harus sudah siap diserbu beberapa penggemarnya.

Melihat gerombolan cewek cowok yang berbeda, mang Paos menyilahkan duduk terlebih dahulu. Yang beliau ajak tentu langganannya.

"Mang mana nih mang, laper duh"

"Iya mang, kerupuk nya ada gak? "

"Adalah tenang. Amang buatin dulu yang special, tapi inget nanti nanti jangan lupain emang kalo udah lulus"

"Iya mang santai aja, ingetan saya 11-12 sama cewek. Ya gak? "

Mereka tertawa meledek, mang Paos memberikan empat mangkok bakso pada siswa laki-laki sebagai langgannannya itu

Kursi sudah penuh malahan, bahkan Erika belum sempat duduk dengan ketiga teman cowoknya. Ia masih celengak-celinguk melihat padatnya siswa siswi yang berebutan makanan gratis. Erika mendekat ke grobak milik mang Paos, melihat bakso nya yang tak tersisa membuat ia patah hati

"Amang ih! "

"Eh neng Erika, kemana aja neng. Lama bener kayak ngitung beras. Amang tunggu dari tadi"

Erika menaikan dagunya menunjuk Bisma, Griyyan dan Edo yang berdiri dibekakanhnya. "Tuh, jemput mereka lama kayak cewek. Jadi..bkso nya abis? "

"Eeh ya enggaklah neng, amang udah siapin lima mangkok. Tuhh" mang Paos menunjukan pada meja dibelakangnya, ternyata benar ada lima mangkok bakso, namun satu mangkok tidak ada baksonya

"Sesuai permintaan, gak ada bakso. Tapi tempat duduknya abis neng"

Erika menarik nafasnya lega, "Gak apa mang kita bisa duduk disana"

Erika mengkodekan agar ketiganya mengambil bakso dari mang Paos. Kini mereka menghadap utara berjejer, dan menyilangkan kakinya diatas rerumputan

"Emm..harum bener. Seumur-umur gue baru nyium aroma harum bakso mang Paos deh Rik"

Edo memasukan beberapa potongan bakso pada mulutnya, merasakan sensasi dari nikmatnya bakso beserta angin yang terus menghembus seakan menjadi kipas angin.

"Enak banget, tapi lebih enak gratis" Bisma terbatuk batuk, ia merebut minum yang hendak Erika teguk.

"Lih Bisma! "

Bisma cengeesan, ia beridiri mengambil air miliknya untuk Erika. Erika tersenyum, menahan pipi merahnya kala Griyyan dan Edo berbisikan disamping Bisma.

"Thanks"

"Eh bentar deh, kok punya si tayo gak ada baksonya" Edo mengamati tiap mangkok, ia melihat Bisma yang hanya makan mie nya saja diyamin.

"Punya gue? " tanya Bisma membuat Edo mengangguk. "Lo mau? Gue kasihan sama pacar anak gue, nih deh gue ikhlas separo lagi"

Erika mendelik tidak peduli.

"Nggak nggak. Gue gak suka bakso"

"Eh? " Edo tertawa sendirian, baru kali ini ia menemukan orang beli bakso tapi tak suka baksonya.

"Haha..aduh.. Aduh lo ada-ada aja dah. Trauma apaan lo? "

"Pernah keselek bakso hampir mau mati" Griyyan terkekeh dengan yang lainnya, Bisma menyikut perutnya hingga merengek.

Selesai menghabiskan baksonya Erika berdiri membantu mang Paos mengambil mangkok bekas.

"Aduh neng Erika gak usah atuh, sama amang aja gak apa-apa" Erika tidak masalah, ia lebih senang membantu mang Paos. Lagi pula mang Paos selalu baik kepadanya

"Gak apa mang, sebagai bentuk jasa amang ke kita"

"Maksudnya? Ini gak gratis? " protes Edo tiba-tiba

Mang Paos mengangkat alisnya, "Aeh.. Ya gratis atuh Edo. Semuanya juga amang gratisin, emang neng Erika gak ngomong? "

Erika nyengir, menyadari kesalahannya. Ia mengambil ancang-ancang untuk kabur.

"AMANG MAKASIH BAKSONYA ERIKA PULANG DULU! "

"ERIKAAAAA!!! " ketiganya sudah dikibuli oleh gadis menyebalkan seperti Erika.

**

Fanya terbangun saat menyadari keberadaan Bisma, Griyyan, dan juga Edo. Masing-masing membawa kantong keresek dari supermarket. Membuat Fanya antusias melihat mereka

"Wah..gak usah repot repot kali" Fanya kesenangan melihat ketiganya yang masih berdiri

"Apaan nih? Perasaan gak ada yang ngerepotin" jawab Edo watados

"Makannya bangun tuh, kita beli masing-masing kok" celetuk Griyyan duduk diatas sofa. Jelas membuat Fanya menguluk bibirnya, ia mengambil sepotong apel dan melemparnya pada Griyyan

"Aduh"

"Lo ngeselin banget sih jadi orang"

"Ck.. Lo udah bagus kita datengin."

"Mendingan gak usah, sana balik" Fanya tidak berujar serius. Malah pertemuan adalah sebaik baiknya obat rindu menurutnya.

"Idih"

"Udahlah gue pusing denger lo pada ribut mulu. Oh ya gue mau apel dulu ya, Fan ada mereka disini. Jadi gantian ya yang jaga lo" usul Bisma menaikan alisnya so ganteng

"Lo mau kemana? "

"Lo kayak gak tahu anak muda aja" Fanya tersenyum santai, kini giliran Griyyan yang akan mengganggu Fanya yang berbaring lemah.

Griyyan malah mencubit pipi Fanya, hal ini membuat gadis itu salting dan mencubitnya kembali

"Lo ngeselin ya Gry! Gue sakit bukannya baik-baik ini malah nyubit"

Nih orang mau sakit mau enggak suaranya tetep ajak ngajak berantem. Griyyan menyipit mengusap pipinya yang merah karena Fanya

"Ya gue mastiin aja lo sakit atau enggak. Nanti lo kibulin kita lagi kayak si Erika"

"Erika ngibulin apaan? "

Edo merasa terpanggil, ia menyimpan chitato nya diatas sofa.

"Itu tuh tadi kita mau kesini pas pulang sekolah, eh si Erika so'soan ngajakin kita jajan bakso. Dia bilang di tlaktir ternyata eh ternyata. Emang di gratisin sama si amangnya"

Fanya tertawa, melihat Edo yang terus memaksa bicara meski mulutnya dipenuhi snack. "Ya yang penting kan kalian gak bayar. Kenapa harus marah sih? "

"Itu anak sulung gue ngeselin nya naudzubillah. Semenjak dia temenan nih sama dua sejoli"

Fanya berhenti sejenak, menatap langit-langit kamar yang berpolet warna putih. "Gue seneng kalo Erika sadar. Bahwa dia gak sendiri, gak sia-sia gue nasihatin dia"

"Eh? Lo nasihatin apaan? "

Edo terkesima mendengarnya, ia memelankan giginya yang terus mengunyah. Mengingat kembali bahwa benar, keberadaan dua sejoli beserta Fanya membuat Erika begitu berubah drastis. Ia sangat sangat sangat mengenali Erika, yang mulanya pendiam, judes, galak, gak pernah bercanda seperti teman yang lainnya kini beda. Erika mengambil daya tariknya sendiri.

Edo merasa bahwa anak sulungnya itu telah menemukan jati dirinya. Perlahan ia telah merasakan kembali betapa indahnya memiliki sahabat.

"Gue seneng" Edo berdiri memeluk Griyyan dari samping. Ia mengucurkan air matanya terharu.

"Lo apaan sih alay"

"Gue lagi seneng. Jangan ganggu"

Namun, dada Fanya terasa sesak ia merasakan sakit yang luar biasa. Apakah ia bisa melewati kesakitan ini yang disaksikan Griyyan dan Edo? Tidak ia tidak mau.

"Fan? Lo sakit? Sekitaran mana? "

Fanya menggeleng. "N-nggak Gry. Gue, baik"









Huwahhhh..... Khususon hari ini aku apdet 2part nih. Jngn lupa vote temen2

ERIKA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang